Kepedihan di Balik Tawa Itu - Cerpen Cinta Sedih

Kesedihan atau kepedihan mungkin tidak dapat dipisahkan dari cinta. Tapi sering kali, kepedihan itu disembunyikan seseorang dibalik tawa. Itu mungkin tergambar dalam kisah cerpen yang akan kita bagikan kali ini. Cerpen ini mengambil tema cinta remaja yang akan menarik untuk dijadikan bahan bacaan saat santai. 


Tapi jangan sampai terlarut ya. Cerpen remaja ini hanya untuk bahan bacaan kita dalam belajar menulis. Supaya kita bisa pandai menulis. Pandai menuangkan gagasan kita dalam bentuk tulisan. Seperti apa ya isinya? Supaya tidak penasaran langsung kita nikmati saja ya.

Kepedihan di Balik Tawa Itu 
Cerpen Cinta Sedih 

Kala itu di sebuah taman yang teduh, Andini nampak sedang duduk berdua bersama dengan kekasihnya . Dia nampak bahagia bisa duduk bersama dengan kekasihnya. Saling bercerita, saling bercanda, juga saling menggenggam tangan masing-masing.

Bunga-bunga di taman jadi saksi bisu kebahagiaan dua insan yang sedang di mabuk cinta. Tenggelam dalam nuansa romance yang indah tiada tara. Suasana dunia yang masih sangat biasa laksana suasana nirwana bagi mereka berdua.

Suara-suara ramai dari para pengunjung taman lainnya tak bisa mereka dengar dengan jelas karena mereka sangat fokus satu sama lain. Sesekali pria itu membelai lembut rambut Andini. Menyibakan rambutnya kebelakang telinga. Menambah pesona elok di wajah Andini yang rupawan.

Tanpa ragu pria itu juga mengelus pipi Andini. Membelainya dengan lembut dan mesra. Elusan tangannya sarat akan rasa sayang dan cinta. Memberikan Andini sebuah kenyamanan yang sulit diterjemahkan. Lalu pria itu mengecup lembut kening Andini.

Dibisikannya sebuah susunan kata yang indah. Yang membuat Andini terbang melayang. Menuju alam bahagia yang tak pernah Andini bayangkan. Dan itu semua nyata. Sangat nyata.

Di sebuah tempat yang ramai Andini dan kekasihnya merasa tak ada orang lain selain mereka. Dunia Andini sudah penuh di isi oleh sang kekasih. Begitu juga pria itu. Dunianya juga sudah penuh di isi oleh sosok Andini.

Sudah tak ada ruang yang kosong lagi dihatinya. Hanya Andini seorang yang berhak mengisi hatinya. Tak ada yang lain.

“Ke kantin yuk.” Ucap Indri pada Andini. Dan sontak ucapannya itu berhasil membuat lamunan Andini buyar. Dan cairan beningpun sudah mulai mengambang di matanya.

Tapi, tidak sampai jatuh. Sekuat tenaga dia berusaha menahannya. Karena dia tidak pernah ingin nampak sedih dihadapan orang lain. Sebisa mungkin dia berusaha untuk tegar.

Sekalipun dunia yang baru saja ia lamunkan kini sudah berubah. Sangat berubah. Sosok pria itu kini tak lagi disampingnya. Tak ada lagi kekasih yang dulu selalu mengajaknya bercerita. Bercanda, bersenda dan bergurau, dan juga berbincang panjang.

Sosok pria itu kini telah pergi. Meninggalkan Andini sendiri dibumi. Dan membuat Andini menjadi rapuh. Digerogoti kisah masa lalu yang begitu indah.

Kini tiada lagi sosok pria yang dulu selalu membelai lembut rambut Andini. Menyibakkannya kebelakang telinga. Lalu menatap matanya dengan lekat. Kini tiada lagi tangan lembut yang mengelus pipinya seperti dulu.

Memberikan sentuhan lembut dan mesra lalu membisikannya sebuah susunan kalimat cinta. Dunia Andini yang indah kini telah sirna. Ruang yang dulu selalu penuh dengan sosok kekasihnya kini hanya menjadi ruang kosong tak berpenghuni. Memberikan rasa sakit dan ngilu yang dalam dihatinya.

“Kok palah bengong si din? Ayuk mau ke kantin engga? Kamu ngga laper ya?” Ucap Indri lagi mencoba menyadarkan sahabatnya.

“Ah..eng… iya-iya laper kok. Ayuk ke kantin.” Ucap Andini sembari berusaha tersenyum. Dia memang pandai menyembunyikan perasaannya dari orang lain. Meski hatinya hancur, dia sekuat tenaga berusaha untuk terus hidup.

Terus bergaul bersama teman-temannya. Dan juga terus tertawa bersama teman-temanya itu. Dimata teman-temannya, Andini adalah gadis manis yang selalu ceria. Belum pernah sekalipun Andini menampakan wajah muram dihadapan teman-temannya.

Dia selalu saja berusaha untuk tersenyum. Dan tak jarang dia juga tertawa lebar saat mendengar temannya bercerita. Itu lah manis. Gadis manis yang  yang pandai mencairkan suasana.

Gadis manis yang tak pernah lelah tertawa untuk temannya. Dan juga, gadis manis yang sudah patah hati gara-gara mantan kekasihnya. Teman-temannya tak pernah ada yang tau soal ini. Karena memang Andini tidak pernah menceritakan hubungannya pada teman-temannya.

