Paling sedih kalau mendengar kisah cinta yang akhirnya harus
berpisah, tapi pada kisah cinta segitiga antara sahabat berikut ini anda pasti
akan bingung apakah harus bersedih atau harus sebaliknya. Bisa dikatakan,
cerpen berikut berakhir cukup tragis untuk rasa yang ada didalam hati
seseorang.
Sengaja dipilih sebuah cerpen cinta segitiga antara sahabat
dan pacar karena beberapa hari lalu banyak rekan pembaca yang mencari kisah
seperti ini. Cerita yang diangkat kali ini sebenarnya sudah tidak baru lagi
tetapi ending yang diberikan sungguh mengejutkan.
Cerpen berjudul “Hujan di Bulan Oktober” ini mengisahkan dua
orang gadis remaja yang bersahabat sangat erat. Salah satu dari mereka memiliki
kekasih, namun begitu, ternyata diam-diam sahabatnya juga menjalin kasih dibelakangnya.
Bukan cerpen cjr dan winxs memang tetapi kisah yang diangkat
sangat dalam, bahkan mungkin jika direnungkan bisa membuat pembaca berlinang
air mata. Bagaimana tidak, kalau biasanya kisah cinta seperti ini berakhir
dengan permusuhan tapi dalam cerita pendek ini tidak demikian.
Demi seorang sahabat, gadis kecil yang dikhianati tersebut
ternyata ikhlas menanggung perih dan derita karena tidak ingin menyakiti
keduanya, seorang sahabat dan seorang lelaki yang sangat ia sayang.
Bagus deh, mudah-mudahan karya ini akan membuat cerita yang
ada semakin lengkap. Jangan lupa baca juga beberapa cerita dengan tema seperti
ini yang juga sudah diberikan sebelumnya. Beberapa diantaranya yaitu:
1) Cerpen cinta segitiga sedih
2) Cerita cinta yang menyakitkan
3) Cerpen cinta segitiga sad ending
4) Cerpen cinta segitiga happy ending
5) Cerita cinta segitiga yang menyakitkan
Sudah deh, tidak perlu panjang lebar, kan kita belum membaca
cerpen tersebut, benar tidak? Ya sudah, sekarang kita baca dulu cerpen terbaru
kita kali ini. selengkapnya cerpen tersebut di bawah ini.
Hujan Bulan Oktober
Cerita Cinta Segitiga Nyata
Terlihat dua orang mengantar kepergian Esyaroh, dua orang
itu adalah Oannita dan Uhryan sahabat Esyaroh. Sebuah lambaian tangan itu
adalah pertanda perpisahan dua sahabat. Oannita, gadis cantik itu melepas Esyaroh
yang hendak pindah ke kota dengan senyum.
Rasanya ada badai menerjang sebuah cahaya kecil, ia takut
cahaya itu padam. Ia pun tak melepas kepergian sahabatnya tercinta itu, Uhryan
menemaninya disetiap detik-detik mengharukan itu. Uhryan memanggil Oannita dan
mencoba menghadirkan ketenangan untuk Oannita.
“Oannita”, lelaki
yang berusia dua tahun lebih tua dari wanita itu memanggil Oannita. “Uhryan,
mengapa sebuah pertemuan harus berakhir dengan perpisahan?” tanya Oannita.
“Itulah hidup Oannita, segalanya pasti akan berpisah pada
akhirnya.”
“Apa itu juga akan terjadi pada kita?”,
Uhryan terdiam. “Jawablah pertanyaanku itu Uhryan?” desak Oannita
yang meminta penjelasan dari Uhryan sejelas-jelasnya seraya tiada henti melihat
kejalanan untuk memastikan mobil yang ditumpangi Esyaroh telah jauh dari situ.
Sehingga tidak mendengar apapun yang mereka perbincangkan.
“Aku mencintaimu karena dulu kau menumpahkan air dihatiku.”
Kata Uhryan sok puitis, Oannita mengernyitkan kening, sama sekali tidak paham
maksud perkataan kekasihnya itu.
Melihat Oannita, Uhryan tertawa, lalu ia menjelaskan bahwa
sebenarnya selama empat tahun berpacaran dengan Esyaroh hatinya selalu penuh
dengan perasaan yang berapi-api, tetapi mencintai gadis secantik dan selembut Oannita
api-api itu padam dan air mulai membasahinya pelan-pelan, air itu sangat
nikmat, begitupun perasaannya, intinya Oannita itu lebih baik daripada Esyaroh.
“Tapi bagaimana bila ternyata penilaianmu terhadapku salah?
Bagaimana, bila ternyata Esyaroh adalah sebaik-baiknya kekasih diantara semua
kekasih terbaik, bahkan aku?”
“Itulah yang aku tidak tahu sekarang Oannita, maka ketika
kau bertanya apakah pada akhirnya kita akan berpisah maka jawabannya, aku belum
tahu.” Mendengar itu Oannita paham sekarang bahwa Uhryan lelaki yang amat
disukainya itu memang begitu pantas diperebutkan wanita.
