Orang Jujur Miskin atau Orang Licik yang Kaya?

Renungan, tema ini juga bisa dikemas dan dihidangkan dalam sebuah cerita sederhana yang menarik dan bisa dinikmati siapapun. Termasuk remaja maupun dewasa. Melalui cerita renungan tentu kita bisa mendapatkan banyak hal.


Bisa jadi motivasi, bisa jadi pemicu agar sadar akan kesalahan. Bisa untuk bertobat dan lain sebagainya. Cerita renungan bisa masuk menjadi sebuah motivasi maupun inspirasi. Seperti dalam cerita sederhana di bawah ini.

Jujur Miskin atau Licik Kaya?
Contoh Cerita Renungan 

Ada yang pernah bilang kaya atau pun miskin adalah pilihan. Memang ada benarnya, tapi apa kah di dunia ini ada orang yang pernah memilih untuk menjadi miskin? Bagaimana jika kemiskinan menghampiri kita dan kita tak sanggup menolaknya?

Jika hal ini terjadi, satu-satu nya jalan yang bisa kita pilih adalah kejujuran, karena kejujuran akan membawa kebahagian, dan kekayaan tidak selamanya di iringi dengan kebahagiaan.

Mungkin pernyataan yang lebih tepat bukanlah kaya atau pun miskin adalah pilihan. Tapi jujur atau licik itu lah yang harus kita pilih. Masalah kekayaan dan kemiskinan, biarlah Tuhan yang menentukan. Lakukan lah yang terbaik dan tetap lah jaga nilai-nilai luhur yang sudah tertanam lama dalam jiwa bangsa ini.

Disebuah desa yang makmur, saat itu di adakan pemilihan kepala kampung. Jabatan kepala kampung atau lurah adalah jabatan yang sangat di inginkan oleh semua penduduk desa. Termasuk Wahid dan juga Shiddiq, dua orang yang mencalonkan dirinya sebagai kepala kampung periode ini.

Wahid adalah anak salah seorang konglomerat di kampung ini. Ayah nya adalah seorang tuan tanah yang bengis. Seorang rentenir yang tamak. Ayahnya memiliki 3 orang istri yang di dapatnya dari anak-anak si pengutang. Tidak ada satu pun masyarakat kampung yang segan pada nya.

Tapi hampir seluruh masyarakat di penjuru kampung merasa takut padanya. Dia lah sosok simbolis dari perwujudan fir’aun di masa modern ini. Dan lahir dari seseorang yang bergelimang harta membuat Wahid menjadi orang yang ambisius. Semua yang di inginkannya harus bisa ia dapatkan, tak peduli jalan apa yang harus ia tempuh.

Hidup bergelimang harta membuatnya tak mengerti nilai-nilai luhur dari sebuah kehidupan. Tak mau mengerti ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lainnya. Karena di pikirannya, dengan harta ia bisa mendapatkan segalanya.

Semakin dewasa, Wahid semakin terobsesi dengan segala sesuatu yang bisa ia dapatkan. Dia hampir bisa mendapatkan segalanya, harta melimpah, wanita yang cantik, ketenaran dan segalanya yang ia mau.

Hanya satu yang dirasa masih belum ia dapatkan, yakni sebuah tahta. Dia berambisi untuk sebuah tahta. Karena dengan tahta, dia akan bisa mendapat kan sebuah kekuasaan dan membuatnya lebih mudah mengumbar kesombongannya.

Dengan alasan ini lah akhirnya ia mencalonkan dirinya sebagai kepala kampung. Dengan bantuan harta dari ayahnya dia memulai kampanyenya. Dia memulai nya dari satu rumah ke rumah lainnya. Dari satu dusun ke dusun lainnya. Sampai hampir seluruh rumah di kampung telah ia masuki.

Dengan menyuruh beberapa anak buahnya, dia membagikan berbagai macam sembako kepada warga dengan harapan warga akan memilihnya. Dia sengaja membagikannya di malam hari agar dewan pengawas pemiliha kepala kampung tidak mengendus aksi liciknya ini.

Dan dengan cara kampanye nya ini dia yakin dan sangat optimis bisa memenangkan pemilu dan akhirnya dia mendapatkan tahta  yang ia iginkan. Karena ia sangat yakin bahwa dengan harta, ia bisa mendapatkan segalanya.

Sangat berbeda dengan calon kepala kampung lainnya yakni Shiddiq. Shiddiq adalah seorang pemuda yang punya integritas tinggi, haus akan ilmu dan tak pernah lelah untuk belajar. Ayahnya sudah lama meninggal sedangkan ibunya sedang bekerja di luar negeri sebagai TKW.

Semasa kecil dia hanya di asuh oleh kakek dan neneknya. Dan dari kakek nenek nya lah ia banyak belajar tentang kehidupan. Nilai-nilai luhur, budi pekerti, moral, agama dan banyak hal lain tentang kehidupan.

