Puisi Sosial 3 Bait, Menerjang Belenggu Hutang

Puisi sosial 3 bait, menerjang belenggu hutang berikut ini semoga bisa bermanfaat baik untuk renungan maupun untuk pembelajaran. Mudah-mudahan bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat. 


Karya ini sengaja dibuat secara khusus untuk melengkapi apa yang sudah ada. Tema-tema khusus yang berhubungan dengan sosial masyarakat mungkin masih sedikit, jauh dari cukup. 

Untuk itu dengan tambahan satu judul lagi bisa lebih berfariasi. Apalagi kali ini yang diambil cukup unik yaitu tentang belenggu hutang. Cukup menarik bukan? 

Puisi ini tidak seperti yang lain karena sangat singkat. Panjangnya hanya terdiri dari 3 bait saja. Sengaja dibuat sebagai sarana pembelajaran bagi adik-adik pelajar. 

Kalau hanya pendek seperti ini tidak akan malas bukan untuk membacanya? Makanya, dari pada lama-lama lebih baik kita langsung ke karya tersebut. Yuk simak selengkapnya di bawah ini. 

Menerjang Belenggu Hutang
Puisi Sosial oleh Irma 

Menerawang, menembus langit, awan 
Dentang jam bergantian 
Hingga tengah malam, lebih 
Mata tak jua terpejam 

Seluruh badan luluh 
Lemas seharian berjuang 
Masih ada beban 
Tagihan segera datang 

Ah, begitu berat, begitu penat 
Menanggung hutang, untuk makan 
Tak berkurang, tak hilang 
Belenggu hutang membayang 

Cepat, kalau membaca yang hanya tiga bait seperti di atas mungkin tidak ada lima menit. Tapi coba dilihat, dirasakan bagaimana pesan yang ingin disampaikan penulis. Sungguh pilu. 

Bait pertama melukiskan sebuah keadaan yang pilu. Bisa kita bayangkan, ada seseorang yang telah berbaring dari sore namun belum juga bisa tidur sampai larut. 

Dilukiskan bagaimana matanya menerawang langit-langit hingga menembus awan. Hingga tengah malam ia belum juga bisa memejamkan mata. Ada apakah gerangan. 

Pada bait berikutnya digambarkan kondisi yang lebih berat. Meski tak bisa tidur sampai larut, ternyata orang tersebut sebenarnya sangat letih karena seharian bekerja. 

Badannya luluh, lemas karena seharian berjuang. Apalah daya, meski badan letih tapi masih ada beban. Masih ada pikiran yang mengganjal yaitu hutang yang segera harus dibayar. Sedih bukan? 

Bait ketiga menggambarkan bagaimana orang tersebut merasakan keadaan itu. Menurutnya hal itu begitu berat. Memiliki hutang, untuk sekedar makan dan belum juga bisa dilunasi adalah hal yang sangat berat. 

Bagi sang tokoh utama dalam puisi sosial tersebut, hutang merupakan sebuah belenggu yang terus membayangi. Apalagi, kenyataannya hutang yang ia miliki tak pernah berkurang. Tidak pernah lunas. 

Sedih dan pilu kalau kita membayangkan dan merasakan seperti itu. Benar tidak? Ya, mudah-mudahan apa yang disampaikan dalam karya sederhana tersebut bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. 

Bagi rekan pelajar atau pun pengunjung setia situs ini yang ingin mencari karya lain masih ada banyak. Rekan semua bisa mencari puisi tema sosial lainnya dibagian akhir pembahasan ini. Silahkan dipilih mana yang berkenan. 

Tag : Puisi, Sosial

Cerita lain:

Back To Top