Mantan Terindah Tak Kembali

Contoh Cerpen tentang Mantan: Mantan Terindah Tak Kembali - Sore hari aku berbaring di kamar dengan memegang ponsel. Sementara itu mukaku seketika tertekuk ketika seorang kekasih mengucapkan kata putus. Begitu sakit hati ini mengingat aku sudah terlalu mencintainya. Tetapi dia malah mencintaiku secara pura-pura dan hanya untuk membuatku sakit.


Keesokan harinya dengan kalimat yang halus dan lembut aku membujuknya agar mau menjadi kekasihku lagi. Tetapi dia justru tambah melukai hatiku dengan sangat keji dengan mengatakan bahwa dia sudah punya kekasih baru. Aku pun sangat curiga, apakah demi lelaki barunya dia tega meninggalkan aku.

Dengan ikhlas dan meski sakit aku pun melepaskannya, semoga dia bisa lebih bahagia dengan kekasihnya. Aku hanya bisa berharap dia tidak merasakan apa yang aku rasakan, karena begitu perih dan pedih. Memang dia sudah menyakiti ku, tetapi aku sangat cinta dengannya sehingga aku pun tidak mau dia disakiti. Biarlah aku ikhlas disakitinya, asalkan dia bisa bahagia dengan orang yang dia pilih.

Ditengah kesediahanku hujan di siang haripun menerpa tanah dan memangkas debu di permukaan tanah. Berkata dalam hati andai hujan juga bisa memangkas kesidihan di dalam hati, tentulah aku tidak merasakan sakit lagi. Tetapi hujan hanyalah hujan yang tidak akan bisa mengobati rasa sakitku.

Aku duduk termenung di kursi teras sambil melihat hujan yang begitu lebat. Hujan ini begitu lebat seolah mewakili kisah pahit yang aku alami. Sementara itu pikiranku terus mencengkram namanya sebagai orang yang aku cintai yang telah menyakitiku.

Hujanpun semakin lebat dan angin semakin kencang. Hujan yang mengguyur terbawa angin hingga mengenaiku yang sedang duduk di teras. Karena terkena air hujan aku pun berdiri dan masuk ke ruamah dan menutup pintu. Aku duduk di ruangan tamu sambil duduk santai dan membaca buku.

Aku mencoba melupakan masalah yang sedang aku alami dengan mebaca buku ini. Dengan fokus aku menyimak kata yang tersusun rapi di dalam buku ini. Aku juga melebur pikiran-pikiran negatif yang membawku ke dalam kesedihan. Dengan tenang aku mengendalikan diriku hingga akhirnya aku bisa berkonsentrasi membaca buku.

Angan dan khayalan terbawa oleh cerita fiksi di dalam buku itu. Seolah aku sedang ikut di dalam serunya berpetualangan di hutan yang penuh dengan penyihir jahat. Aku terus menyimak cerita tersebut semakin banyak kata yang aku baca semakin penasaran pula tentang akhir cerita dalam buku ini.

Aku pun merasakan benar begitu berat mendaki dinding-dinding gunung yang sedang di alami oleh sang petualang. Sementara itu ketika sudah hampir sampai puncak sang petualang jatuh karena di serang oleh rombongan penyihir yang datang. Para petualang tersebutpun masuk jurang dan tertelan oleh kerubutan pohon yang begitu lebat.

Begitu asyiknya aku menyimak cerita di dalam buku ini, tidak terasa hujan sudah berhenti. Kini hanya seekor katak yang mengisi suara di sunyinya suasana sehabis hujan ini. Aku pun menjeda mebaca buku  dan penyimakan buku tersebut. Aku memberi tanda pada lembaran dengan cara melipatnya. Sehingga aku tidak mengulang kembali ke awal bila hendak membacanya lagi.

Aku mandi karena hari sudah sore dan matahari juga bersiap untuk menarik selimutnya dari barat. Dan burung-burung yang berterbangan berbondong-bondon masuk ke sarangnya usai mencari makan untuk menyambut datangnnya malam.

Aku pun mandi untuk menyegarkan tubuhku kembali. Dengan mandi tubuhku menjadi terbebas dari penyakit dan tentunya lebih sehat. Usai mandi aku masuk ke kamar untuk mengganti bajuku dan menyisir rambutku. Aku teringat lagi dengan drama tragis yang menimpaku.

