Cerita Cinta Sedih, Pembuktian Senja

Sebuah cerita cinta dengan suasana sedih bisa membuat kita larut didalamnya. Kita, yang membaca bahkan biasanya juga bisa ikut merasakan apa yang dirasakan si tokoh dalam cerita tersebut. Itulah menariknya membaca cerpen.


Wajar karenanya jika banyak anak-anak remaja yang menghabiskan waktu santainya dengan menikmati bahan bacaan seperti ini. Cerpen - cerpen sederhana yang ringan dan menghibur seperti yang akan kita baca kali ini. 

Pembuktian Senja
Cerita Cerpen Cinta Sedih

Sudah hampir delapan bulan lebih aku berpacaran dengan Bastian. Dia adalah pria yang baik. Aku selalu senang menatap matanya. Mendengar tawanya, mendengar ceritanya, juga duduk bersamanya. Entah kenapa aku bisa begitu dalam jatuh cinta kepadanya. 

Dia tidak terlalu tampan. Wajahnya lekat dengan predikat biasa-biasa saja. Dia juga bukan anak orang kaya. Keadaan ekonomi keluarganya masih sangat wajar. Sama seperti keluarga-keluarga lainnya.

Mereka memang selalu berkecukupan dan selalu bisa memenuhi kebutuhan Bastian. Tetapi, tetap saja mereka masih jauh jika disebut sebagai orang kaya.

Siang ini Aku duduk bersama dengan  Bastian di kantin. Setiap hari aku dan dia memang selalu makan bersama saat jam istirahat kedua tiba. Dan entah kenapa aku tak pernah bosan makan bersamanya.

Aku selalu senang menatap caranya mengunyah makanan. Aku juga selalu senang gayanya memainkan sendok. Dan kala dia tersedak, aku selalu bisa tertawa lepas. Dia benar-benar dunia ku.

Tak pernah terbayangkan apa jadinya jika aku kehilangan dia. Dia selalu bisa menenangkanku saat aku gelisah. Kala aku merasa takut dan gugup untuk sesuatu yang ada dihadapanku, dia selalu ada untuk menggenggam tanganku. Dan dalam genggamannya, seolah dia berkata bahwa aku bisa.

Kala aku bingung menentukan sebuah keputusan, dialah  orang yang akan dengan tulusnya membimbingku. Membawa ku kedalam pilihan yang benar. Membukakan mataku akan lebarnya dunia. Dan membuatku menatap utuh sebuah masalah. Dia sudah seperti malaikat yang Tuhan kirimkan untuk menjagaku.

“Nanti siang kita kemana?” Tanya ku antusias saat aku sedang makan bersamanya. Dia mengambil gelas didepannya lalu diteguknya es teh dalam gelas itu. Membuat makanannya masuk kedalam kerongkongan dan melancarkan makanan itu meluncur menuju lambungnya.

“Nanti siang aku ada latian basket. Maaf ya, aku ngga bisa ngajak kamu jalan. Aku juga ngga bisa nganter kamu pulang.” Ucapnya dengan nada memelas. Seperti biasa aku akan selalu memasang wajah cemberut jika suasana sudah seperti ini. Biasanya dia akan berubah pikiran jika wajahku sudah cemberut begini.

“Tapi lain kali pasti aku bisa kok.” Ucapnya dengan senyum lebarnya. Seolah berusaha untuk meyakinkanku. Tapi, tetap saja ucapannya masih belum bisa menghilangkan raut cemberut diwajahku.

“Aduh sayang, dengerin aku deh. Aku janji pasti lain kali aku bisa. Sekali ini aja dong biarin aku main basket sama temen-temenku. Please ya?” Ucapnya berusaha memelas.

Dia meletakkan kedua tangannya kepundakku. Wajahnya juga didekatkan kearahku. Menatap mataku intens. Dan kali ini dia telah sukses membuat raut cemberut di wajahku menghilang. Entah kenapa dia jadi seperti ini.

Tidak biasanya dia menolak jalan denganku sepulang sekolah. Dan entah kenapa juga kali ini aku bisa takluk dengan permohonannya.

“Yaudah deh. Tapi janji ya?” Ucapku mendelik kearahnya.
“Iya sayang. Janji.” Dia menampakan senyum  puas. Sembari mengangkat kedua jarinya. Dan itu sukses membuat hatiku luluh.

Senyumnya benar-benar mampu menggetarkan hatiku. Lesung dipipinya tampak sangat manis kala dia tersenyum lebar seperti ini. Dan memaksaku untuk membalas senyuman itu dengan sepenuh hati.

***

Bel sekolah sudah berbunyi. Suasana kelasku menjadi riuh karena ulah siswa yang kegirangan mendengar bel berbunyi. Satu-persatu siswa berebut berlarian kearah pintu.

Seperti para buaya yang berebut seeokor ayam dalam kandangnya. Buaya-buaya itu adalah siswa kelasku, dan pintu itu adalah ayamnya.

“Jangan pulang dulu ya Ren, kita ngerjain tugas kimia dulu.” Ucap Indri-teman sebangku ku. Hari ini kami memang mendapat tugas kimia. Tapi tidak kusangka Indri  akan mengajakku mengerjakannya langsung seperti ini. padahal tubuhku terasa sedikit letih dan ingin segera beristirahat.

“Aduh ndri, badanku rasanya lemes banget. Kalo besok aja ngerjainnya gimana?” Ucapku berusaha menolak ajakannya.

