Sebuah cerita cinta pelajar dijadikan teman santai di rumah tentu akan menyenangkan. Bukan hanya karena isinya yang menarik, tetapi cerita - cerita tema seperti ini juga bisa dijadikan bahan belajar dalam menulis. Mengasah keterampilan dalam menuangkan ide dalam tulisan bisa juga dimulai dengan membaca.
Apalagi kalau ceritanya yang kita suka. Biasanya akan lebih mudah untuk mengingat struktur ceritanya. Bisa lebih ringan dalam memahami gaya penulisan dan lain sebagainya. Pokoknya, tidak ada salahnya banyak membaca meskipun ini hanya cerita cinta semata.
Kenangan Cinta Putih Biru
Cerita Cinta Pelajar
Hari ini adalah hari minggu. Hari dimana aku bisa bermalas-malasan di rumah. Aku bisa menikmati film-film kartun yang sudah menunggu untuk ditonton. Setelah melakukan rutinitas yang menyebalkan setiap hari, akhirnya kini aku bisa merasakan kebebasan.
Tidak ada beban pikiran. Yang ada hanya sebuah hiburan yang
begitu indah. Tokoh superhero yang meliuk-meliuk mengalahkan tokoh antagonis.
Memberikan suntikan semangat baru untukku.
Tidak pernah kusangka, diumurku yang sudah berkepala dua ini
aku masih suka menonton film kartun. Ditambah lagi anime jepang yang alur
ceritanya makin hari makin imajinatif.
Memaksaku untuk betah-betah di rumah
menyaksikan setiap aksi tokoh utamanya. Yah, setidaknya aku bisa melakukan apa
yang aku senangi dihari minggu.
“Ting..tong..ting..tong..” suara bel rumahku berbunyi
keras. Menandakan ada seseorang yang hendak bertamu. Atau mungkin juga seorang
spg yang ingin menawarkan barangnya. Mengganggu kesenanganku menikmati anime
yang semakin seru.
Sialnya, aku hanya di rumah sendirian. Ayah dan ibuku sedang
pergi keluar kota. Mau tak mau, aku pun akhirnya beranjak dari tempatku untuk
segera membukakan pintu.
“Ani..” Ucap seorang gadis berwajah manis saat aku
membukakan pintu. Tampak sempat aku memberikannya kata-kata, dia langsung
memelukku erat.
Aku belum mengerti apa yang terjadi. Wajah gadis itu sangat
familiar dimataku, tapi sama sekali aku tak mengenalnya. Dan aku hanya bisa
terdiam tanpa kata. Bahkan, hanya untuk membalas pelukannya pun aku tak
sanggup.
“Kok lo palah bengong si? Lo ngga inget gue ya? Ini gue
Marsha.” Ucapnya yang kini sedang memegangi kedua pundakku. Senyum lebar pun
segera mengambang di wajahku. Ku sentuh kedua pipinya, ku perhatikan lagi tiap
inci dari wajahnya.
“Marsha?.. Ya ampun.. udah lama banget enggak ketemu.. duh
aku kangen banget sama kamu..” kini aku yang memeluknya. Berusaha sebisa
mungkin menuntaskan rasa rindu yang sudah diubun-ubun .
Yah, Marsha adalah sahabatku waktu aku masih berseragam
putih biru. Dulu kami sangat akrab. Dia sering main ke rumahku, aku juga sering
main ke rumahnya. Bahkan tak jarang kami juga sering tidur bersama. Entah itu
di rumahku atau di rumahnya.
Tak kusangka aku akan kesulitan mengenali wajahnya setelah
sekian tahun tak bertemu. Kami berpisah
karena dia pindah ke kota lain. Saat dia pergi, aku kehilangan dua hal dalam
hidupku. Dua hal yang begitu berharga. Sahabat dan cinta.
“Yee.. tadi aja enggak mau dipeluk sekarang. Giliran
sekarang. Huuuu..” celetuk Marsha yang kini sedang berada dalam pelukanku.
“Hehe aku kangen banget sama kamu sha, kamu kapan balik? Kok
enggak ngabarin aku sih?”
“Iya sudah lama sih. Tapi ya biar surprise aja. Ngga disuruh
duduk nih?”
“Ehehe, iya iya. Yaudah duduk dulu. Aku kebelakang dulu
bikinin minum kamu ya.”
Ucapku sambil berlalu meninggalkannya. Aku senang sekaligus
sedih karena dia datang ke rumahku. Dia adalah serpihan masa laluku yang indah.
Dan dalam serpihan masa lalu itu, ada luka yang kurasakan.
Kehadirannya mengingatkanku pada sosok pria yang dulu begitu
kukagumi dan kucintai. Dia memang bukan cinta pertamaku. Tapi kesan yang dia
berikan tak akan pernah terlupakan. Entah apa yang sudah membuatnya begitu sulit
kulupakan.
