Contohcerita.com - Menjelang hari raya idul adha orang
banyak yang sibuk mencari hewan qurban baik kambing qurban maupun sapi. Ada
yang individu misalnya qurban kambing dan ada juga yang patungan ramai-ramai,
satu sapi untuk beberapa orang.
Kegiatan semacam ini sangat
menarik makanya disiapkan juga satu cerita seputar idul adha dalam bentuk
cerita pendek.
Kali ini cerpen tersebut berjudul “qurban rame-rame”, cerpen ini
membahas persiapan orang yang hendak melakukan qurban. Menarik kok, bahkan
sangat inspiratif. Silahkan pilih judul berikut.
Cergam tentang idul adha berikut
ini akan melengkapi koleksi yang sudah ada. Harapannya kita bisa membaca sebuah
karya yang sesuai dengan tema hari-hari besar yang ada dan dirayakan. Untuk
tema ini sendiri ada beberapa judul, misalnya saja yang akan diberikan yaitu:
1) Cerpen tentang idul adha 2016
2) Contoh kumpulan cerpen idul
adha
3) Kumpulan cerpen hari raya idul
adha
4) Contoh cerita pendek tentang
idul adha
5) Cerita idul adha dalam bahasa
inggris
Rencananya kita akan membuat
beberapa karya khusus dengan tema ini. Karya tersebut nantinya masing-masing
akan mengupas satu ide cerita yang menarik seputar tema utama tersebut.
Jadi, bukan hanya “qurban rame-rame” yang bisa kita nikmati tetapi ada beberapa pilihan. Yuk kita nikmati dulu saja cerpen berikut.
Jadi, bukan hanya “qurban rame-rame” yang bisa kita nikmati tetapi ada beberapa pilihan. Yuk kita nikmati dulu saja cerpen berikut.
Qurban Rame-Rame
Cerita
pendek tentang idul adha
Muslim mana yang tak ingin ikut ber-qurban
pada hari raya idul adha. Semua orang berbondong dan berlomba untuk saling
berbagi, Mustofa pun seolah tak ingin kehilangan momen.
“Tahun depan, aku harus bisa ikut Qurban”, itulah tekad yang ia pegang teguh ketika hari raya idul adha tahun lalu.
“Tahun depan, aku harus bisa ikut Qurban”, itulah tekad yang ia pegang teguh ketika hari raya idul adha tahun lalu.
Tahun lalu, di idul adha 2018 ia
menangis batin ketika menerima daging qurban dari salah satu masjid di
tempatnya.
Ia begitu merasa sedih, ia begitu merasa kecil, ia benar-benar rindu dan sangat ingin berbagi untuk orang lain.
Ia begitu merasa sedih, ia begitu merasa kecil, ia benar-benar rindu dan sangat ingin berbagi untuk orang lain.
“Ya Alloh, berikanlah aku kesehatan
sehingga aku bisa bekerja keras mencari riski-Mu. Berikanlah aku kemudahan
dalam membelanjakan apa yang aku miliki untuk-Mu, dijalan-Mu ya Alloh”.
Sebagai seorang pria yang hanya
bekerja sebagai tukang sapu di sebuah sekolah, Mustofa tentu saja jauh dari
mampu untuk ikut qurban, satu ekor kambing saja sangat sulit apalagi sampai
seekor sapi.
“Bu…kapan ya kita bisa ikut
menikmati indahnya ber-qurban?”
“Ya sabar pak, mungkin tahun ini
kita bisa, Alloh yang akan memberikan jalan”
Mustofa hanya mampu menelan ludah
mendengar perkataan sang istri. Tampak jelas rasa gundah dan gelisah
menyelimuti kepalanya. Ada mendung yang menggantung di dahi, dan terpaksa harus
ia kerutkan.
Sesekali, Mustofa tidak bisa
menahan diri. Ia berkeluh kesah kepada sang istri tentang keinginannya
beribadah. Untungnya, Mustofa memiliki istri yang sangat sabar dan pandai
membangkitkan semangat.
