Motivasi itu penting, dan kali ini kita akan menyajikan sebuah motivasi religius dari sebuah cerpen singkat yang mudah untuk dinikmati. Karya cerpen ini masuk kategori religi dan bisa menjadi hiburan untuk kita semua.
Dengan menikmati kisah - kisah seperti ini kita akan mendapatkan bukan hanya motivasi tetapi juga mendapatkan pembelajaran yang kita butuhkan dalam menulis. Ingat, kemampuan menulis juga penting untuk di asah sejak dini. Yuk kita baca cerita singkat kali ini!
Teguran Itu Cahaya Masa Depan
Cerpen Motivasi dan Religi
Pagi ini aku bangun kesiangan lagi. Entah sudah berapa kali aku bangun kesiangan. Tapi, aku seperti tidak kenal lelah bangun siang. Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan teguran-teguran yang selalu guru BK lontarkan padaku. `
Karena bangun sering
bangun kesiangan aku selalu saja datang ke sekolah terlambat. Segala macam
hukuman dan juga teguran sudah aku rasakan. Tapi sama sekali tidak membuatku
jera.
Entah apa yang sudah membuatku bangun kesiangan. Aku selalu
memasang alarm tapi suara alarm tak pernah bisa membangunkanku. Ibuku selalu
pergi di pagi hari, dan dia tidak pernah sempat membangunkanku. Ini lah aku
yang sekarang. Bangun saat matahari sudah terik dan dengan buru-buru langsung
berlari ke arah kamar mandi.
Setelah selesai mandi aku langsung memakai seragam
sekolahku. Memikul tas merah dipunggung dan segera memakaikan sepatu dikakiku.
Kuambil sepedah kecilku dan segera ku kayuh menuju sekolah.
Beruntung, masih ada Andini yang juga sepertinya bangun kesiangan. Dia
membuatku memiliki teman dijalan. Dan juga membuatku tak sendiri saat dimarahi
guru BK nanti.
“Eh Reni, Kamu belum berangkat juga?” tanya Andini saat menyadariku bersepedah
dibelakang nya.
“Iya ini, aku bangun kesiangan. Kamu bangun kesiangan juga?”
Ujarku padanya. Dia hanya mengangguk sembari tersenyum.
Dia nampak bahagia karena dia memiliki teman yang juga
terlambat. Dan dari sorot matanya aku bisa merasakan sesuatu. Mimik wajahnya
berubah. Dengan senyum yang masih mengambang diwajahnya, dia memberikan isyarat
untuk balapan.
Dengan mata yang berbinar penuh semangat dia tiba-tiba
langsung menggoes sepedahnya kencang. Sontak itu semua berhasil membangkitkan
semangatku. Aku pun segera mengayuh sepedaku kencang. Berusaha mengejarnya yang
sudah berada jauh didepanku. Balapan sepeda dipagi hari pun tak terhindarkan.
Dengan penuh kegembiraana aku terus mengayuh sepedaku.
Sesekali aku berhasil mendahuluinya, tapi dia segera mendahuluiku lagi. Seperti
it uterus sampai akhirnya kami tiba disekolah.
Aku benar-benar bahagia memiliki sahabat seperti Andini.
Tapi rasa bahagia ku seketika hilang saat aku dan Andini menaruh sepedaku
diparkiran. Kulihat pak Harfan sudah berdiri didepan gerbang. Siap menanti
siswa-siswa malas yang datang terlambat.
Pak Harfan adalah guru BK yang terkenal dengan kesangaran
dan kekejamannya. Dia pasti akan segera menegurku dan segera memarahiku.
“Aduuh, kalian berdua lagi… kalian berdua lagi…” Ucap Pak
Harfan mengeluh saat aku dan Andini sudah berjalan kearahnya.
“Kalian ini ngga pernah capek ya. Apa kalian ini ngga bosen
datang terlambat? Apa kalian ngga bosen ditegur terus sama bapak?” Ucap pak
Harfan lagi. Kini aku dan Andini sudah berada didepannya. Menundukan wajah dan
bersiap menjalani hukuman dari pak Harfan.
“Ya sudah, kalian sekarang boleh milih. Kalian mau milih
hukuman apa? Nyapu taman? Ngepel WC atau hormat dibawah tiang bendera sampai
jam istirahat?” ucap pak Harfan kesal.
Mimik wajahnya benar-benar menunjukan kemarahannya yang
sudah memuncak ke ubun-ubun. Sedangkan aku dan Andini hanya bisa terdiam.
