Masuk kategori cerita pendek tentang usaha yang bersifat khayalan, cerita kali ini juga cocok untuk dijadikan teman santai ya. Kalau yang ingin mendapatkan motivasi dalam membangun sebuah usaha sukses, tidak salah membaca cerita penjual gorengan ini.
Coba kita bayangkan, seperti mustahil tetapi saya yakin pasti ada motivasi yang bisa kita dapat dalam membaca kisah seperti ini. Apalagi untuk kita yang memang sedang berjuang untuk membuka atau merintis sebuah usaha. Sudah, tidak usah lama-lama. Langsung dibaca saja ya.
100 Juta Satu Bulan, dari Jual Gorengan
Cerpen Motivasi Usaha
Di sebuah perempatan jalan yang lenggang, nampak begitu banyak mahluk Tuhan lalu lalang melintasi bumi-Nya. Wajah-wajah mereka tampak lusuh. Tak ada satupun gairah terpancar dari wajah mereka.
Tak ada senyum ramah mengambang di wajah mereka. Bahkan
mulut mereka terkunci hanya untuk sekedar bertegur sapa. Aneh, tapi begitulah
nyatanya. Keadaan yang menyedihkan.
Ini lah cermin kehidupan yang fana. Tak ada kata bahagia
dalam wajah mereka. Wajah mereka sama sekali tidak mendapat perintah untuk
bergembira oleh otaknya. Otak mereka
sibuk dengan segala macam pikirannya masing-masing. Terperanjat dalam dunia
yang tak pernah mereka hinggapi.
Sudah satu jam
berlalu sejak matahari tenggelam. Tapi, Wawan masih tampak begitu gusar di
balik gerobak dagangannya. Sudah dua jam dia berjualan. Tapi tak kunjung
pembeli datang menghampirinya.
Wawan sudah berjualan hampir lebih dari dua bulan. Tapi
usahanya tak kunjung maju. Semuanya masih sama-sama saja. Tidak banyak yang
berubah. Setiap hari dia hanya bisa mengembalikan modal berdagangnya.
Sekalinya dia mendapat untung, uangnya langsung habis untuk
makan. Juga tak jarang dia merugi karena jualannya selalu sepi. Hari ini Wawan
masih berjualan seperti biasanya.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, dagangannya masih sepi.
Tidak banyak orang yang mau membeli gorengannya. Bahkan hanya untuk sekedar
mendapatkan pelaris pun susah.
Diliriknya sebuah jam tangan yang melingkar dipergelangan
tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Tapi, barang dagangannya
masih banyak. Dia sebenarnya adalah seorang pedagang gorengan yang ramah.
Selain itu gorengannya juga enak. Dia selalu membuat
gorengan dengan sepenuh hati. Dia juga berjualan dengan integritas yang tinggi.
Baginya, pelanggan adalah yang utama. Pelanggan adalah seorang yang benar-benar
harus dihormati. Dan taka da yang lebih dia segani selain pelanggan.
Dia kembali melirik ke arah jam tanggannya. Waktu sudah
menunjukan pukul dua belas malam. Ini artinya dia harus segera pulang. Semakin
lama dia disini semakin banyak mudharat yang dia dapatkan.
Karena memang sudah tidak banyak lagi manusia yang lalu
lalang. Di dorongnya gerobak gorengannya. Tubuhnya terasa lesuh. Hasil
penjualan yang seharusnya bisa menghilangkan letihnya, justru malah membuatnya
sekamin lelah. Dia merasa hidup begitu sulit.
Tak dirasakannya sesuatu yang disebut surge dunia. Baginya
dunia tak ubah halnya seperti miniatur neraka. Sejak kecil kata miskin seperti
sudah melekat didalam dirinya. Orang tuanya meninggal saat dia masih berusia 15
tahun. Dan setelah itu dia pun harus rela hidup sendirian. Benar-benar sendiri.
Kini usianya sudah menginjak delapan belas tahun. Usia
dimana seharusnya bisa bersenang-senang dengan kawan sebayanya. Usia dimana dia
seharusnya bisa duduk manis menimba ilmu di bangku kuliah.
