Terlukaku Karena Nama Indah itu - Nama adalah sebuah ungkapan doa yang ingin dicapai oleh orang tua kepada anaknya. Nama memberi harapan baik di masa depan. Nama menjadi label, penanda dan pembeda dari segala jenis keragaman insan.
Cerpen kali ini masih mengambil tema cerpen sedih yang masuk kategori cinta dan remaja. Ya, sebuah rangkaian ingatan yang membekas dalam bingkai hati yang tak pernah terurai. Perasaan yang entah bagaimana bentuknya.
Entah bagaimana warna dan rasanya. Sangat sulit dijelaskan meski nyata dan pasti. Tidak akan pernah bisa dikisahkan oleh orang lain. Tak mungkin diceritakan dari luar. Sebuah kisah hidup yang mengiris jiwa.
Terlukaku Karena Nama Indahmu
Oleh Irma
Tidak. Tak semua yang pernah hadir dapat memenuhi ruang hampa itu. Dia. Hanya dia yang sampai saat ini selalu setia mengisi, menempati celung terdalam. Di dada ini. Namanya yang tak pernah lekang dari ingatan.
Ia, satu-satunya nama yang tak pernah menangis meski air matanya meleleh. Satu-satunya yang tak pernah merasa rendah meski serba kekurangan.
Langkahnya tak pernah surut. Tubuhnya tak pernah letih tegak berjalan. Dengan atau tanpa persiapan, ia selalu menang.
Masih ingat, jelas terlintas. Pertemuan pertama kami di sudut Cafe Berlina. Sorot matanya tajam menembus dinding.
Aku yang terkesima melihat keteguhan di wajahnya. Terpaksa menyapa, dengan sedikit malu.
"Sedang menunggu seseorang, boleh aku temani. Kebetulan aku juga sedang janjian dengan seorang teman..." Tak kutemukan jawaban.
Tapi senyum kecil itu ku anggap pertanda. Bahwa ia tak keberatan jika aku duduk di bangku kosong itu. Atau mungkin saat itu aku yang terlalu tak sopan dan menganggap aku diterima disana.
Setengah jam berlalu. Mulut serasa berbusa. Tapi aku tetap tak bisa. Membuat ia bicara. Membuka percakapan yang beku itu.
Apapun yang terucap. Hanya senyum yang kudapat. Senyum tipis. Dari bibir mungil yang seolah terkunci. Hanya senyum di ujung bibir, yang membuat aku salah tingkah. Kehabisan kata.
Untung saja, setelah semua kata dan kalimat habis. Ketika perasaanku mulai getir, malu. Teman yang ku tunggu akhirnya datang, menyelamatkan dari dinginnya cafe.
"Maaf ya dari tadi menggangu, terima kasih waktunya..." ucapku sambil berlalu.
Tak bisa kuberikan penilaian apapun. Sama sekali tidak, "gadis macam apa itu, dingin tapi hangat".
---oOo---
Seminggu mungkin, atau lebih. Setelah kejadian itu. Nuansa beku tanpa kata, sorot mata yang hangat. Senyum yang begitu menyegarkan. Kesan itu tak hilang. Bahkan aku seolah rindu, dengan pertemuan serupa.