Cerpen Cinta Remaja Kecelakaan Berakhir Bahagia - Aku masih duduk termenung di atas kasur dalam ruangan yang
serba putih. Mataku menerawang jauh menembus ke luar jendela. Menetapi indahnya
butiran air hujan yang turun dari langit.
Ingin sekali rasanya aku keluar dan segera bermain dengan
hujan. Tapi, kondisi ku yang sekarang sama sekali tidak mengijinkanku untuk
melakukan itu semua. Kaki ku masih terasa sakit. Bahkan beberapa beberapa
anggota tubuhku yang lain juga masih belum bisa digerakan secara sembarangan.
Sialan, semua ini gara-gara mobil hijau itu. Sekitar tiga
hari yang lalu, saat aku hendak berangkat menuju kampus, mobil hijau itu
menabrakku tiba-tiba. Aku tidak tau apa yang dia inginkan.
Aku hampir mati gara-gara kejadian itu. Untung saja, kepala
ku tidak terbentur sesuatu yang keras, sehingga aku masih bisa bernafas sampai
sekarang. Meski, setiap hari aku harus berteman dengan obat.
“Eh, lo udah sadar mel?” Ucap Annisa yang tiba-tiba masuk ke
dalam ruangan tanpa mengetuk pintu dan mengucap salam. Dia adalah teman ku
dikampus, dan yah, dia memang memiliki rasa sopan yang minim.
“Eh, elo nis. Iya gue udah sadar dari tadi.” Ucapku sambil
menatap ke arahnya.
“Syukur deh. Lo udah makan belom?” tanyanya lagi.
“Belom nis.”
“Aduuh, lo makan dulu dong, abis itu lo minum obatnya. Gue bawain bubur nih”
ucap Annisa sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam plastik. Dia menaruhnya ke
dalam mangkuk dan kemudian segera memberikannya padaku.
“Nih makan dulu mel. Gue suapin ya?” ucap Annisa sambil
mengarahkan sesendok makanan ke mulutku. Aku pun tanpa ragu langsung melahap
makanan yang dibawakan Annisa. Yaah, pingsan dan tak sadarkan diri berhari-hari
sepertinya membuatku merasa kelaparan.
“Makasih ya nis. Lo udah mau ngejagain gue selama gue
pingsan.” Ucapku pada Annisa.
“What? Lo kata siapa gue yang ngejagain elo?” Ucapnya kaget.
“Dokter. Tadi sebelum dia pergi gue nanya siapa yang jagain gue. Dia bilang
yang jagain temen gue.” Ucapku.
“Hahah. Lo ngga nanya yang jagain cewe apa cowo?” Tanya
Annisa lagi.
“Engga.”
“Hehe. Maap banget ya nis. Pas denger lo kecelakaan gue
emang buru-buru langsung dateng ke sini. Tapi abis itu gue ada banyak banget
urusan di kampus. Jadi gue ngga bisa jagain lo lama-lama.” Ucap Annisa
menjelaskan.
“Terus?”
“Ya yang jagain lo itu orang yang nabrak elo. Dia cowok. Dia juga orang yang
udah ngelunasin semua administrasi rumah sakit.” Ucapnya lagi.
Aku pun terdiam. Mencoba mencerna kata-kata yang baru saja
di keluarkan oleh Annisa. Yang benar saja, untuk apa dia menjagaku. Ku pikir
dia mau membunuh ku waktu itu.
Lagi pula, aku pingsan berhari-hari, apa dia tidak punya
urusan lain selain menjagaku dirumah sakit. Sial, padahal aku ingin sekali
memarahi nya. Tapi setelah semua yang dia lakukan. Ah, bodo amat. Tetap aku
akan memarahi dan membentaknya habis-habisan. Gara-gara dia aku sekarang harus
terdiam di rumah sakit seperti ini.
“Kok lo diem si mel? Ini di makan lagi dong buburnya.” Ucap
Annisa memecah lamunanku.
“Ah…oh iya nis.” Aku pun langsung melahap makanan yang
diberikan Annsia. Aku benar-benar merasa lapar. Jika ada yang bilang kalau
orang sakit itu lidahnya tidak enak untuk makan, itu tidak berlaku bagiku.
