Dalam berjuang, dalam menjalani hidup, manusia membutuhkan motivasi secara terus - menerus. Seseorang yang kehilangan motivasi di tengah jalan akan mengalami kendala lebih berat dalam perjuangannya. Maka dari itu, tidak ada salahnya kita jaga terus motivasi kita salah satunya dengan membaca cerpen motivasi kehidupan ini.
Berjuang, untuk kehidupan lebih baik. Selalu kobarkan semangat agar terus berusaha dengan maksimal. Yuk kita gali lebih jauh pesan apa yang ada dalam cerita singkat kali ini. Belajar bagaimana menjalani hidup, sekaligus belajar untuk meningkatkan kemampuan menulis.
Mau Jadi Apa
Cerpen Motivasi Hidup yang Singkat
Cita-cita. Setiap manusia pasti memiliki cita-cita. Manusia memang terlahir tanpa sebuah angan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu manusia akan tumbuh. Dan dalam proses pertumbuhannya itulah dia akan memiliki sebuah keinginan. Keinginan akan melahirkan sebuah harapan.
Harapanlah yang pada akhirnya akan melahirkan sebuah
cita-cita. Tetapi, tidak semua manusia benar-benar tau apa yang mereka
cita-cita kan. Mereka hanya memiliki sebuah keinginan dan terkadang takut untuk
membuat sebuah harapan. Karena itulah manusia itu menghabiskan seumur hidupnya
tanpa sebuah cita-cita. Menyedihkan.
Saat kecil, aku selalu berfikir untuk bisa menjadi
superhero. Otakku terdoktrin oleh serial power ranger dan juga kamen
rider. Mereka terlihat begitu keren dan hebat dimataku. Dan sayangnya, saat
aku tumbuh besar aku pun sadar. Bahwa menjadi power rangger atau
pun kamen rider adalah hal yang mustahil. Karena memang power ranger dan juga kamen
rider hanya ada dalam kepala orang-orang hebat itu saja.
Saat sedang duduk dibangku SMA kelas XII. Aku dihadapkan
pada pilihan yang berat. Aku dituntut untuk benar-benar tau akan jadi apa aku
nantinya. Ayahku menyuruhku untuk menjadi seorang pegawai negeri. Tapi aku sama
sekali tidak yakin.
Apakah benar pegawai negeri itu adalah profesi yang aku
inginkan? Apakah aku akan bahagia saat aku menjadi pegawai negeri nanti? Dan
pantaskah aku mengambil posisi sebagai abdi negara. Aku sama sekali tidak
yakin.
Aku tidak pernah berkeinginan menjadi pegawai negeri. Aku
juga tidak yakin akan bahagia saat aku menjadi pegawai negeri. Dan kurasa aku
sama sekali tidak pantas menjadi seorang abdi negara.
Mungkin saja aku akan kaya ketika aku menjadi seorang
pegawai negeri. Tapi, apa aku bisa menikmati kekayaanku saat aku setiap hari
dipaksa untuk menjalani profesi yang tak pernah kuinginkan?
“Terus kamu mau jadi apa?” Ucap ayahku yang kini sedang
duduk diruang keluarga bersama aku dan ibu.
“Iya leh, cita-cita kamu itu apa?” Ibuku ikut bertanya
memaksaku untuk terus berfikir.
“Belum tau pak, bu.” Bodoh memang, diusiaku saat ini aku
tidak tau apa yang benar-benar kuinginkan. Mungkin ini lah yang disebut dengan
masa-masa pencarian jati diri.
“La terus abis lulus ini kamu mau kuliah dimana? Ngambil
jurusan apa? Masak ngga direncanain.” Ucap ayahku menuntut.
Aku hanya bisa terdiam. Aku tidak tau harus menjawab apa.
Aku juga tidak tau apa yang sebenarnya kucita-citakan. Aku sama sekali tidak
mungkin menjawab power ranger ataupun kamen rider.
‘Kuliah di amerika pak. Ngambil jurusan Wild force
sama Ryuki’itulah jawabanku yang tak terucap tapi ingin sekali
kuucapkan. Karena memang aku benar-benar bingung saat ini.
“Ya sudah, bapak kasih waktu satu bulan. Kamu harus sudah
punya rencana masa depan kalo tidak ingin diatur sama bapak.” Ucap ayahku
serius. Lalu dia dan ibu pergi meninggalkanku yang sedang duduk termenung
diruang tamu. Memang sedikit gila sebenarnya.
Hanya dalam waktu satu bulan aku harus bisa membuat rencana
masa depan. Seumur hidupku akan ditentukan oleh keputusanku yang kubuat hanya
dalam waktu satu bulan.
