Cerpen pendidikan akan menjadi salah satu bahan bacaan yang cocok untuk rekan-rekan semua yang sedang semangat menuntut ilmu. Yang baru dapat pengumuman lulus sma, tema kuliah tentu juga akan sangat menarik untuk kita ikuti. Untuk itulah, kita tambah lagi koleksi bacaan yang ada di situs kita ini dengan koleksi baru.
Kali ini yang akan kita angkat adalah tema yang berkaitan dengan perkuliahan yaitu mengenai jurusan kuliah. Mungkin ada yang masih bingung menentukan jurusan apa yang akan diambil. Atau mungkin ada yang sedang berjuang mempersiapkan diri untuk test masuk perguruan tinggi dengan jurusan yang di pilih? Pokoknya menarik deh mengikuti cerita ini karena relate banget kok.
Jurusan Kuliah
Cerpen Pendidikan tentang Anak Kuliah
Menentukan jurusan kuliah adalah salah satu masalah yang sulit dan harus dihadapi setiap siswa SMA yang akan segera lulus. Termasuk diriku. Aku tidak begitu tau tentang jurusan apa yang ingin ku ambil. Sepertinya aku hanya akan ikut saja dengan perintah orang tuaku.
Memang rasanya akan sulit. Tapi ini juga karena kesalahanku.
Diumurku yang sudah hampir menginjak 17 tahun aku tidak benar-benar tau apa passion
ku sebenarnya. Dan ini lah yang saat ini menjadi boomerang bagi diriku sendiri.
Satu tahun yang lalu, ayahku menyuruhku untuk mengambil
jurusan hukum. Beliau berharap aku akan menjadi seseorang yang berguna untuk
negara. Kalaupun tidak bisa, setidaknya aku harus bisa berguna untuk orang lain
dengan cara menyelesaikan masalah-masalah mereka.
Diawal-awal masa perkuliahan semuanya masih tampak biasa
saja. Aku menjalaninya dengan penuh semangat dan antusias. Layaknya anak SMA
yang baru masuk sekolah, aku juga sudah bisa mendapatkan banyak teman. Memang
beberapa senior yang sok berkuasa terasa begitu menjijikan, tapi itu semua
tidaklah begitu bermasalah bagiku.
Aku masih memiliki banyak teman yang siap membantu ku kala
aku dalam kesulitan.
Di masa pertengahan semester, aku mulai tergoda dan melirik
berebagai macam event yang ada dikampus.
Yang paling kuminati kala itu adalah event lomba menulis
karya ilmiah. Dengan senang hati aku pun mengikuti lomba itu. Pemikiranku yang
kritis menantangku untuk kembali menemukan sesuatu yang baru lalu menyampaikan
pemikiranku lewat sebuah karya ilmiah.
Aku benar-benar bernafsu pada event itu. Dan beruntung, saat
itu aku berhasil mendapatkan juara. Setelah itu, event-event menulis yang lain
pun semakin banyak yang bermunculan. Mulai dari menulis puisi, menulis, cerpen,
dan lain sebagainya.
Dengan penuh antusiasme dan semangat aku kembali mengikuti
berbagai macam lomba menulis itu. Dan tak jarang aku kembali memenangkan lomba menulis
tersebut.
Karena terlalu antusias terhadap berbagai event menulis, tak
jarang beberapa tugas kuliahku menjadi terbengkalai. Dan ini lah yang menjadi
masalah besar untukku. Aku merasa kalau diriku sudah salah jurusan.
Minatku terhadap dunia hokum sirna begitu saja kala aku
bertemu dengan dunia menulis. Aku mabuk dengan berbagai macam susunan kalimat
yang terlihat begitu indah dimata. Aku terlena dalam buaian indahnya dunia
sastra. Dunia tulis menulis menjadi hal yang sangat menggebu-gebu dalam hidupku.
Aku menjadi begitu bersemangat dalam dunia ini. Dan karena
hal ini lah tugas-tugas kuliahku menjadi terbengkalai. Aku jadi tidak fokus di
dalam kelas. Saat dosen sedang mengajar, pikiranku melambung jauh pada dunia
yang tidak kuhinggapi sekarang.
Aku merasa ada dunia lain yang jauh lebih layak untukku. Aku
merasa dunia hokum bukanlah duniaku. Dan aku sudah salah jurusan.
Saat itu aku sudah merasa begitu bimbang dengan jurusan yang
aku ambil ini. Kebimbangan semakin bertambah kala ada orang-orang yang
menawarkan freelance menulis konten padaku. Tak hanya itu mereka juga
menawariku untuk menjadi seorang copywriter mereka menjanjikan honor
yang lumayan. Dan saat itu lah mentalku benar-benar terasa kacau.
Pikiranku untuk keluar dan kembali kepada jalur yang benar
semakin besar. Aku merasa seperti sudah salah naik bus. Aku merasa bus ini
tidak akan membawa ku ketempat yang ku inginkan.
Tapi, jika aku turun
dari bus ini. akan terasa sangat sayang waktu yang sudah ku luangkan. Akan
terasa sangat sayang juga biaya yang sudah ku keluarkan. Tidak seharusnya aku membuang waktu dan biaya
ku begitu saja.
