Kapankah Aku Siap Melamarmu, Contoh Cerpen Cinta Romantis

Mungkin kisah yang akan kita baca kali ini merupakan kisah cinta romantis, benar tidak ya? Ya kalau dilihat dari judulnya sih. Meski begitu, tentu ceritanya tidak sederhana sekali. Pasti ada hal-hal yang membuat kisah yang diangkat menjadi unik.


Makna atau pesan yang ada dalam cerpen ini mungkin bisa dijadikan renungan, atau mungkin bisa juga dijadikan motivasi agar kita bisa lebih giat dan berusaha lebih keras dalam menggapai kebahagiaan cinta. Bukankah bahagia tidak bisa datang sendiri dan harus diraih, bukan begitu?

Apapun itu, kisah kali ini bisa menjadi tambahan koleksi dan referensi bahan bacaan untuk sekedar hiburan. Apalagi berbagai karya yang sudah dibagikan juga belum begitu banyak koleksinya, jadi dengan ditambah satu lagi kan lumayan.

Seperti apa suasana yang akan dihadirkan dalam karya kali ini? Apakah dari awal sudah ada mendung yang menyelimuti perasaan? Apakah kesedihan akan menjadi akhir perjalanan cinta, dari pada penasaran lebih baik dibaca langsung cerita selengkapnya.

Kapankah Aku Siap Melamarmu
Cerita Cerpen Cinta Romantis

“Kapan mau nikah?” itu lah satu pertanyaan yang selalu aku takutkan ketika bertemu dengan teman-temanku. Memang sangat wajar mereka bertanya seperti itu mengingat umurku yang sudah mendekati kepala tiga.

Tapi, gimana mau nikah lawong pacar aja enggak punya. Aku sebenarnya sudah berkali-kali pacaran. Dan semua nya selalu berakhir tanpa ada suatu ikatan yang resmi. Sebenarnya bukan karena ada masalah besar apa lagi karena masalah cinta.

Tapi yang paling membuatku tidak tahan untuk pacaran adalah tidak adanya kesiruasan dalam menjalin sebuah hubungan. Setiap kali aku menyinggung soal pernikahan dan lamaran mereka selalu berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.

Sekalinya aku berhasil menggagalkan mereka mengalihkan pembicaraan, sabar dan belum siap adalah jawaban terbaik mereka. Ah, entahlah semuanya terasa sama saja.

Hampir selalu seperti itu tiap kali aku menjalin hubungan. Karena merasa bosan dan jenuh, akhirnya aku memutuskan untuk tidak mau pacaran selama dua tahun. Dan benar saja, aku berhasil melalui dua tahunku dengan lancar tanpa adanya seorang kekasih.

Aku berusaha untuk fokus pada pekerjaan dan karir. Sampai akhirnya kini aku berhasil mendapatkan suatu jabatan yang lumayan penting di kantor. Saat-saat seperti ini-lah yang membuat hati dan pikiranku menjadi risau.

Aku menikmati sebuah kesuksesan sendirian. Saat orang lain merasa rumahnya terlalu kecil untuk di tinggali keluarganya, aku malah merasa rumahku terlalu besar untuk ku tinggali sendirian.

Yaah, sepertinya aku memang membutuhkan seorang pendamping hidup. Tapi kemana lagi aku akan mencari jodoh? Setiap hari aku hanya ke kantor. Di hari libur aku hanya menghabiskan waktu untuk tiduran di rumah.

Bagaimana bisa aku mendapatkan jodoh kalau terus seperti ini. Aku sudah tidak tahan dengan kerisauan ini dan akhirnya aku memutuskan untuk pergi menemui orang tuaku.

Berharap mereka akan bisa memberikan sebuah pencerahan atau mengenalkanku dengan anak dari salah satu sahabat mereka.

Sesampainya  di rumah orang tuaku mereka malah menceramahi ku habis-habisan. Sebenarnya bukan menceramahi, kata-kata mereka lebih condong kearah membully.

Mereka menyalahkanku karena aku terlalu fokus pada pekerjaanku. Aku tidak pernah mempertimbangkan masalah pendamping hidup. Kini mereka bilang aku sudah terlalu tua jika mau di jodohkan dengan anak dari teman-teman mereka. “Sialan!”

Sampai akhirnya kedua orang tua ku menasihati dan menyarankanku untuk solat malam. Duh, yan benar saja, sholat subuh saja aku sering kesiangan gimana mau sholat malam.

Tapi demi menjaga ketaatanku pada orang tua dan Sang Pencipta, akhirnya aku menuruti perintah mereka juga. Aku mulai rutin melaksanakan solat malam. Meskipun sulit dan sesekali bolong aku tetap terus berusaha untuk melaksanakannya.

Sampai suatu hari ada penerimaan karyawan baru di kantorku. Setidaknya ada beberapa karyawan baru yang lumayan cantik. Tapi perhatianku justru malah tertuju pada seorang wanita yang tidak cantik-cantik amat.

Dia mengenakan sebuah jilbab yang panjang. Mungkin karena penampilannya yang nyentrik ini juga lah akhirnya aku menaruh perhatian padanya.

