Sebut saja namanya Paimin. Ia adalah seorang siswa super gendut yang selalu menjadi bahan ejekan oleh teman sekolahnya. Hampir dalam setiap kesempatan, ia selalu dibully oleh teman-teman di sekolah SMA-nya.
Layaknya anak – anak lain, Paimin juga sangat suka jajan. Hampir setiap hari ia lebih banyak makan jajan dari pada makan nasi atau makanan lain di rumah. Bahkan, ia sangat hobi makan mie baik mie ayam, mie bakso atau bahkan mie instan.
Bukan hanya itu, ia juga memiliki beberapa kebiasaan tidak sehat lainnya. Sebut saja misalnya ia jarang sekali ikut olah raga. Di sekolah, ketika jam olahraga ia justru lebih banyak menghabiskan waktunya di kantin.
Ia juga dikenal doyan makan. Hampir setiap saat mulutnya selalu mengunyah. Itu menjadi salah satu sebab ia sering kali mengantuk dan banyak tidur.
“Hai Ndut, makan aja kamu ini, PR-nya sudah dikerjakan belum?”, tanya teman sekelasnya suatu ketika. “Ah, lupa…” jawab Paimin enteng.
Mungkin karena perutnya yang selalu kenyang makanya ia terkenal susah mikir, bahkan kadang lemot banget.
Meski begitu, dalam hati Paimin selalu risih ketika ada teman yang memanggilnya gendut. Pernah suatu ketika ia sampai benar-benar marah karena diejek oleh salah satu teman perempuan di kelas.
Awalnya, perjalanan hidup Paimin cukup datar, hanya selalu menjadi bahan olok-olok teman sekelas sampai akhirnya ia berkenalan dengan siswi dari jurusan lain di sekolahnya.
Paimin kemudian mengenal cinta, tapi keadaan itu bukan membuat dia senang atau berbunga-bunga tetapi justru membuatnya stres dan frustrasi. Apalagi ia menyadari tubuhnya sangat jauh dari ideal dan hanya menjadi bahan tertawaan saja.
Ia pun bertekat untuk memiliki tubuh ideal agar tidak diejek dan agar bisa meruntuhkan hati siswa yang dicintainya. “Harus diet karena kalau tidak ia akan selalu jadi bulan-bulanan teman”, ia bertekad.
Tanpa sepengatahuan siapapun, ia mulai melakukan diet, mengurangi makan dengan cara yang serampangan. Ya, tentu saja tidak mudah. Ia harus menghadapi banyak kesulitan karena ia selalu dimanja.
Di rumah ia sering diajak makan, diberikan makanan yang enak-enak dan lainnya. Ia juga sangat kesulitan menghilangkan rasa malasnya. “Kenapa harus susah-susah seperti ini?”, pernah ia hampir putus asa.
Kenyataannya, Paimin memang memiliki terlalu banyak kebiasaan tidak sehat yang membuatnya sulit mengontrol berat badan. Tapi ia tak menyerah, setiap kali melihat cewek yang ia suka di sekolah, darahnya selalu mendidih dan bersemangat untuk diet lagi.
“Aku lebih baik mati jika gagal…” tekad dalam hatinya membara, namun kekuatan tubuhnya tak sebesar bentuknya. Ia mulai merasakan tubuhnya tidak enak, tidak nyaman. Beberapa kali ia sampai ditegur orang tuanya, tapi ia tetap bungkam.
Sampai tak terasa, beberapa bulan berlalu, tubuh Paimin tak lagi terlalu lebar dan melar. Ada satu orang sahabatnya yang menyadari perubahan pada diri Paimin.
Ia pun mencoba menanyakan hal itu pada saat suatu Senin Paimin jatuh pingsan di lapangan sekolah saat upacara bendera.
Tak ingin usahanya gagal, Paimin tetap merahasiakan apa yang sedang dilakukan. Tiga hari berikutnya, Paimin tiba-tiba menghilang, ia tidak masuk kelas. Kecuali Rudi temannya, tak satu pun siswa lain yang peduli.
Karena Paimin menutup diri atas apa yang ia kerjakan maka tidak ada yang bisa memperingatkannya. Akhirnya, ia meninggal karena komplikasi penyakit yang sebelumnya tidak diketahui.