"Si Tukang Laundry", contoh cerpen percintaan. Awal mula ditulisnya contoh cerpen cinta yang satu ini adalah berkat kiriman sebuah contoh kerangka cerpen yang dikirim oleh salah satu pengunjung setia situs ini. Sebuah kerangka cerita yang cukup menarik untuk digambarkan dalam sebuah karya yang pendek.
Ya, tertulis pada kiriman tersebut sebuah kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan, kisah yang sangat menyedihkan. Akhirnya saya menyempatkan diri untuk menyusun ide tersebut menjadi sebuah bacaan yang cukup menghibur.
"Si Tukang Laundry" ini mengisahkan kisah pilu seorang wanita yang memendam rasa cinta kepada seorang tukang cuci laundry. Yang membuat sedih adalah selama ia mengenal lelaki yang ia sukai tersebut ia tidak tahu bahwa lelaki tersebut ternyata sudah memiliki kekasih.
Dari awal bertemu dan dekat sebenarnya lelaki itu sama sekali tidak memberikan perhatian lebih, tapi namanya juga cinta, bisa datang dimana saja. Pelanggan laundry jatuh cinta kepada pengusaha laundry yang ternyata sudah bertunangan, sungguh menyakitkan bukan?
Sudah terlanjur berharap, sudah terlanjur tumbuh rasa sayang tetapi pada akhirnya ia mengetahui bahwa lelaki yang disukai sudah akan menikah. Seperti apa sebenarnya yang terjadi pada mereka, kita baca saja cerpen tersebut di bawah ini.
"Si Tukang Laundry" ini mengisahkan kisah pilu seorang wanita yang memendam rasa cinta kepada seorang tukang cuci laundry. Yang membuat sedih adalah selama ia mengenal lelaki yang ia sukai tersebut ia tidak tahu bahwa lelaki tersebut ternyata sudah memiliki kekasih.
Dari awal bertemu dan dekat sebenarnya lelaki itu sama sekali tidak memberikan perhatian lebih, tapi namanya juga cinta, bisa datang dimana saja. Pelanggan laundry jatuh cinta kepada pengusaha laundry yang ternyata sudah bertunangan, sungguh menyakitkan bukan?
Sudah terlanjur berharap, sudah terlanjur tumbuh rasa sayang tetapi pada akhirnya ia mengetahui bahwa lelaki yang disukai sudah akan menikah. Seperti apa sebenarnya yang terjadi pada mereka, kita baca saja cerpen tersebut di bawah ini.
Si Tukang Laundry
Cerpen oleh Mandes
Berto adalah nama si tukang laundry
itu, parasnya yang bak pangeran berkuda putih mampu menyulap setiap penghuni
asrama kami. Tutur katanya yang ramah membuat semua orang yang ditawari jasa
laundry miliknya tak mampu berkutik.
Bahkan para pria pun banyak yang
simpatik dengannya, bukan karena parasnya tetapi karena kesopanan dan pelayanan
laundry yang begitu memuaskan. Hampir semua orang di lingkungan ku menjadi
pelanggan setia Berto.
Satu minggu sekali ia selalu
datang menjemput bola, ia berkeliling dengan sepeda motor untuk mengumpulkan
pakaian kotor dari pelanggan. Hari itu adalah hari pertama dimana aku menyadari
bahwa tatapan matanya begitu bening, senyumnya seperti pelangi, padahal sudah
hampir satu bulan aku berlangganan jasa laundry padanya.
Bisanya di datang tepat jam 10
siang, tapi hari itu sudah sampai jam 11 dia belum datang. “Kemana si tukang
laundry itu, kenapa jam segini belum datang”, gumamku. Belum selesai aku
melamun tiba-tiba terdengar suara khas-nya, “laundry, laundry…!”.
Aku langsung berlari membawa
pakaian yang sudah dari tadi aku siapkan. Entahlah, hari ini aku begitu
bersemangat menunggu Berto, padahal ia hanya tukang cuci langganan. “Hei,
Fitri, laundry…?” sapanya kepadaku. “Iya bang Berto”, balasku singkat.
“Loh, kok sedikit?”, ia bertanya sambil memberikan catatan pada bungkusan pakaianku. “Iya, kemarin sebagian sudah dicuci sendiri”, jawabku. “Ow, ya sudah kalau begitu, aku permisi dulu ya…” ucapnya sembari melangkah menuju motor. “eh, tunggu bang” ucapku spontan.