Kelaparanku mengalahkan lidah ku, dan tetap saja, semua
makanan yang masuk ke mulutku akan terasa enak dan tetap bisa dicerna dengan
baik.
Setelah selesai makan, aku meminum obat dengan di bantu oleh
Annisa. Tapi sayang, setelah itu dia langsung berpamitan pergi dengan alasan
kampus. Yah, aku tidak bisa menghalanginya.
Sebagai temannya, aku juga tau betapa sibuknya dia. Karena
banyak ikut organisasi, dia jadi sering sekali ke kampus. Dia hanya punya
sedikit waktu bersama ku, itu pun kalau sedang berada dikosan atau hari libur.
Setelah Annisa pergi, aku kembali merasa kesepian. Aku
kembali menerawangi air hujan yang jatuh dari langit. Dari balik jendela rumah
sakit, aku merasa ada sebuah keajaiban disana.
Aku selalu berfikir pasti ada keajaiban saat hujan datang.
Semua ini gara-gara dia. Seorang pria yang membuatku jatuh cinta dengan hujan.
Pria yang selama masa SMA selalu menemaniku. Sayang, dia harus pergi tanpa
sempat ku miliki.
Pertikaian kecil diantara kami membuat aku dan dia menjadi
memiliki jarak. Terkadang aku merasa tersiksa sekali karena merindukannya. Jika
aku bisa memutar waktu dan kembali ke masa itu, sudah pasti aku akan meminta
maaf dan membuang semua gengsiku.
Entah kenapa aku merasa sangat kehilangan setelah dia pergi.
Yah, memang benar kata orang. Kehadiran seseorang akan menjadi sangat berharga
setelah dia pergi meninggalkan kita.
Ah, sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang aku masih memiliki
masa depan yang harus kurajut. Aku harus menjadi orang yang sukses. Agar aku
bisa membuat kedua orang tua ku bangga karena sudah melahirkan gadis sepertiku.
Saat sedang asyik menatap hujan, tanpa terasa mataku
terpejam. Suara percikan air hujan terdengar begitu meneduhkan. Mengiringiku
memasuki dunia mimpi yang indah.
Dan saat aku membuka kedua mataku, tiba-tiba ada seorang
pria sedang duduk disampingku. Dia tampan sekali, bahkan dia lebih mirip
malaikat dari pada manusia. Yah, kurasa aku sedang bermimpi. Pria itu menatapku
dengan tersenyum. Aku pun membalas senyumannya.
Dia kemudian memegang tanganku. Mimpi ini benar-benar terasa
nyata. Ku tutup lagi mataku, lalu ku buka lagi. Berkali-kali aku melakukannya
dan akhirnya aku benar-benar sadar.
Aku sedang tidak bermimpi. Aku pun segera merubah posisiku
dari tiduran menjadi duduk. Kini aku duduk di depan seorang pria yang wajahnya sangat familiar di
benakku. Tapi.. apa dia adalah orang yang menabrakku, yang benar saja.
“Gimana kabar kamu mel? Udah baikan?” Ucap Pria itu sembari
tersenyum. Dari dulu masih belum
berubah, senyumannya masih tetap manis. Dan lesung pipit di pipinya, membuat
aku jatuh semakin dalam ke dalam senyumannya.
“Yaah begini lah. Kamu kok disini? Jangan-jangan kamu?”
“Hehe.. maafin aku ya. Iya aku yang udah nabrak kamu. Sekali lagi maafin aku
ya.”Ucapnya seraya memohon. Pikiranku menjadi kacau saat ini.
Aku menundukan wajahku. Entah kenapa aku merasa sedih. Dan
tanpa terasa tanganku melayang kearah wajahnya. Disertai air mata yang mulai
menetes dari pelupuk mataku.
“Kamu jahat…” Ucapku pada pria itu sambil terisak.
“Aduh. Kok dipukul si mel, aku kan udah minta maaf. Aku tau
aku salah udah nabrak kamu. Tapi aku pasti bakal berusaha buat tanggung jawab
kok. Tenang aja.” Ucapnya memelas.
“Bukan itu.” Ucapku masih terisak.
“Terus?”
“Kamu…kamu…kamu kemana aja selama ini?! Kenapa kamu pergi ninggalin aku tanpa
alasan? Apa aku buruk banget buat jadi temen kamu? Sampai-sampai kamu harus
pergi ninggalin aku gitu aja?” Ucapku masih terisak.