Terlebih bagaimana jadinya perasaan orang tua ku jika aku
keluar. Mereka pasti akan sangat kecewa padaku. Aku lah satu-satunya harapan
mereka. Aku sangat menyayangi mereka dan tak mungkin mengecewakan mereka.
Lalu bagaimana dengan masa depanku? Haruskah aku
mengorbankan masa depanku demi kebahagiaan orang tuaku? Haruskah aku tetap
duduk di bus yang sudah jelas tidak akan membawaku pada tempat yang ku inginkan?
Pikiranku benar-benar kacau. Berkecambuk dalam sempitnya
relung otakku. Aku benar-benar tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang.
Dan disaat-saat seperti ini. Yang harus kulakukan hanya lah berbagi cerita pada Andi-teman satu
kampusku.
Biasanya dia selalu punya ide dan saran yang berguna
untukku. Setidaknya kata-katanya akan bisa memotivasiku. Membuka setiap
lubang-lubang diotakku. Membuat darah bisa masuk kedalamnya dan segera aku bisa
berfikir normal.
Dia selalu punya ide yang tidak biasa. Mendobrak, unik, dan
selalu segar. Yaah, aku harus menemuinya dan meminta sarannya.
Malam itu, aku menghubunginya dan memintanya untuk menemuiku
disebuah kafe di kawasan bintaro. Aku sudah tidak tau lagi apa yang harus
kulakukan. Aku seperti dihadapkan diantara pilihan hidup dan mati. Hidup dengan
sejuta beban. Atau mati dengan membawa miliaran dosa.
Cukup lama aku menunggu, akhirnya dia tiba juga disebuah
tempat yang aku janjikan.
“Ada apaan lo ngajakin gue ketemu dikafe gini? Emang ada
sesuatu yang penting banget ya?” Tanya nya yang kini sudah duduk dihadapanku.
“Gue bingung banget ini ndi. Gue butuh bantuan lo.”
“Iya emang masalah lo itu apa?”
“Salah jurusan.” Ucapku singkat. Dia terdiam sembari
memandangiku. Dari tatapannya aku tau kalau dia juga berfikir bahwa ini adalah
masalah yang berat dan sulit.
“Lo yakin udah salah jurusan?” tanya nya. Aku hanya
mengangguk pelan. menandakan bahwa apa yang sudah dikatakannya itu benar.
“Emang menurut lo jurusan yang bener buat lo itu apa?”
Tanyanya lagi.
“Sastra.” Jawabku singkat. Dia hanya terdiam. Lalu dia
mengambil gelas berisi cappuccino didepannya.
“Gue ngerasa dunia gue itu bukan hukum ndi. Gue ngarasa
dunia gue itu sastra. Gue salalu ngerasa bersemangat tiap kali ada pembahasan
soal sastra. Gue ngga pernah cape buat baca berbagai macam info soal sastra.
Siang malem gue rela buat belajar sastra sekalipun ngga dibayar. Gue suka dunia
tulis menulis dan gue cinta sama dunia sastra.” Ucapku panjang.
“Terus lo mau keluar?”
“Pengennya si gitu. Tapi…”
“Tapi apa? Waktu? Biaya? Orang Tua?” Tanyanya beruntun.
Aku hanya mengangguk pelan. Dia benar-benar seperti sudah
paham tentang masalahku. Sepertinya memang bukan aku satu-satunya orang yang
sudah bercerita masalah semacam ini padanya.
“Kalo menurut gue si lo ngga usah keluar.” Ucapnya lagi. Aku
hanya memandanginya lekat. Memintanya untuk segera memberi alasan atas
ucapannya.
“Okelah lo mungkin udah ngerasa kaya salah naik angkot. Tapi
gue tanya, seandainya lo balik terus naik angkot lain apa lo udah tau tujuan
akhir angkot itu? Bisa aja angkot yang lo pengenin itu tujuan akhirnya sama
atau berdekatan ama angkot yang lagi lo naikin sekarang dan lo anggap salah.”
Ucapnya panjang.
Otakku kini sudah mulai mencerna kalimatnya. Berfikir akan
setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.
“Dan ini kita lagi ngomongin soal masa depan bung. Ngga ada
yang tau masa depan lo besok. Bahkan diri lo sendiri. Ngga ada yang tau tempat
pemberhentian lo saat lo masuk jurusan hokum. Begitu pun kalo lo mau ngambil
jurusan sastra. Semuanya sama men, semu!!” Ucapnya serius.
“Pemberani itu bukan orang yang ngga punya rasa takut. Tapi
pemberani itu orang yang juga punya rasa takut, dan dia bisa ngadepin rasa
takutnya. Bukan lari dari rasa takutnya itu.” Ucapnya lagi.
Aku hanya bisa terdiam tanpa bersuara. Memang sepenuhnya apa
yang dikatakan Andi ada benarnya. Dan sekarang aku mulai sedikit yakin. Salah
jurusan bukanlah sebuah masalah besar. Sebuah masalah besar adalah ketika kita
salah tujuan. Itu lah yang kutangkap dari obrolan singkat kami.
---oOo---