Kebetulan dia berada di divisi yang sama denganku sehingga secara tidak langsung aku menjadi atasannya. Jadi dengan leluasa aku bisa setiap hari memandanginya.

Tapi setiap kali aku memandanginya dia selalu memalingkan wajahnya. Tiap kali aku berusaha mendekatinya dan mencoba membuka pembicaraan dengannya, dia selalu menghindar.

Hanya obrolan masalah kantor yang penting saja lah yang mau dia obrolkan denganku. Tentunya hal ini membuat rasa penasaranku semakin besar. Akhirnya ku putuskan untuk mencari informasi tentang dia dari salah seorang temannya.

Dari temannya itu aku tau nama nya adalah Adelia Suci Divega. Tentu aku sedikit tertegun mendengar namanya itu. Jadi dia adalah karyawan yang sering dibicarakan oleh orang-orang kantor.

Yah, memang inovasi dan hasil pemikirannya bisa membuat kontroversi tersendiri. Pemikirannya segar, baru, dan mendobrak. Yaah, bisa di bilang dia gadis yang bertampang biasa saja tapi memiliki otak yang luar biasa.

Aku juga bertanya pada temannya mengenai statusnya, apakah dia seorang jomblo, janda, atau apa. Dari temannya itu jugalah aku tau kalau dia masih jomblo. Dia saat ini sedang sibuk memikirkan pendidikan s2 nya dan tidak sempat untuk memikirkan pacaran. Itulah yang bisa aku simpulkan dari informasi yang kudapat.

***

Suatu hari aku melihat dia sedang mengambil minum di salah satu ruangan. Iseng-iseng aku menghampirinya dan ingin mengobrol dengannya. Karena di ruangan yang seperti ini kali ini dia tidak akan bisa lolos lagi dari ku.

“Hey Adel, kamu sudah punya pacar belum?” tanya ku padanya. Dia sedikit tersedak karena kaget mendengar ucapan dan kedatanganku yang tiba-tiba.

“Eng.. maaf ya sudah ngagetin.” Ucapku padanya.
“Eng… iya pak enggapapa.” Ucapnya lembut.
“Jadi gimana? Kamu udah punya pacar apa belum?” tanya ku lagi.

“Saya engga pacaran pak. Pengennya langsung nikah” Ucapnya tegas. Kali ini dia tidak berusaha menghindari ku karena memang aku tidak membiarkannya menghindar.

“Terus udah punya calon buat nikah?” Tanya ku lagi.
“Belom pak. Saya ada urusan pak. permisi ya assalamu’alaikum.” Ucapnya lagi berusaha menghindari ku. Tapi aku segera berusaha mencegahnya dengan merentangkan tanganku.

“Kok kamu kayak ngindarin aku gitu si?” ucapku padanya. Dia hanya terdiam dan menunduk. Tapi dia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah.

“Aku suka sama kamu? Kamu mau ngga jadi istriku?” Ucapku berusaha serius. Tapi dia tampak begitu kaget. Mukanya benar-benar memerah kali ini. Sepertinya dia juga ingin segera menikah.

“Ehm.. jangan bercanda pak. Kita belum lama saling mengenal.” Ucapnya lagi. Kini dia menundukan wajahnya berusaha menyembunyikan wajah yang sudah memerah.

“Bukannya kita punya waktu untuk saling mengenal begitu kita menikah?” Ucapku padanya. Dia hanya terdiam. Lalu tiba-tiba dia berjalan berusaha melewatiku. Aku berbalik dan kini dia memunggungiku.

“Jadi kapan aku bisa melamar kamu?” Ucapku sedikit berteriak. Beruntung suasana kantor masih sepi karena ini jam makan siang, jadi tak banyak yang melihat kejadian ini. Adel sama sekali tidak memberi jawaban padaku.

***

Aku merebahkan badanku di atas kasur. Meratapi nasib cinta ku yang begitu tragis. Miris sekali, bahkan aku ditolak oleh bawahanku sendiri. Tiba-tiba hanphoneku bergetar menandakan ada pesan yang masuk. 

Kulihat layar ponselku dan tertulis nama Adel disana. “Secepatnya, kalau bisa besok langsung datang ke rumahku untuk melamarku”.  Itu lah isi pesan yang datang dari Adel.

Aku langsung terperanjak dari kasur dan berteriak-teriak kegirangan. Keesokannya aku meminta orang tuaku untuk membantuku melamar Adel. Dan akhirnya acara lamaranpun berjalan dengan lancar. 

Adel menerima lamaranku dan kemudian meminta aku menikahinya dalam waktu satu minggu ke depan. Tanpa perlu berfikir panjang aku pun langsung menyanggupi tawarannya itu.

Akhirnya resepsi pernikahan kami berjalan lancar. Meskipun tidak mewah tapi resepsi berjalan dengan penuh khidmat. Aku sangat bersyukur karena bisa mendapatkan wanita seperti dia. Tak hanya cantik, tapi dia juga cerdas dan sholehah. Benar-benar wanita yang baik untuk dijadikan sebagai ibu dari anak-anakku.

---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top