Aspek-aspek itulah yang di ajarkan kakek dan nenek nya kepada Shiddiq, karena kakek dan neneknya menaruh harapan besar kepada Shiddiq. Mereka berharap cucu semata wayangnya suatu hari nanti akan bisa menjadi pemimpin besar yang bisa menggiring sebuah bangsa menuju tempat yang lebih baik.

Menginjak dewasa, kakek dan neneknya meninggal karena sebuah penyakit. Alhasil Shiddiq pun hanya tinggal sendirian. Namun, tenggelam dalam kemiskinan dan kesendirian, tidak membuat Shiddiq kehilangan arah dan berbuat maksiat.

Kakek dan Neneknya memang tidak meninggalkan warisan berupa harta yang melimpah. Namun kakek dan neneknya telah mewarisi Shiddiq dengan sesuatu yang jauh lebih bernilai dari pada itu semua.

Yakni nilai-nilai luhur, budi pekerti, norma, dan juga agama dimana didalam itu semua terdapat kejujuran yang pada akhirnya akan membuat Siddiq menjadi orang yang dapat di percaya.

Dia telah mewarisi tekad, semangat, mimpi, dan juga pandangan hidup yang akan bisa merubah bangsa nya menjadi bangsa yang jauh lebih baik. Dan atas dasar itulah akhirnya Shiddiq mencalonkan dirinya sebagai calon kepala kampung.

Impian dan cita-cita kakek neneknya dia gantungkan di pemilihan kali ini. Dia tak pernah lelah untuk terus mengobarkan itu semua, meskipun tak ada banyak uang yang bisa ia gunakan untuk berkampanye.

Dia hanya bermodalkan warisan tekad dan impian dari kakek neneknya untuk bisa berkampanye dan mewujudkan cita-cita mereka. Mengubah bangsa ini menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.

Mengehentikan penindasan, memebela yang lebah, menyeru kepada yang baik dan mencegah dari yang salah, juga memberikan hak-hak yang sudah seharusnya menjadi hak masyarakat.

Melalui majelis-majelis di masjid dan mushola, juga melalui oragnisai-organisasi pemuda di kampung, ia memulai aksi kampanyenya. Tak hanya sampai di situ, bahkan ia juga bersedia mendatangi gereja, wihara, dan juga tempat ibadah lainnya yang di anggap minoritas.

Karena baginya mereka tetap lah bagian dari desa yang tak bisa terpisahkan. Dia mengobarkan semangat patriotisme dan nasionalisme para warga desa. Dia yakin dengan segala sumber daya yang di miliki desanya, dia akan bisa membangun sebuah desa yang ideal dan akan menjadi desa yang maju dengan semangat nasionalisme yang besar.

Sampai akhirnya hari pemilihan pun tiba. Semua warga berbondong-bondong mendatangi tempat pemilihan dan siap menentukan pilahannya masing-masing. Begitu selesai acara pemilihan. Panitia pun bersiap melakukan pemungutan hasil suaranya.

Sebelum panitia menghitung, kedua calon kepala kampung menyempatkan diri untuk menyampaikan pidato di hadapan para warga desa. Pidato pertaa di sampaikan oleh Wahid. Dengan kesombonganya, dia berkata yakin bahwa dia akan bisa memenangkan pemilihan ini dan menjadi kepala kampung yang baru.

Pidatonya sangat belepotan dan tidak terarah. Tapi tetap mendapat sorak sorai dan tepuk tangan dari para warga yang ia bayar. Sementara dalam pidato lainyya, wahid berkata bahwa dia sudah berusaha semamunya dan sudah melakukan yang terbaik.

Jika dia tidak terpilih sebagai kepala kampung yang baru, dia akan menerima semuanya dengan lapang dada. Dan berharap desa ini akan tetap bisa maju meskipun bukan dia yang menjadi pemimpinnya.

Dalam pidato nya dia juga tak lupa kembali membakar semangat nasionalisme para warga. Dan mengingatkan para warga akan nilai-nilai pancasila yang sudah menjadi ideology dan filsafat hidup bangsa Indonesia sejak dulu.

Begitu selesai berpidato, panitia pun segera menghitung hasil akhir pemilihan. Dan pemilihan kepala kampung berakhir dengan skor yang beda tipis dengan kemenangan berada di tangan Siddiq.

Ini lah buah dari sebuah kejujuran. Begitu manis dan terasa istimewa. Memang tidak semua orang kaya itu licik, tapi kelicikan tidak akan pernah membawa berkah. Dan ketika kau menjadi orang yang jujur, saat itu lah kau akan menjadi orang yang benar-benar kaya.

---oOo---

Back To Top