Aku menjalin hubungannya sudah lebih dari dua tahun. Dan
dengan alasan yang sangat sepele, kami berpisah. Beberapa saat setelah
kepergiannya itu, lalu Marsha pergi meninggalkanku.
Dan aku pun masuk kedalam sebuah masa yang benar-benar buruk.
Aku terpuruk dalam luka yang begitu mengerikan. Tak ada lagi sahabat. Tak ada
lagi cinta. Masa-masa itu adalah masa yang entah bagaimana bisa begitu
berkesan.
Aku merasakan sakit yang mendalam kala itu. jika orang
bilang setelah hujan ada pelangi, yang
aku rasakan saat itu adalah sebaliknya. Ada badai setelah cuaca yang cerah.
“Ini sha diminum dulu.” Ucapku pada Marsha sembari
memberikan satu gelas juz jeruk dan beberapa cemilan untuk kami.
“Iya makasih ya an.” Balasnya dengan sebuah senyuman indah yang
mengambang diwajahnya. Aku hanya terdiam. Entah kenapa aku yang tadi begitu
bahagia kini tiba-tiba menjadi layu seketika. Ingatan tentang masa itu sudah
menghapus moodku. Dan kini, aku merasa seperti orang asing dihadapan Marsha.
“Sebenarnya aku udah balik ke kota ini enam bulan lalu.” Dia
tiba-tiba terucap memecah keheningan kami.
“Terus? Kok baru nyamperin aku sekarang?”
“Aku takut an.”
“Takut karena?”
“Andre.” Ucapnya pelan. Dia menundukan wajahnya. Saat dia
mengucapkan nama itu, hanya rasa sakit dan ngilu yang aku rasakan. Dia seperti
mengorek luka yang sudah hampir kering. Saat luka ini hanya butuh waktu untuk
segera sembuh, dia malah datang dan membuat luka ini menjadi sakit.
“Maksudnya?” tanya ku padanya.
“Maafin aku an. Aku salah. Aku jahat sama kamu.” Jawabnya
pelan dengan wajah yang masih tertunduk.
“Ih, apaan si sha. Lo ngomong apa si?” Tanya ku lagi
berusaha mendapatkan poin apa yang ia bicarakan.
“Lima tahun lalu. Sesaat sebelum aku pergi, aku sempet
pacaran sama Andre.” Deg.. perasaan apa ini? Hanya beberapa kata yang keluar
dari mulutnya dan hatiku? Ini sakit, sakit sekali. Ini bukan hanya sekedar
patah. Tapi juga hancur.
“Maafin aku.” Ucapnya lagi yang kini sudah berderai air
mata. Lalu tiba-tiba dia berlari keluar rumahku.
“Marsha.. mau kemana? Kamu belum selese. Kamu harus jelasin
semuanya.” Ucapku berusaha mengejarnya.
“Ngga ada yang perlu aku jelasin An.” Ucapnya seraya
berbalik kearahku. Matanya benar-benar mengeluarkan air mata yang banyak kali
ini.
“Aku udah putus sama Andre. Habis gelap terbitlah terang.
Akan ada pelangi setelah datang hujan. Satu-satunya cara untuk melepaskan masa
lalu adalah dengan menerimanya, bukan melupakannya.” Ucapnya lagi.
Tapi kini ada setitik senyum dalam tangisnya. Dia bukan
mengatakan itu padaku. Tapi dia mengatakan itu pada dirinya sendiri. Aku hanya
bisa diam tak terucap. Dan dalam sekejap dia telah menghilang dari pandanganku.
Bagaimana bisa suasana yang baru saja tampak begitu ceria
lalu tiba-tiba saja hancur kala Marsha menyebut nama itu? Kekuatan apa yang
nama itu miliki? Apa dia sama dengan para dewa? Ah, ini terasa begitu sulit.
***
Kini aku duduk termenung sendiri di ruang televisi. Mataku
menatap ke arah kartun-kartun itu. Tapi pikiranku melambung jauh kemasa saat
aku masih menggunakan seragam putih biru. Saat Andre meninggalkanku tanpa
alasan.
Kini aku sudah tahu alasan apa yang sudah membuatnya
meninggalkanku. Mungkin dia juga sudah melakukan hal yang sama pada alasan itu.
Yah, setidaknya aku bisa mengambil pelajaran yang berharga.
Meski air mataku tak kunjung reda, aku masih punya secarcik
harapan. Marsha telah membagikan kekuatannya padaku.
Satu-satunya cara untuk melepaskan masa lalu adalah dengan menerimanya.
Bukan melupakannya.
Kini aku akan menerima semua kenangan putih biru yang kelam
itu agar aku bisa segera melepasnya. Biarlah semua itu menjadi kenangan yang
menghiasi sebagian sisi gelap hati ini.
---oOo---