Contoh Puisi 3 Bait tentang Politik, Kebencian

Nah, kalau untuk puisi 3 bait kali ini adalah sebuah puisi yang membahas tentang politik atau lebih tepatnya tentang sebuah kekecewaan terhadap penguasa. Karya yang satu ini dapat dijadikan sebagai pengingat, renungan sekaligus teguran bagi yang memang telah menyalahi amanat yang diberikan.


Seorang pejabat atau katakanlah penguasa mengemban amanah yang harus dijunjung tinggi. Namun pada kenyataannya ada saja pejabat yang tidak bertanggung jawab dan menyalahi amanah yang diberikan. 

Pada akhirnya akan tumbuh rasa kecewa dalam hati rakyat, yang memilih dan menitipkan amanah tersebut.

Begitulah, puisi berjudul “kebencian penguasa” berikut ini seolah menjadi sebuah luapan emosi akan kekecewaan yang dirasakan di dalam hati. 

Rasa kecewa yang tumbuh dan terus tumbuh menjadi besar dan akhirnya timbul sebuah kebencian, sungguh menyedihkan memang.

Terlepas dari semua itu, karya berikut bukan ditujukan untuk menghujat atau menghakimi. Karya berikut ditulis dengan itikad baik untuk menjadi inspirasi dan motivasi serta pembelajaran bagi kita semua agar menjadi insan yang lebih dapat dipercaya. 

Yuk kita baca dulu bagaimana puisi tersebut. Selengkapnya karya puisi 3 bait tersebut seperti di bawah ini.

Kebencian Penguasa
Oleh Gunarto

Terkadang kami tak pernah didengar
Bagai pak tua yang tengadah
Rasa ingin memberontak tak lagi ada
Hanya air mata kami mengadu
Wahai penguasa dimana hatimu
Kami lapar, tak pernah kau berikan
Setiap insan tersipu malu, mengemis dalam dekapmu
Apa layak kau disebut manusia

Kami bukan membelamu dalam sorak
Berkejar kejaran sakit menyapu
Ombak laut terdiam bagai es beku
Menyaksikan kesesatanmu

Tanganku terpaku, menatap langit bagai semu
Berdiri walau tak sepaham dengannya
Tapi inilah dukaku
Memilihmu
Tema : politik

Puisi di atas terdiri dari 3 bait yang satu sama lain merupakan satu kesatuan. Bait pertama begitu berbeda dengan bait kedua dan ketiga karena jumlah lariknya lebih panjang. 

Pada bait pertama tersebut terdiri dari delapan larik yang lumayan panjang sedangkan bait kedua dan ketiga hanya terdiri dari empat larik.

Dari berbagai larik yang ada dalam puisi di atas, ada satu larik yang cukup menyentuh dihati yaitu yang berbunyi “bagai pak tua yang tengadah”. 

Ketika membaca larik tersebut ada perasaan yang begitu sedih. Seolah keadaan memang begitu kejam sehingga diibaratkan dengan kalimat yang demikian.

Dapat dibayangkan, bagaimana perasaan anda ketika melihat seorang lelaki tua yang menatap ke arah langit, tengadah untuk mengharapkan hal yang tak pernah kunjung tiba. 

Dari satu kalimat tersebut tergambar begitu besarnya derita yang seolah dirasakan akibat seseorang yang tidak dapat mengemban amanah.

Terlepas dari makna atau cerita yang disampaikan dalam karya di atas, puisi terbaru tersebut jelas memiliki sisi estetis yang patut dihargai. 

Cukup indah dari segi pilihan kata yang digunakan dan susunan bahasa yang digunakan. Maka tak salah jika kami memberikan karya tersebut sebagai tambahan koleksi puisi 3 bait khusus untuk tema politik.

Mudah-mudahan dengan adanya tambahan karya di atas kita bisa memiliki lebih banyak karya puisi yang dapat dinikmati. 

Mudah-mudahan bisa menjadi hiburan sekaligus bisa menjadi bahan renungan dan pembelajaran untuk kita semua. Harapannya semua karya yang ada dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca.

Tag : Politik, Puisi, Sosial
Back To Top