Menjawab pak Harfan yang berceloteh sama saja dengan bunuh diri. Aku sudah
cukup paham dengan sifatnya. Dia paling tidak suka jika ada murid yang menjawab
saat sedang dimarahi begini.
“Haduuuuh.. malah diem lagi. Yaudah sekarang kalian berdua
ambil alat pel digudang. Terus kalian berangkat ke WC dan pel itu WC sampai
bersih.” Ucap pak Harfan kesal.
Lalu dia segera berlalu meninggalkan aku dan Andini.
Sementara aku dan Andini segera berlari menuju gudang untuk mengambil alat pel.
Bagiku hal seperti ini sudahlah sangat biasa.
Selama sebulan ini aku lebih mirip seperti buruh sekolah
jika dibandingkan dengan siswa sekolah. Setiap pagi aku selalu membersihkan
sekolah. Entah itu menyapu halaman. Membersihkan taman. Menyirami bunga. Atau
mengepel WC seperti ini. dan tentu saja ini membuatku jengkel.
“Aduh.. kok nasip kita tiap hari kayak begini ya din.”
Keluhku kesal. Andini hanya tertawa mendengar keluhanku dan terus melanjutkan
kegiatan mengepelnya. Sementara aku segera menaruh alat pel dan kemudian
menyandarkan tubuhku di tembok.
“Aku capek gini terus din. Aku bosen ditegur mulu. Apa aku
keluar sekolah aja ya? Kayaknya udah ngga bisa aku sekolah lagi kayak gini.”
Ucap ku pada Andini.
Mendengar ucapanku dia langsung menoleh kearahku. Ditaruhnya
alat pel yang sedari tadi lekat ditangannya. Dan disandarkannya tubuh mungilnya
tepat pada tembok disampingku.
“Husss.. jangan ngomong gitu.” Ucapnya padaku. Tapi dia
tidak menoleh kearahku. Matanya menatap lekat kearah kloset yang sudah bersih.
Dan mataku juga menatap lekat kearah itu.
Kloset itu benar-benar bersih sekarang. Sangat berbeda
dengan beberapa waktu lalu saat aku belum sering bangun kesiangan. Mungkin
karena terus-terusan kubersihkan jadinya kloset itu bisa sebersih sekarang.
“Kita ngga boleh marah ataupun kecewa kalau ditegor. Pak
Harfan itu marah sama kita karena dia sayang. Kita harusnya seneng kalau masih
ada orang yang mau negor kita kalo kita salah.
Coba bayangin kalo tiba-tiba ngga ada lagi orang yang negor
kita pas kita terlambat? Ngga ada lagi orang yang marahin kita kalo kita
terlambat?” ucapnya panjang. Tapi dia sama sekali tidak menoleh kearahku. Aku
berusaha menatapnya lekat. Berusaha mentelaah kembali kata-kata yang keluar
dari mulutnya.
“Teguran itu cahaya masa depan. Sekarang aku paham. Dengan
teguran, kita bakal jadi orang yang jauh lebih baik. Dengan teguran kita juga
akan bisa jadi lebih disiplin.
Jadi ngga perlu marah ataupun kecewa kalo kita ditegur. Ucap
Andini lagi. Kali ini dia menatap wajahku lekat. Seperti berusaha menyampaikan
apa yang ada didalam isi kepalanya.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Dan perlahan-lahan otakku
mulai sadar. Memang benar apa yang sudah dikatakannya. Aku sama sekali tidak
boleh marah atau kecewa kalau aku ditegur.
Teguran adalah cahaya masa depan. Dengan teguran aku akan
jadi lebih disiplin. Dengan teguran aku akan jadi sopan. Dan dengan teguran
juga, aku akan jadi lebih baik dari sebelumnya.
“Iya setuju. Yaudah deh ayok ngepel lagi. Buruan selesein
terus kita kekelas. Besok aku janji aku ngga bakal telat lagi.” Ucapku penuh
semangat. Lalu kuraih alat pel yang tadi sudah ku letakkan. Kini aku
benar-benar bergairah membersihkan WC.
“Janji sama siapa?” ucap Andini menyelidik.
“Sama diri sendiri.” Jawabku sembari tersenyum lebar. Dan
Andini pun tersenyum lebar.
Aku bisa merasakan kegembiraan yang merambat kedalam
tubuhnya. Karena aku juga merasakannya. Aku benar-benar besyukur memiliki
sahabat seperti Andini. Aku juga sangat bersyukur punya guru seperti pak
Harfan.
Dia sama sekali tak pernah lelah menegurku. Dan dia juga tak
pernah memberikan cahaya masa depan untukku.
---oOo---