“Loh, kok sedikit?”, ia bertanya sambil memberikan catatan pada bungkusan pakaianku. “Iya, kemarin sebagian sudah dicuci sendiri”, jawabku. “Ow, ya sudah kalau begitu, aku permisi dulu ya…” ucapnya sembari melangkah menuju motor. “eh, tunggu bang” ucapku spontan.
“Ada apa Fit?”, ia menyebut
namaku. “Eh, anu, karena nanti aku mau keluar jadi kalau sudah selesai tolong
kabari aku aja ya, biar langsung ku ambil, ini nomorku”, ucapku sambil
memberikan kartu nama. “Oh, baiklah kalau begitu, nanti aku kabari”, balasnya
singkat.
Dalam hati aku sebenarnya sadar
apa yang sedang terjadi, sejak satu minggu lalu aku selalu memikirkan Berto,
bahkan aku sering cari-cari alasan untuk bertemu dengannya. Sampai suatu hari
secara tidak sengaja aku berpapasan dengannya di sebuah café.
“Loh, Bang Berto disini?”
“Iya, kamu?”
“Iya nih bang, lagi suntuk jadi
ingin santai sejenak…”
“Oh, ya sudah gabung saja sama
aku disini, aku juga sendirian kok”
Hari itu aku berbincang tentang
banyak hal, bang Berto mencaritakan bagaimana ia memulai usaha laundry yang
sekarang ia jalani. Aku kaget, ternyata bang Berto juga seorang mahasiswa
semester akhir yang sedang menyusun skripsi, aku benar-benar salut padanya.
Bayangkan saja, sebagai mahasiswa
akhir seharusnya ia sangat sibuk tetapi ia bisa menjalankan bisnis laundry
miliknya dengan baik. Ia pun bercerita bahwa dengan laundry kiloan yang ia
lakukan ia membiayai kuliahnya dan juga adik-adiknya. Dari situ aku mulai lebih
simpati kepadanya.
Beberapa waktu kemudian aku
selalu menyempatkan datang ke café itu karena aku tahu café itu adalah
langganan bang Berto.
Semakin hari aku semakin suka dengan dia, dan ternyata kelihatannya ia pun memendam rasa kepadaku. Itu terbukti dari caranya menatapku beberapa pertemuan ini, ada keteduhan dan kehangatan yang dipancarkan.
Semakin hari aku semakin suka dengan dia, dan ternyata kelihatannya ia pun memendam rasa kepadaku. Itu terbukti dari caranya menatapku beberapa pertemuan ini, ada keteduhan dan kehangatan yang dipancarkan.
Suatu hari, entah kenapa hatiku
begitu gelisah, dari pagi ada saja hal yang membuatku marah dan pusing.
Akhirnya aku memutuskan untuk menghubunginya dan memintanya menemaniku. Ku
katakan saja pada-nya kalau aku sedang tidak enak hati. “Maaf Fit, hari ini
tidak bisa…”, jawabnya pelan.
Akhirnya aku pun ke café tempat
biasa kita bertemu. Nasi sudah menjadi bubur, aku sudah terlanjur mencintai si
tukang laundry ganteng tersebut namun sial tak terperi, sore itu aku mendapati
bang Berto sedang duduk berdua di café bersama seorang wanita.
“Eh Fitri…”
“Eh, ada bang Berto, loh ini…”
“Eh, iya perkenalkan ini Anita
tunanganku…”
Seketika itu juga dadaku terasa
begitu sesak. Aku tak menyangka kalau bang Berto ternyata sudah bertunangan. Seisi
dunia serasa runtuh, mataku berkunang-kunang. Aku pun langsung mohon diri dan
meninggalkan mereka berdua.
Sungguh sial nasib ini, sekali-nya
jatuh cinta kepada pemuda tampan yang sempurna tetapi apalah daya ia telah
memiliki kekasih. Sejak saat itu, aku tidak sanggup lagi, aku langsung mencari
asrama baru agar aku tidak lagi bertemu dengan bang Berto.
Selamat tinggal jasa laundry,
selamat berpisah, mesin laundry. Semoga aku tidak akan menemukan lagi kejadian
seperti ini.
--- Tamat ---