Gara - Gara Cinta - Wajah Nurvi tampak panik ketika
suara langkah kaki Bu Mega makin mendekat ke arah kelas. Dia sudah ketakutan
membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika sampai bu Mega tau dia tidak
membawa buku catatan bahasa inggris.
Langkah bu Mega semakin cepat
bagai genderang yang menabuh detak jantung Nurvi. Langkah itu akhirnya kini
masuk ke dalam kelas dan matanya yang tajam menyelidik ke seluruh penjuru
kelas.
“Selamat pagi, Yang tidak bawa
buku catatan silakan berdiri!” ucap Bu Mega dengan wajah sangarnya. Lipstick
tebal yang menempel dibibirnya menambah
kesan killer diwajahnya. Juga bentuk badan yang besar membuat guru ini tak
mungkin ditantang oleh para siswa.
Dengan gemetar Nurvi mencoba
berdiri karena dia tidak membawa buku catatan. Namun tiba-tiba dari belakang ada
tangan yang memegang erat pundaknya.
Menahannya agar tidak berdiri
dan segera memberikan sebuah buku catatan. Sang pemilik tangan kemudian berdiri
dan matanya menatap mantap kea rah Bu Mega.
“Hadoh…, lagi-lagi kamu Andre,
apa kamu ini tidak bosan?!” Ucap Bu Mega dengan menggelengkan kepalanya.
“Kamu udah tau hukumannya kan?
Sekarang cepet maju kesini.” Ucap bu Mega dengan wajah pasrah. Dengan wajah
dingin Andre maju ke depan. Seolah sudah kebal dengan berbagai jenis hukuman,
tak ada sedikitpun rasa gentar didalam dirinya.
Dia berdiri di depan kelas
dengan kedua tangan memegang telinga secara menyilang, dan satu kakinya
diangkat keatas. Sebuah pemandangan yang sudah sangat lumrah dikelas ini.
Doni dan Rio hanya tertawa
cekikikan melihat temannya ini dihukum. Mereka bertiga adalah teman yang sudah
sangat akrab. Sudah sangat lumrah bagi mereka untuk saling menertawakan, karena
ketika Dino atau Rio dihukum, Andre juga pasti akan menertawakannya dengan cara
yang sama.
Sementara di benak Nurvi, dia
hanya bisa terdiam terpaku melihat kejadian ini. Dia masih tidak bisa mengerti
apa yang ada dipikiran Andre. Bagaimana bisa Andre memberikan bukunya ini
kepada Nurvi sementara Andre tau kalau dia pasti akan dihukum jika dia memberikan
bukunya.
Baru kali ini Nurvi merasakan
sisi kelembutan dari Andre. Mereka berdua memang sudah berada dalam satu kelas
sejak 2 tahun lalu, tapi belum pernah sekali pun mereka berdua mengobrol untuk
waktu yang lama. Kepribadian mereka memanglah jauh berbeda.
Andre seorang pria dengan wajah
tampan dan oriental adalah seorang bocah nakal yang tak pernah memikirkan
pelajaran. Nilai buruk dan menjadi juru kunci dikelas seolah seperti sudah
melekat dalam tubuh Andre.
Sementara Nurvi adalah gadis manis yang sangat
memprioritaskan sekolahnya. Baginya, tak ada yang ada yang lebih menarik selain
belajar. Dan karena itulah Nurvi tidak pernah dekat dengan Andre.
90 menit telah berlalu, jam
pelajaran Bu Mega sudah usai. Kelas menjadi riuh karena penghuni nya berebutan
keluar dan ingin bebas dari kelas yang membosankan. Begitupun dengan Andre.
Dino dan Rio yang sedari tadi mentertawakannya kini sudah menghampiri Andre dan
siap berjalan ke kantin.
“Haha kok lo bisa ngga bawa buku
catatan lo si?” Tanya Dino
“Yaah, lo tau sendiri lah. Buku
catatan gue aja gue ngga tau dimana. Paling udah ilang dimakan tikus” Jawab
Andre berbohong.
“Haha tega banget tu tikus
makanin buku lo” ucap Rio menanggapi. Mereka bertigapun berjalan bersama keluar
kelas.
Nurvi yang sedari tadi
memperhatikan mereka bertiga hanya terpaku tak berpindah tempat. Ia masih sibuk
dengan pikirannya. Ada sesuatu aneh yang mengganjal dipikirannya. Dia juga
tidak tau pasti apa yang mengganjal pikirannya itu.
“Hooy, kenapa bengong lo?” Tanya
Rani sambil menggoyang-goyangkan telapak tangannya didepan wajah Nurvi.
“Hooy?!” ucap Rani lagi yang
kini menepuk pundak Nurvi.
“Aah.. a. i.. iya apa Ran?” ucap Nurvi kaget.
“Huuu dasar, lo ngapain si
bengong? Mikirin apaan lo?” Tanya Rani lagi.
“Enggak kok enggapapa. Lo mau ke
kantin engga?” Tanya Nurvi dengan wajah polosnya.
“Enggak ah ngapain, engga laper
gue.” Ucap Rani.
“Ooh yaudah.”
Nurvi dan Rani hanya duduk
didepan kelas sembari berbincang seperti biasa. Tidak banyak yang mereka
bicarakan. Nurvi hanya mendengar cerita Rani tentang kakak kelas yang kini
menjadi pacarnya.
Karena Nurvi sendiri tidak
pernah pacaran, dia hanya bisa menyediakan telinga untuk sahabatnya itu. Saat
sedang sibuk mendengarkan cerita Rani, tiba-tiba mata Nurvi menangkap
kedatangan Andre dan teman-temannya.
“Eh, gue tinggal bentar ya ran.”
Ucap nurvi.
“Heh, lo mau ke mana? Huuu
dasar, lagi asik cerita juga” celoteh Rani yang kini sudah berjarak jauh dari
Nurvi.
“Ndre, gue mau ngomong sama lo.”
Ucap Nurvi?
“Ciee..ciee dicariin cewe cakep
wkwkwk” ucap Rio dan Dino berbarengan.
“Dihh diem deh lo pada.” Ucap
Andre sewot
“Mau ngomong apaan?” Tanya Andre
dengan mulut masih mengunyah makanan.
“Ayok ikut.” Ucap Nurvi yang
berjalan menjauh.
“Lo mau ngomong apa si?” Tanya
andre dengan mata menyelidik
“Nih! lo ngapain si ngasih buku
ini ke gue?” ucap Nurvi sembari menyodorkan buku catatan bahasa inggris.
“Ooh, lo Cuma mau ngomongin
ini?” Tanya andre.
“Iya kenapa lo ngasih buku ini?”
Tanya Nurvi dengan nada yang semakin
meninggi. Andre hanya terdiam sejenak. Tangannya memegang kedua pundak Nurvi.
Matanya maju mendekati wajah Nurvi. Ditatapnya mata itu lekat-lekat.
“Karena gue suka sama lo. Lo
adalah bidadari tercantik yang pernah ada.” Ucap Andre dengan wajah serius.
Seketika suasana menjadi hening. Pikiran dan perasaan Nurvi seperti
diaduk-aduk. Dia tak tahu apa yang harus dikatakannya.
“Bhahahahah!!!” tawa Andre kemudian
meledak. Andre memalingkan mukanya ke arah samping. Dia tertawa kegirangan.
Seperti merayakan kemenangan. Tanpa kata, ia lagsung berjalan meninggalkan
Nurvi yang masih terdiam membisu.
---oOo---