“Sudah pak, jangan melamun, masih
pagi…”, ucap Narti melihat sang suami yang duduk diam tanpa menghirup
sedikitpun kopi yang ia buatkan dengan penuh cinta.
Mendengar teguran sang istri,
Mustofa hanya diam. “Bapak masih kepikiran qurban tahun ini ya?”, ucap
Narti melihat suaminya yang tak beranjak.
Sembari
duduk di sisi sang suami ia pun berkata pelan, “insyaalloh, tahun ini kita
bisa ber-qurban pak… ibu punya sedikit tabungan, kalau ditambah cincin ibu
mungkin cukup untuk membeli satu ekor kambing”, ucapnya mantap.
Mendengar perkataan sang istri
tentu saja Mustofa kaget. Ia mengalihkan pandangan kepada Narti, “benar bu, ibu
punya tabungan dari mana?”, tanya Mustofa tak percaya.
“Ibu menyisihkan uang belanja
dari bapak, tapi belum cukup pak, hanya satu juta, itupun ditambah uang untuk
bayar anak-anak sekolah, makanya kita bisa jual saja cincin ibu…”, ucap Narti
lagi.
“Tapi bu… cincin itu kan
kesayangan ibu?”, jawab Mustofa lagi. “Lho, lha kan intinya qurban ya begitu to
pak, ikhlas berbagi dan beribadah”, ucap Narti.
Belum sempat Mustofa menjawab, Narti sudah buru-buru memotong pembicaraan, “sudah pak, ini kan sudah siang, bapak minum kopi, sarapan terus berangkat kerja.
Tidak usah pusing memikirkan itu, ibu yakin tahun ini ada jalan, ibu selalu berdoa agar bapak dapat rejeki yang cukup”, ucapnya sambil mendekatkan kopi Mustofa yang sudah mulai dingin.
Belum sempat Mustofa menjawab, Narti sudah buru-buru memotong pembicaraan, “sudah pak, ini kan sudah siang, bapak minum kopi, sarapan terus berangkat kerja.
Tidak usah pusing memikirkan itu, ibu yakin tahun ini ada jalan, ibu selalu berdoa agar bapak dapat rejeki yang cukup”, ucapnya sambil mendekatkan kopi Mustofa yang sudah mulai dingin.
Narti kemudian mengambilkan satu
piring singkong rebus untuk sarapan sang suami. Akhirnya, hari itu Mustofa
berangkat bekerja dengan sedikit harapan, harapan untuk mendapat tambahan uang
untuk qurban.
Berbekal doa istri yang sholehah,
Mustofa menjemput rejeki pertama. Sesampaina di tempat kerja tiba-tiba ia
dipanggil bapak kepala sekolah.
Sang kepala sekolah kemudian memberikan amplop berwarna putih, “pak ini gaji bulan ini”, ucapnya kepada Mustofa.
Sang kepala sekolah kemudian memberikan amplop berwarna putih, “pak ini gaji bulan ini”, ucapnya kepada Mustofa.
Setelah mengucapkan terima kasih
dan menyelesaikan pekerjaannya ustofa pun pulang. Sampai di rumah, ia pun
memberikan amplop itu kepada sang istri.
“Bu, ini gaji bapak bulan ini…”
“Lo, kok sudah dikasih to pak,
bukannya belum waktunya gajian?”
“Iya, tapi yo tidak tahu, tadi
bapak kepala sekolah memanggil bapak terus memberikan amplop itu…”
“Ya sudah, aku buka ya pak…”
“Iya…”
“Pak… bapak, astaghfirulloh…. Ini
apa pak, kok amplopnya isinya banyak begini”
“Apa sih bu… gaji bapak ya hanya
500 ribu itu to…”
“Bukan bapak… ini lebih banyak
dari gaji bapak, astaghfirulloh… jangan-jangan bapak kepala sekolah salah
memberikan amplop…”
“Astaghfirulloh… iya bu… satu
juta…”
“Astaghfirulloh…. Sekarang juga
bapak balik ke sekolah dan kembalikan amplop ini pak, ini bukan hak kita…”
“Iya bu… pak kepala sekolah pasti
salah memberikan uang…”
Tepat jam 12 siang, ketika
matahari begitu galak menunjukkan kekuatannya, Mustofa mengayuh sepeda tua
miliknya dan kembali ke sekolah. Ia langsung menemui kepala sekolah dan
menceritakan maksud kedatangannya.