Tetapi aku berusaha untuk untuk menghilangkannya dari pikiranku. Biarkan kenanganku bersamanya lenyap dengan bertambahnya waktu dan usia. Aku pun mendengarkan musik untuk menghilangkan kegaluanku ini. Dengan telaten aku mencari saluran radio yang menyajikan musik kesayanganku.

Aku putar ke kanan dan aku putar kekiri, hingga tak satuun saaluran yang sedang memutar musik. Terpaksa aku pun mendengarkan berita yang di sajikan radio tersebut. Aku mendengarkan radio dengan begitu hikmat yang mengungkap berita tentang isu politik. Tetapi lama- kelamaan berita yang di hadirkan di dalam radio tersebut terkesan membosankan dan membuatku jenuh. Karena di kemas dengan bahasa yang kaku dan monoton.

Aku pun mematikan radio tersebut karena tidak mendapatkan sebuah hiburan untuk kegalauanku. Aku duduk sambil menyandarkan kepalaku ke kursi dan memejamkan mata sejenak untuk  menenangkan pikiran. Dengan hati-hati aku menarik napas dan menghembuskan perlahan, hingga diriku menjadi labih tenang.

Malampun hadir, aku pun hendak keluar untuk mencari angin segar dan sekedar makan malam. Aku mengeluarkan motorku dari sarangnya dan kemudian menghidupkannya. Kubiarkan sejenak sampai mesin motorku panas. Setelah itu aku berangkat untuk menlancong berwisata malam dan menghilangkan kegalauanku.

Dengan perlahan aku mengemudi sambil melihat indahnya lampu yang berkelap-kelip menghiasi dinding kota. Hingga tak lama aku melewati turunan yang begitu terjal dan sebuah tikungan tajam. Lokasi ini adalah tempat yang memang sering dan sangat rawan akan kecelakaan. Dengan hati-hati aku melewati turunan dan tikungan tersebut. Dengan sabar pula aku mengendalikan setangku dan membiarkan gas motorku diam.

Setelah melakukannya dengan hati yang berdebar-debar akhirnya jalan itu berhasil aku lalui. Aku pun melepaskan remku dan menambah gigi, lalu gas aku tambah hingga motorku melaju dengan sangat cepat.

Berbeda di jalan yang tadi aku lalui, di sini sangat langka sekali pengendara. Sehingga aku bisa melaju dengan cepat tanpa khawatir mengalami kecelakaan. Begitu cepat motorku melaju di jalan sepi ini diiringi kefokusan pikiranku dalam mengendalikan laju motor.

Tak lama kemudian sampailah aku di tempat makan pinggir jalan. Aku pun menghentikan motorku  dan mematikannya. Aku duduk lesehan di warung tersebut dan kemudian memesan nasi goreng sepesial. Kini pikiranku jauh lebih baik karena sudah di luar rumah. Dan perasan damaipun menyelimuti hati yang tadinya galau.

Sementara itu penjaga warung membuatkanku nasi dengan begitu cekatan. Penjual nasi tersebut begitu akrobatik dalam menyiapkan nasi goreng tersebut. Penggorengan yang terisi nasi tersebut berulang kali terisi api dan tercampur dengan nasi. Namun dengan sigapnya diapun mematikannya lagi. Atraksi tersebut berulang kali dia lakukan hingga proses penggorengan nasi selesai.

Aku pun begitu takjub dengan aksi yang di tunjukan oleh pembuat nasi goreng tersebut. Aku begitu terhibur dengan caranya mempersipakan nasi goreng yang aku pesan. Usai selesai menggoreng, diapun menyiapkan piring dan menyajikan, nasi goreng tersebut di dalam piring.

Dia membawa nasi tersebut kepadaku, dengan tersenyum dia berkata,”Silahkan dimakan”. Dengan tangan terbuka aku menerimanya dan berkata,”Iya terimakasih, atraksinya hebat”, ungkapku memujinya. Diapun tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya lagi.

--- oOo ---

Tag : Cerpen, Cinta
Back To Top