Aku merenung, memikirkan lagi apa yang benar-benar aku
inginkan dan apa yang benar-benar aku bisa lakukan. Ini seperti mencampurkan
antara minat dan bakat. Sekalipun minat dan bakat itu adalah dua hal yang
berbeda, aku tetap harus bisa menyinkronkan keduanya.
Ini benar-benar sulit. Karena memang aku tidak tau apa minat
dan apa bakat ku. Aku pandai dalam pelajaran, aku juga pandai dalam hal
olahraga, aku juga pandai dalam dunia seni. Lalu aku juga suka semuanya. Ini
menjadi semakin sulit.
***
Siang itu aku duduk berdua bersama Andre didepan kelas.
Dibawah pohon mahoni yang lebat daunnya. Pohon ini menjadi anugerah sekaligus
musibah bagi siswa kelas kami. Anugerah karena bisa melindungi kami dari
sengatan matahari, juga musibah karena daunnya selalu menyulitkan siswa yang
piket.
“Ndre, lo punya cita-cita?” Tanyaku padanya tanpa sedikitpun
menoleh ke arahnya. Mataku masih menatap lurus keatas. Memandangi matahari yang
terhalang oleh daun-daun pohon mahoni. Andre hanya terdiam.
Aku tau dia pasti memandangiku heran. Karena selama kami
berteman, ini lah kali pertama aku menanyakan cita-cita padanya.
“Lo kesambet ya?” Tanya Andre sambil terus menatapku. Aku
menoleh kearahnya. Menatapnya sekilas lalu kembali mengarahkan pandanganku
keatas.
“Gue serius ndre. Semalem gue ditanyain itu sama bokap.”
Ucapku padanya. Dia hanya terdiam tanpa kata. Menantiku melanjutkan
kata-kataku.
“Gue ngga bisa jawab dan gue dikasih waktu satu bulan buat
jawab pertanyaanya.” Lanjutku lagi.
“Terus? Apa hubungannya sama gue?” ucap Andre protes. Kali
ini aku menoleh kearahnya. Dan benar-benar kupandangi dirinya.
“Gue butuh saran dan masukan dari elo ndre. Lo itu sama
kayak gue. Pandai dalam segala hal. Tapi kita ngga pernah tau apa yang
bener-bener kita pengenin.” Ucapku serius.
“Engga kok. Gue tau
apa yang gue pengenin. Gue punya cita-cita.” Jawabnya serius.
“Apa?”
“Pengusaha.” Ucapnya singkat. Lalu kini dia menatap keatas.
Sinar matahari menerpa wajahnya. Membuat siluet yang indah.
“Gue pengen jadi pengusaha. Gue pengen jadi orang kaya gus.
Gue cape hidup miskin.” Ucapnya seperti orang frustasi. Aku hanya bisa terdiam
mendengarnya. Aku rasa dia benar-benar sudah menemukan cita-citanya. Dia memang
anak yang pandai. Dan kini dia tau apa yang dia inginkan. Kurasa dia akan
benar-benar jadi pengusaha yang sukses.
***
Kini aku berjalan sendirian menuju rumahku. Dalam perjalanan
pikiranku benar-benar kosong. Sesekali kutendangi kaleng yang berserakan
dijalan. Pikiranku terasa begitu kacau.
Saat dalam perjalanan aku melihat sesuatu tertempel di tiang
listrik. Kulihat disana tertulis sebuah lomba menulis dengan hadiah yang
lumayan. Kusobek kertas itu dan segera ku bawa pulang.
Sesampainya dirumah aku kembali berfikir. Bagaimana bisa aku
begitu antusias terhadap lomba menulis ini. Apa karena hadiahnya yang lumayan,
atau karena memang aku ingin menulis. Kurasa aku memang benar-benar ingin
menulis.
Yaah, ku akui memang tugas menulis puisi, pantun, dan
lainnya nilaikulah yang paling tinggi dikelas. Tapi apakah aku benar-benar suka
menulis?
Ribuan tanda tanya berkecambuk didalam kepalaku. Kujawab satu-persatu tanda
tanya itu dan sampai akhirnya pun kuputuskan.
Aku akan menjadi penulis. Setelah lulus SMA aku akan kuliah
diuniversitas yang keren lalu aku akan mengambil jurusan sastra. Yaah, aku
yakin dengan mimpi ini. Aku akan benar-benar senang jika aku bisa menjadi
penulis.
Setidaknya aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya
untuk menulis. Dan kurasa ini adalah yang disebut dengan mimpi yang sempurna.
---oOo---