“Tidak pak Mustofa, saya tidak
salah… uang yang ada dalam amplop itu memang milik bapak. Maaf sebelumnya saya
lupa memberitahu bapak, itu ada tambahan bonus dari para dewan guru yang senang
dan puas atas hasil kerja bapak…”, ucap kepala sekolah kepada Mustofa.
Dengan muka yang masih tidak
percaya Mustofa pun kembali bertanya “maksud bapak… ini benar untuk saya, satu
juta pak, bapak tidak salah?”
“Tidak pak Mustofa, sudah
sekarang bapak pulang, itu halal, milik bapak…”, jawab kepala sekolah.
“Alhamdulillah…. Terima kasih…
terima kasih banyak kalau begitu pak…”, jawab Mustofa .
“Iya sama-sama pak…
Dengan hati yang sangat bahagia
akhirnya Mustofa pulang menemui Narti istrinya. Sesampainya di rumah ia
menceritakan apa yang dikatakan oleh sang kepala sekolah. Narti pun sangat
senang dan tak henti-hentinya mengucapkan syukur.
“Jadi, dengan ini apa kita bisa
ikut qurban bu?”, tanya Mustofa pada Narti
“Iya pak, insyaalloh kita bisa
membeli satu ekor kambing qurban….” Jawab sang istri.
Mendengar perkataan Narti ia pun
sangat senang, lupa makan ia pun langsung ke belakang untuk melanjutkan
pekerjaan sehari-hari.
Selain bekerja di sekolah, Mustofa juga memiliki pekerjaan sampingann. Di rumah ia memelihara ayam kampung dan menanam sayur mayur yang biasa dijual langsung ke warung-warung.
Selain bekerja di sekolah, Mustofa juga memiliki pekerjaan sampingann. Di rumah ia memelihara ayam kampung dan menanam sayur mayur yang biasa dijual langsung ke warung-warung.
Sambil memberikan pakan pada ayam
peliharaannya, ia terus tersenyum senang, sesekali bersiul bahkan kadang
terdengar alunan lagu dari bibirnya.
Melihat sang suami yang begitu gembira dan bersemangat, Narti pun ikut bahagia. Setelah menyiapkan makan siang, ia lalu melanjutkan pekerjaannya membantu Mustofa.
Melihat sang suami yang begitu gembira dan bersemangat, Narti pun ikut bahagia. Setelah menyiapkan makan siang, ia lalu melanjutkan pekerjaannya membantu Mustofa.
Di rumah, Narti memang tidak
berpangku tangan. pagi ketika suami dan anak-anaknya sekolah ia memanen sayuran
yang ada di kebun belakang.
Ia menyiapkan sayuran itu dalam ikatan kecil, tidak banyak tapi ada beberapa macam sayuran. Siang harinya ia akan membantu sang suami menjual sayuran itu ke beberapa warung disekitar rumahnya.
Ia menyiapkan sayuran itu dalam ikatan kecil, tidak banyak tapi ada beberapa macam sayuran. Siang harinya ia akan membantu sang suami menjual sayuran itu ke beberapa warung disekitar rumahnya.
“Pak, aku mengantar sayuran dulu
ya”, ucapnya dari dalam rumah. “Iya bu…”, jawab suaminya dari kejauhan. Di
warung, ia sempat bertemu beberapa orang, ia juga sempat bercerita ingin
mencari kambing untuk qurban.