Saat hubungannya berakhir, Andini juga tak bisa lagi menceritakan masalah ini pada temannya. Bahkan Indri yang merupakan sahabat terbaik Andini pun tak pernah tau masalah ini. dia tak pernah tau sesuatu yang ada dibalik tawa Andini.

Dia sama sekali tak bisa melihat rasa sakit itu. Rasa sakit yang selalu Andini sembunyikan dibalik tawanya. Rasa sakit yang selalu Andini tutupi dengan senyumnya. Dan dengan tingkahnya, dia selalu berusaha bersikap bahwa dia baik-baik saja. Seolah tak ada masalah yang perlu diceritakan.

***

“Kamu kenapa si din? Kok kayaknya dari tadi bengong mulu?” tanya Indri yang kini sudah duduk bersama dengan Andini di kantin.

“Eh.. engga kok. Engga papa. Lagi mikirin pelajaran aja.” Ucap Andini sembari tersenyum. Dan lagi-lagi dia berbohong pada temannya. Kebohongan ini selalu dia lakukan selalu ia lakukan kala bayangan itu melanda. Bayangan sosok seorang pria yang sudah membuat hati Andini hancur.

“Em… kirain ada apa.” Indri berucap lagi sambil terus memasukan sendok berisi makanan ke mulutnya. Sementara  Andini hanya bisa tersenyum manis. Berusaha menutupi kerisauan bayangan yang kini menyerangnya.

Saat mereka sedang duduk bersama, tiba-tiba seorang pria berjalan menghampiri mereka. Sosok seorang pria yang tampan. Berparas rupawan sama seperti Andini. Tapi dia lebih nampak seperti Andini dalam versi pria.

“Hey, boleh gabung engga?” Ucap pria itu yang kini sudah berdiri disamping Andini. Ditangannya sudah ada satu piring ayam rames dan juga satu gelas es teh yang siap dikonsumsi.

Andini menoleh kearah sosok  pria itu. Dan didapatinya rasa sakit yang semakin dalam. Tapi sebisa mungkin dia berusaha tersenyum untuk menutupi rasa sakitnya.

“Em.. yaudah duduk aja ndre. Kita malah seneng kok kalo kamu mau gabung.” Ucap Indri dengan sebuah senyuman. Andini juga hanya bisa tersenyum melihat sahabatnya. Indri memang sama sekali tidak tau hubungan Andini dengan Andre.

Saat mereka berdua berpacaran, juga saat mereka berdua berpisah. Indri sama sekali tidak tau akan hal itu. Andre dan juga Andini pun kini sukses menutupi hubungan mereka yang dulu begitu indah dan kini meninggalkan luka yang amat mendalam.

Saat mereka sedang duduk bertiga, mereka saling bercerita layaknya sahabat biasa. Namun, semua itu tetap tak bisa menyembuhkan luka Andini. Justru semua itu kini membuat lubang dihatinya terasa semakin dalam dan sakit. Walaupun begitu, Andini tetap berusaha untuk tegar. Dengan tawanya dia berusaha menutupi semua lukanya.

“Aku ke wc dulu ya. Kebelet nih.” Ucap Andini tiba-tiba. Dan dia kali ini kembali berbohong. Kali ini dia sudah tidak sanggup berpura-pura. Air yang sudah menggenang dipelupuk matanya sudah tak bisa ia tahan lagi.

Dan dia pun segera berlari menuju wc. Di dalam WC dia menangis tersedu-sedu. Tapi sebisa mungkin dia menutup mulutnya agar tak bersuara. Meskipun air matanya kini mengalir benar-benar deras.

Setelah dirasa cukup puas membuang air matanya, kini Andini pun segera berjalan meninggalkan WC. Namun belum sempat ia kembali ke kantin, tiba-tiba sosok Andre sudah ada di hadapannya. Dia berdiri dengan tatapan yang tajam.

Seperti ingin mengorek sesuatu yang ada didalam diri Andini. Andini pun hanya bisa tersenyum melihatnya. Berusaha menutupi luka yang baru saja membuatnya  menangis.

“Aku sayang kamu.” Ucap Andre pada Andini. Namun Andini sama sekali tak menggubrisnya. Ia hanya tertawa kecil sambil terus berjalan menuju kantin. Berharap Indri masih menunggunya disana.

“Apaan si ndre.” Ucap Andini sambil berlalu melewati Andre.
“Aku masih sayang sama kamu. Dan kamu juga masih sayang sama aku kan?” ucap Andre sambil membalikan tubuhnya.

Menatap Andini yang kini sudah berjalan membelakangi tubuhnya. Sejenak Andini pun berhenti. Rasa sakit itu kembali merasuk kedalam tubuh Andini. Membuat air mata kembali menggenang dipelupuk matanya.

“Kamu mungkin bisa bohongin yang lain dengan tawa kamu. Tapi tidak dengan aku. Aku bisa liat jelas semuanya. Kamu masih nyimpen sesuatu dibalik tawa itu kan?” Ucap Andre lagi. Andini sama sekali tak menjawab. Dia melanjutkan langkahnya dan berusaha segera meninggalkan Andre.

“Aku sayang sama kamu Din. Aku enggak bisa kehilangan kamu.” Ucap Andre lagi sedikit berteriak. Dan kali ini air mata Andini tak terbendung lagi. Air mata itu tak lagi bisa ia tutupi. Air mata yang selalu ia sembunyikan dibalik tawanya. Kini mengalir deras membasahi bumi yang indah.

---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top