Aku tertunduk lemas. Aku seperti tidak punya tenaga untuk
menatap wajahnya. Kenangan tentang kebersamaanku dengannya, juga kenangan
saat-saat dia pergi terlintas begitu jelas dibenakku.
“Maafin aku mel.” Ucapnya pelan. Lalu dia memegang pundakku
erat. Dia mencoba mengangkat wajahku agar aku bisa menatap matanya.
“Aku ngga pernah bermaksud ninggalin kamu. Aku juga ngga
pernah nganggep buruk kamu buat jadi
temen aku.” Ucapnya lagi dengan tatapan yang begitu teduh.
“Terus? Kamu kemana waktu itu? Kenapa kamu ngga ada waktu
perpisahan kelas. Dan kenapa kamu seolah jauhin aku dan ngga mau ketemu aku.
Aku kangen ndre… aku kangen smsmu, aku kangen ucapan selamat pagimu, aku kangen
ngeliat hujan bareng kamu, aku kangen semua tentang kamu.” Ucapku lagi. Kini
wajahku tertunduk lagi. Air mataku mengalir begitu deras kali ini.
“Maafin aku mel.” Ucap Andre. Kini dia memelukku erat.
Tubuhku terasa tegang seketika. Pelukannya yang tiba-tiba membuat jantungku
terasa begitu cepat berdetak. Untuk sesaat dia tidak mengatakan apa-apa.
Suasana terasa begitu hening. Tubuhku yang terasa tegang pun kini sudah mulai
terasa nyaman dalam pelukannya.
“Maafin aku. Waktu itu aku cemburu. Aku cemburu sama Rendi,
sama temen-teman cowo kamu yang selalu bareng sama kamu. Aku cemburu karena
kamu lebih milih jalan bareng Rendi dari pada aku. Aku cemburu banget waktu
itu.
Waktu perpisahan, sebenernya aku pengen banget nyamperin
kamu, gandeng tangan kamu, jalan bareng kamu, juga ketawa bareng kamu. Tapi,
kamu keliatan asyik banget sama temen-temen kamu. Kamu keliatan bahagia bareng
mereka, dan aku ngga tega ngusik kebahagiaan kamu.” Ucap Andre yang masih
memelukku.
Aku tersentak mendengar ucapannya. Oh, jadi hanya itu
alasannya. Aku bersyukur karena Andre tidak benar-benar menjauhi ku waktu itu.
Air mata yang tadi sangat deras kini juga sudah berhenti mengalir.
Lalu dia melepas pelukannya. Tangannya menghapus sisa-sisa
air mata yang masih ada di pipiku. Tatapannya terasa begitu teduh.
“Aku sayang kamu mel..” Ucap Andre pelan.
“Aku cinta sama kamu mel. Dan aku juga kangen banget sama
kamu. Aku masih ngga bisa ngehilangin bayanganmu selama ini. Sekuat apa pun aku
nyoba, bayanganmu tetep ada di fikiranku. Dan mungkin ini yang disebut
orang-orang gagal move on.” Ucap Andre lagi. Kini senyum indahnya sudah
mengambang diwajahnya, memberikan keteduhan dan kehangatan di hatiku.
“Beneran cinta sama aku?” Ucapku berusaha meyakinkan. Dia
hanya mengangguk. Matanya masih terus menatap lekat ke arahku.
“Yaudah geh ajakin aku pacaran, atau gimana kek. Katanya
cinta?” ucapku memancing.
Lalu tiba-tiba dia memelukku erat. Kini pelukannya terasa
jauh lebih hangat dari sebelumnya. Dia terang-terangan menyatakan cinta dan
memintaku untuk menjadi pacarnya.
Yah, aku tidak mungkin menolaknya. Aku tidak ingin
kehilangan orang yang berharga lagi. Dan selama kehilangannya, aku juga sadar
kalau aku sangat mencintainya.
Untuk saat ini, aku merasa bersyukur atas kecelakaan itu.
Karena kecelakaan itu membawa ku kembali bertemu dengannya. Dengan seorang pria
yang begitu berharga dalam hidupku. Dan kini aku benar-benar merasa
bahagia.
---oOo---