“Bu… kalau ada yang mau jual
kambing untuk qurban tolong kasih tahu saya ya…”
“Oh, iya bu… ibu mau ikut qurban
tahun ini?”
“Iya nih bu…insyaalloh…”
“Alhamdulillah…senangnya ya…”
Selesai dengan pekerjaannya Narti
pun langsung bergegas pulang. Ia tidak pernah menyianyiakan waktu untuk bekerja
keras, apalagi suaminya sendiri di rumah mengurus ayam dan kebun.
Satu minggu berlalu, Mustofa dan
istrinya belum mendapatkan kambing yang diinginkan, semua kambing mahal bahkan
uang mereka ditambah cincin pun tidak cukup. Mereka mulai gelisah, “bagaimana
ini pak…?”, ucap Narti.
“Iya bu… masa iya kita tidak bisa
qurban lagi?”
“Ya habis bagaimana pak, uangnya
tidak cukup, ternyata harga kambing sekarang jauh lebih tinggi…”
“Iya bu…”
Sedang serius, tiba-tiba mereka
mendengar suara orang memberi salam. Narti kemudian membukakan pintu, ternyata
ada salah satu tetangga pemilik warung langganan Narti yang datang…
“Loh, tumben ini pak, ada perlu
apa?”
“Iya nih pak Mustofa, saya dengar
pak Mustofa mau ikut qurban tapi belum dapat kambing ya?”
“Iya benar pak, bapak ada kenalan
yang mau jual kambing, harganya berapa pak?”
“Begini pak Mustofa, maaf ini
sebelumnya, bapak kan sangat ingin ikut qurban sementara harga kambing sekarang
jauh lebih mahal. Maka dari itu, saya kesini ingin mengajak bapak untuk qurban
sapi bersama beberapa tetangga lain”
“Waduh pak, untuk membeli satu
kambing saja tidak cukup bagaimana untuk sapi pak…”
“Begini pak, asal bapak niat dan
ikhlas, pak Mustofa bisa ikut qurban sapi, arisan qurban dengan beberapa
tetangga. Masalah uangnya biar saya yang menambah kekurangannya..”
“Maksud bapak pie to?”
“Gini lho bu Narti, bapak dan ibu
ikut qurban rame-rame bersama kami, kebetulan masih kurang satu orang. Masalah
uangnya, bapak dan ibu bisa memberikan uang yang ada saja. Nanti kekurangannya
biar kami yang urus… jadi bapak dan ibu tidak usah menambah uang yang ada…”
“Apa tidak merepotkan pak?”
“Tidak pak, sama sekali tidak,
justru kami sangat senang jika bapak dan ibu mau bergabung…”
Jalan Alloh untuk hamba-Nya yang
bersungguh-sungguh. Dengan sedikit keraguan, akhirya Mustofa dan istrinya
menerima tawaran itu. Uang dua juta ditambah hasil jual cincin pernikahan
diserahkan kepada pak Somad.
Dengan berbekal rasa ikhlas dan
keinginan berbagi maka akhirnya lebaran idul adha tahun ini pak Mustofa dan
isntrinya bu Narti ikut qurban. Mereka sangat bahagia, anak-anak mereka pun
ikut gembira mengetahui sang ayah bisa ikut qurban.
“Tidak apa-apa pak, besok aku
bantu bapak bekerja agar bisa cepat dapat uang lagi untuk bayar uang sekolah
kami”, ucap anak-anak ketika diberitahu bahwa ayahnya belum bisa melunasi uang
iuran sekolah. Begitulah, ketaatan dan kecintaan kepada Alloh telah tertanam
kuat dalam keluarga tersebut.
---
oOo ---
Cerpen di atas terdiri dari kurang lebih 1.500 kata, jadi masih masuk dalam kategori cerpen pendek. Untuk membaca kisahnya paling tak lebih dari lima belas menit, tapi jangan salah, masih ada banyak cerita lain yang menunggu giliran untuk dibaca. Makanya jangan terburu-buru beranjak dari sini ya.