Dia juga seharusnya bisa memiliki seorang pacar yang cantik
di usianya ini. tapi, inilah dia yang sekarang. Berjalan menyusuri jalan
setapak dibelakang gerobak gorengannya.
Meratapi nasib sedih yang tak kunjung berakhir. Ini lah dia,
bujang kurus kerating yang selalu direndahkan oleh tetangganya. Yang merasa muak dengan kejamnya dunia.
Di dalam hatinya, ingin sekali dia menjadi orang sukses dan
kemudian membalas cemoohan tetangga-tetangganya itu. didalam pikirannya, dia
tak henti-hentinya mencari ide untuk segera menjadi sukses.
Tapi, nasib buruk masih enggan pergi dari kehidupannya. Dia
masih setia menemani hari-hari Wawan. Dan nasib baik pun seolah enggan
bersahabat dengan Wawan. Seperti merasa jijik dengan Wawan yang selalu miskin.
Saat Wawan mendorong gerobak gorengannya, tiba-tiba ia
bertemu dengan sosok seorang kawan lama. Sosok yang sudah cukup lama tidak ia
temui. Tapi dia masih bisa mengenalinya.
Begitupun dengan sosok kawan lamanya itu. Mereka berhenti
sejenak. Saling memandang satu sama lain. Menerka-nerka dan menebak-nebak siapa
sosok yang sedang dilihatnya ini.
“Wawan?” tanya kawan lamanya itu dengan sedikit terkejut.
“Rusli?” Ucap Wawan dengan mimik yang sama dengan kawan
lamanya.
Diletakannya gerobak gorengannya sembarang. Dia langsung
bergerak mendekat kea rah Rusli. Dia memeluknya erat. Berharap dengan
pelukannya itu dia bisa menghilangkan rasa rindu pada kawan lamanya.
Hal sama juga dilakukan oleh Rusli. Dia juga memeluk erat
tubuh sahabatnya itu. berharap rasa kangennya akan bisa terobati.
“Aduuuh. Kau kemana saja bung? Sudah lama sekali kita tak
jumpa.” Ucap Wawan sembari menepuk-nepuk pundak Rusli.
“Aku baru saja kembali dari Jakarta bung. Datang kemari
karena ingin bertemu dengan sahabat lama ku. Aku tengok kau dirumahmu, tapi kau
tak nampak. Makannya aku berjalan disini berharap bisa berjumpa dengan kau di
daganganmu.” Ucap Rusli dengan senyum sumringah.
“Mari kerumahku. Kita akan bercengkrama panjang lebar
tentang mimpi kita seperti dahulu kala.”
“Baiklah, aku juga sudah tak sabar duduk bersama dengan
sahabat lama ku.”
***
Di sebuah rumah kecil milik Wawan, nampak Rusli dan Wawan
sedang asik berbincang. Malam semakin larut tapi mereka tak kunjung terpejam.
Mereka sedang asik mengobrol mengenai berbagai hal di masa lalu mereka.
Setelah puas membicarakan masa lalu, akhirnya mereka
berganti topik dan beralih membicarakan masa depan. Di sinilah awal titik
kebahagiaan bagi Wawan. Tak disangka nya ternyata Rusli datang padanya dengan
menawarkan sebuah kerja sama yang begitu menarik.
Wawan diberi amanah oleh Rusli untuk mengemban berbagai
kedai gorengannya. Rusli memiliki setidaknya dua puluh kedai diberbagai daerah.
Dan dengan bantuan Wawan, Rusli yakin dia bisa menambah dan mengembangkan
kedai-kedainya.
Sebuah mimpi yang gemilang. Seratus juta satu bulan. Bukan
hanya angan belaka. Kini semua itu sudah nampak nyata didepan mata. Hanya
tinggal memberikan sedikit sentuhan kerja keras dan seratus juta satu bulan
akan segera terwujud.
---oOo---
Cerita di atas adalah
cerita fiksi dan bukan kenyataan. Cerita tersebut dibuat untuk memberikan
motivasi dan inspirasi bagi kita yang sedang berjuang untuk mendapatkan hidup
yang lebih baik. Tetap semangat, semoga kita menjadi orang sukses di masa
depan.