Jatuh Sampai 3 Kali, Munah Masih Tetap Semangat Berangkat ke Sekolah

Meski sudah jatuh sampai 3 kali, Munah masih tetap melanjutkan perjalanannya ke sekolah. Kalau bukan si kutu buku Maimunah, pasti tidak ada anak lain yang mau bersusah payah menahan dingin pergi ke sekolah.


Padahal saat itu buku tugasnya pun sampai basah kuyup dan pasti ia akan mendapatkan hukuman atas hal itu. 

Rumahnya emang tidak jauh dari sekolah hingga ia bisa jalan kaki menuju sekolah. Namun begitu, jalan kaki di musim hujan memiliki resiko sendiri bagi Munah. Ia seringkali harus sampai di sekolah dengan baju yang kotor.

Seperti hari Senin kemarin, hujan mengguyur deras semalaman. Jalanan menjadi sangat licin dan banyak genangan air. apalagi jalan dari rumah Munah ke sekolah masih tanah. 

Dengan membawa jajanan yang akan dijual di kantin sekolah, Munah melangkahkan kaki sedikit terburu-buru. Masih setengah tujuh memang, tapi dengan semua kesibukan yang harus dilakukannya, jam segitu ia sudah merasa kesiangan.

Sebelum upacara bendera, ia harus beres-beres kantin sekolah dan meletakkan barang-barang dagangannya. Ia memang ditunjuk secara khusus untuk mengelola kantin sekolah bersama beberapa rekan lain. 

Dengan tugas itu ia mendapatkan upah setiap bulan yang biasa ia gunakan untuk membayar kebutuhan sekolah. 

Munah adalah anak kampung yang sangat rajin. Ia juga dikenal sebagai sosok siswa yang cerdas dan tidak sombong. Lahir di keluarga kurang mampu tidak pernah membuat ia ciut nyali atau minder.

Setiap pagi, ia bangun sebelum subuh, ia sempatkan belajar sebelum melakukan sholat subuh. Setelah itu ia membantu sang ibu menyiapkan sarapan dan berbagai keperluan. Biasanya, jam 6 pagi ia sudah melangkahkan kaki menuju sekolah.

Hari itu memang ia begitu merasa lelah. Hujan yang deras membuat ia tidur begitu nyenyak hingga kesiangan. “Mamak kok enggak bangunin aku sih, aku kan jadi kesiangan”, ucapnya pada sang ibu yang sedang sibuk di dapur.

“Endak apa-apa nak, sudah siap semua kok, kamu tinggal mandi dan siap-siap berangkat”, ucap sang ibu. 

Karena sudah agak siang ia segera bergegas. “Endak sarapan dulu…”, tanya sang ibu. “Tak usah Mak, sudah siang nanti aja di sekolah…”, jawabnya sambil setengah berlari.

“Eh, licin hati-hati nanti jatoh…”, teriak ibunya. Cepat bukan berarti harus terburu-buru, baru beberapa meter ia melaju, tiba-tiba dagangannya terjatuh. “Aduh…!”, teriaknya langsung berhenti.

Untung saja, ibunya sepertinya sudah tahu apa yang akan terjadi. Dagangan sudah dibungkus rapi dengan plastik, tak ada yang tercecer. Munah pun segera memungut dan membersihkan plastik tersebut dan melanjutkan perjalanan. 

Keluar dari gang, kakinya terpeleset dan masuk ke kubangan air. Tidak sampai jatuh, tapi sepatu kanannya basah total. Ia terpaksa melanjutkan perjalanan dengan sepatu basah itu. 

Sesampainya di depan gerbang, ia kembali terjatuh terpeleset. Kali ini pakaian yang ia kenakan tak bisa terhindar dari kotoran. Sambil meringis kesakitan ia segera melaju ke kantin sekolah. 

“Hiuft, pagi yang berat…!” pikirnya sambil masuk ke kantin. Ia segera membersihkan bajunya dan menyiapkan dagangan yang dibawa. Setelah selesai ia segera ke kelas untuk membantu rekan lain membersihkan kelas dan menyiapkan upacara bendera. 

Back To Top