Uhryan pria yang baik, tampan, tegas dalam berucap,
romantis, dan terlihat memukau dengan penampilannya yang rapi.
Waktu demi waktu mereka lalui, ia biarkan perasaanya dan
perasaan lelaki itu mengalir apa adanya, yang penting keduanya nyaman.
Bagaimana dengan Esyaroh? Apakah selama ini dia terlalu naif, apakah ia tak tahu
apa saja yang sedang terjadi di antara kekasihnya dan sahabatnya itu?
Apakah ia sama sekali tidak tahu perasaan lembut yang
menyentuh hati Uhryan dan Oannita? Sebenarnya Esyaroh itu lebih perasa
ketimbang bunga yang ketika disentuh manusia kuncupnya layu, dia lebih sensitif
dari pada siapapun.
Esyaroh tahu semuanya, tetapi ia rela rasa sakit hanya akan
mempecundangi diri sendiri, lebih baik ikhlas siapa tahu masih ada sejentik
perasaan cinta Uhryan untuknya.
Bahkan dalam angan rasanya ia ingin menendang-nendang dua
orang itu, tapi kenyataanya itu tak akan ia lakukan.
Oannita dan Uhryan pun semakin dekat, semakin cinta, semakin
akrab dengan ketulusan, di sekolah mereka tiada ragu untuk mengatakan bahwa
mereka sepasang kekasih.
Kabar tentang keberanian Uhryan dan Oannita mengungkapkan
status hubungan mereka sampai telinga Esyaroh, Esyaroh masih kuat menahan rasa
sakit itu.
Suatu hari Esyaroh merasa begitu pusing, badannya terasa
lemas, ia pun dibawa ke rumah sakit, kata dokter nyawanya dalam bahaya.
“Apa benar begitu dokter?” tanya Esyaroh yang kesekian
kalinya, dokter muda bernama Randy itu menghela nafasnya lalu mengangguk.
Setelah itu dokter Randy yang ganteng itu juga memintanya untuk
mendapatkan perawatan intensif beberapa bulan, Dewita pun menjalani perawatan
yang disarankan oleh dokter Randy.
Hari demi hari berlalu, Esyaroh tak yakin bisa kembali pulih
dengan keadaannya yang semakin memburuk.
Dokter Randy mengantarnya ke sebuah tempat dimana ditempat
itu ia jumpai alat-alat aneh semacam suntikan, dan lainnya.
Di tengah sakit yang dideritanya itu Esyaroh meminta kepada
sang ibu untuk menemui Oannita dan Uhryan dan berkata kalau Esyaroh akan
meninggalkan dunia ini dengan bahagia karena memiliki dua orang sahabat seperti
mereka berdua.
Esyaroh juga berpesan agar baik Oannita maupun Uhryan jangan
pernah merasa bersalah atas hubungan yang mereka tutup-tutupi selama ini, toh
memang cinta itu tak pernah salah, dan diantara mereka tak ada yang bersalah.
Suatu hari ibu Esyaroh datang menemui Oannita dan Uhryan
setelah dua hari kepergian Esyaroh.
Pagi hari hujan turun begitu derasnya pada bulan Oktober,
suasana sekolahan terasa sesak dan penuh dengan murid. Terlihat dua insan yang
sedang berpacaran duduk berteduh dibawah sebuah pohon yang lebat daunnya,
mereka adalah Uhryan dan Oannita.
“Oannita” ucap Uhryan, Oannita tak bergeming, masih ada luka
yang tersirat diwajahnya, yang juga hadir diwajah Uhryan.
“Oannita, mungkin kita memang harus berpisah.”
“Aku juga berpikir demikian Uhryan, mungkin Tuhan sedang
menghukum kita, kita melukai orang yang kita sayangi, dan karmanya kita
kehilangannya.”
“Kalau sebuah pertemuan memang harus berakhir perpisahan,
dan andai aku boleh memilih, dulu aku pasti memilih untuk tidak bertemu
denganmu ataupun Esyaroh.”
“Bagaimana mungkin Uhryan, itu sudah takdir, sebelum bertemu
denganmu aku selalu merasa menjadi seorang teman yang baik bagi Esyaroh.”
Oannita menangis tersedu-sedu seraya menggenggam tangan Uhryan,
Uhryan pun menggenggam erat pula tangan Oannita dan mencoba menghadirkan
ketenangan seperti biasanya.
Sebelum melepaskan genggamannya itu Uhryan tersenyum dan
berkata “Oannita, terima kasih telah mencintaiku, setelah ini kita jalani hidup
dengan damai.” Uhryan melepas genggamannya itu, yang kemudian kakinya diajaknya
berlari menerobos air hujan.
Oannita pun menatap kepergian sang mantan kekasih yang
melambaikan tangan, tersenyum, dan berkata air hujan itu terasa dingin.
Sementara Uhryan mencoba mencari kebahagiaan ditengah “Hujan Bulan Oktober.” Cerpen oleh Siti Masri’ah (XI IPA2)
---tamat---