“Yaah, kamu kan yang paling pinter kimia dikelas ini Ren, kalo engga sama lo sama siapa lagi coba ngerjainnya?” Ucap Syifa yang kebetulan duduk dibelakangku. Selain Syifa dan Indri, disana juga ada Rayhan yang memandangi ku dengan tatapan memohon.

Hasilnya, aku pun luluh dihadapan mereka. Aku terpaksa membantu mereka mengerjakan tugas kimia, karena jika aku tidak membantu mereka sekarang. Esok hari aku hanya akan dianggap patung oleh mereka. Dan kejadian macam ini sudah seringkali terjadi.

“Yaudah deh. Jangan lama-lama tapi ya.” Jawabku lemas. Lalu mereka bertiga akhirnya memasang wajah kegirangan.

Terlebih Rayhan. Dialah yang terlihat  paling senang. Entah karena memang dia ingin segera mengerjakan tugas kimia, atau karena dia hanya ingin bersamaku lebih lama. Dia memang sudah lama menyukaiku.

Pernah sekali dia mencoba mengungkapkan perasaannya padaku. Tapi, saat itu aku sedang bahagia bersama Bastian. Dan tidak mungkin aku menerimanya. Meskipun dia adalah pria yang baik, terlewat baik malah. Aku tetap saja tidak bisa meninggalkan Bastian. Dia sudah seperti oksigen untukku.

***

Setelah cukup lama mengerjakan tugas bersama, akhirnya semuanya selesai. Dan aku sudah bisa pulang sekarang. Tubuhku benar-benar terasa letih. Ingin sekali rasanya aku segera membaringkan tubuhku di kasur.

Lalu terpejam untuk waktu yang lama. Tapi, itu semua terasa tidak mungkin. Senja sudah menampakan wujudnya. Dan aku tidak bisa tidur disore hari. Jika itu terjadi, ibuku akan segera menyirami ku dengan berbagai macam nasihat gilanya.

“Kamu pulang sama siapa Ren?” Ucap Rayhan yang sedang berjalan dibelakangku. Sepertinya dia sudah bersiap dengan keadaan semacam ini.

“Eh, aku pulang sendiri aja han, ibuku udah berangkat jemput aku kok.” Ucapku  sembari tersenyum kearahnya. Lalu dia mempercepat langkahnya hingga dia kini berjalan tepat disampingku. Dan alhasil, aku pun berjalan bersama dengan Rayhan.

Saat sedang berjalan dengan Rayhan, mataku mencari-cari sosok seseorang dilapangan basket. Namun betapa terkejutnya aku saat mendapati sosok seseorang itu. Dia dengan wajah serius menggenggam erat tangan seorang gadis. Gadis itu bernama Melly. Aku tau itu karena dia adalah adik kelasku. Dan pria itu? Oh Tuhan… aku tidak mungkin salah lihat. Dia adalah Bastian.

Aku ingin sekali berlari kearahnya dan segera memarahinya. Tapi Rayhan mencegahku dan memberikanku isyarat untuk bersembunyi dari pandangan mereka.
“Please Mel, kamu mau ya jadi pacarku?” ujar Bastian dengan suara memelas. Sama persis dengan apa yang dilakukannya terhadapku dulu.

“Aduh kak.. kakak ngga baca sms aku ya? Aku ngga bisa kak, kamu itu pacarnya kak Reni.” Jawab Melly pada Bastian. Tapi dia sama sekali tidak berusaha melepas genggaman tangan Bastian.

“Aku bakal mutusin Reni buat kamu mel.” Ucap Bastian tegas. Sangat tegas. Dan sontak ucapannya itu berhasil membuat air mataku mengalir. Rayhan mengelus pundakku lembut. Seolah meyakinkanku bahwa semuanya  akan baik-baik saja.

“Kapan?” Tanya Melly lagi.
“Hari ini juga.” Jawab Bastian serius.
“Janji?.”

“Janji sayang. Cuma kamu yang aku suka mel. Dan cuma kamu seorang gadis yang ingin kubahagiakan.” Itulah kalimat terakhir yang kudengar dari mulut Bastian.

Air mataku pun semakin menjadi-jadi. Dadaku terasa sangat sesak. Aku berlari melewati koridor. Melalui jalan yang berbeda dengan jalan yang seharusnya. Aku merasa malu jika harus menangis dihadapan Rayhan. Dia berusaha mengejarku tapi aku menolaknya. Aku benar-benar ingin sendiri saat ini.

Kutatap langit senja sore ini. hatiku terasa masih sangat hancur. Apa yang aku alami sekarang sama persis dengan kejadian yang dialami oleh mantan pacar Bastian.

Kalau saja senja kala itu aku lebih memikirkan gadis yang menjadi pacar Bastian, mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. kalau  saja senja itu aku bisa menolak kehadiran Bastian, mungkin rasaku tak akan pernah sesakit ini. kalau saja… kalau saja… Ah, semakin aku mengingatnya hatiku benar-benar terasa semakin ngilu.

Senja telah memberikan pembuktiannya. Senja kala itu, aku telah membuat hati wanita lain hancur karena aku menerima Bastian. Dan senja saat ini, hatiku lah yang hancur karena wanita lain merebut Bastian dariku. Mulai saat ini, sepertinya senja akan menjadi teman yang buruk untuk hari-hariku.

---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top