Indahnya Jalan Pintas Yang Tak Mulus

Cerita pengalaman sendiri bisa dibuat dalam bentuk sebuah karya cerpen sederhana. Bagi adik-adik pelajar misalnya, menceritakan pengalaman sendiri bisa menjadi cara untuk melatih kemampuan kita dalam membuat karangan, dalam menulis.


Namanya pengalaman, pasti kejadiannya sangat diingat. Jadi, kita tidak perlu terlalu pusing memikirkan kejadiannya. Kita hanya tinggal belajar merangkai kata dan kalimat. Menyusun bagaimana agar kejadian tersebut tergambar dalam kisah kita. Yuk simak contohnya di bawah ini.

Indahnya Jalan Pintas
Contoh Cerita Pengalaman Sendiri 

Dalam hidup ada banyak jalan yang bisa kita pilih untuk menjalani kehidupan. Ketika kita berfikir jalan yang kita ambil sudah benar, padahal tidak, janganlah menyerah. Memang tidak selalu jalan yang kita anggap benar itu ada lah jalan yang benar.

Tapi percayalah, selalu ada hikmah dari setiap kesalahan dalam perjalanan hidup kita. Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu tanpa ada sebuah maksud yang tersirat. Karena everything happen  for a reason, and we have to know the reason what. Kisah ini saya alami beberapa tahun yang lalu.

Kisah terjal yang menuntun saya menjadi siapa dan apa saya sekarang. Bagaimana orang memandang saya, dan bagaimana saya memandang orang-orang di sekitar saya.

Kala itu saya masih kelas XII SMA semester akhir. Saya sedang duduk termenung sendiri di depan kelas. Di bawah sebuah pepohonan yang rindang. Yang daunnya selalu jatuh banyak tiap pagi. Mengotori halaman kelas dan selalu membuat siswa-siswa yang piket menjadi jengkel.

“Lo lagi ngapain?” Ucap Intan-teman sekelasku- yang tiba-tiba sudah duduk disampingku. Aku menoleh ke arahnya, wajahnya masih tampak cantik seperti biasanya.

“Lagi menata masa depan.” Ucapku santai. Aku kembali menatap ke depan. Menerawang jauh kea rah lapangan basket.

“Haha lebay amat si Ren. Oh iya, abis ujian semester ini lo mau lanjut ke mana?” Ucap Intan sambil terkekeh. Matanya tampak menyelidik, menanti jawaban hebat dari seorang pemimpi macam aku.

“Universitas Indonesia.” Jawabku mantap. Aku menoleh ke arahnya, menunggu reaksi dari jawaban bodohku ini. Tapi dia hanya terdiam sambil tersenyum tanpa mampu berkomentar.

“Lo sendiri. Mau kemana tan?” Aku balik bertanya. Dia menatap ke arah depan. Seperti menerawang jauh ke sesuatu yang tak bisa ku lihat.

“Mimpi kita sama Ren. Tapi. Aku mau ke Universitas Muhammadiyah aja deh.” Ucapnya seolah pasrah.

“Kok gitu? Lo  pengen masuk UI juga? Yaudah ayok bareng.” Ucapku bersemangat
“Ya pengen Ren, tapi gue ngga bisa pergi jauh-jauh dari rumah. Gue anak satu-satunya di rumah. Kalo gue pergi berarti orang tua gue udah ngga punya anak dong.” Ucapnya santai.

Aku hanya terdiam. Jawaban apa pun yang aku keluarkan tetap tak akan bisa merubah pemikiran dan keputusannya.

“Tapi kalo besok lo udah sukses jangan lupain gue ya.” Ucapnya menyeringai. Seolah dia takut ke hilangan sosokku. Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapannya.

Kata “kalo lo udah sukses” darinya seolah memberikan ku beban. Seoalah dia menggantungkan harapan padaku dan memaksaku untuk menjadi orang sukses.

Tapi setelah kejadian itu, tekatku semakin bulat. Sudah tidak ada lagi yang aku pikirkan selain masuk UI. Aku kurangi jadwal bermain ku. Aku mengikuti berbagai macam kursus agar aku bisa masuk UI. Mulai dari kursus pribadi dengan memanggil orang kerumahku, sampai kursus di tempat kursus bersama para pemimpi lainnya.

Beruntung orang tuaku mendukung keinginan muliaku ini. Jadi aku bisa lebih leluasa untuk mengusahakan semuanya agar aku benar-benar bisa masuk UI.

Ujian semesterpun tiba. Sesampainya di hari terakhir, aku masih bisa mengerjakan semuanya dengan aman. Setelah selesai ujian semester, guru BK kami  memberikan instruksi untuk para siswa agar mau mengikuti tes SNMPTN.

Yaitu seleksi masuk perguruan tinggi negeri dengan nilai rapot. Yaah, ini adalah kesempatan pertamaku untuk bisa masuk UI. Akhirny aku pun ikut seleksi ini.

Jurusan apapun tidak terlalu ki pikirkan. Karena yang aku inginkan hanyalah masuk UI. Tekad, ambisi, dan mimpi ku saat itu sudah menjadi satu. Bulat laksana sebuah bola. Yaitu masuk Universitas Indonesia.

Saat itu aku mengambil jurusan Hukum dan Ilmu pemerintahan. Sekitar satu bulan menunggu, akhirnya hasil seleksi pun keluar.  Dengan di temani Intan, aku pun melihat hasil pengunguman seleksi ini.

Yaah, meskipun Intan tidak ikut seleksi ini, tapi dia seolah juga memiliki sesuatu yang diharapkan. Begitu melihat hasil pengumuman, hatiku serasa teriris. Aku ditolak di Universitas Indonesia. Aku

benar-benar hampir menyerah saat itu. Untung saja ada Intan. Dia memberikan aku semangat dan juga motivasi agar aku tidak kehilangan mimpiku. “jangan menyerah ren, masih ada tes-tes lainnya.”

Kurang lebih seperti itu lah kalimat yang di ucapkan Intan saat itu. Aku pun menuruti perkataannya. Kujadikan api ini sebagai penyemangatku. Aku menjadi semakin giat belajar.

Karena sebentar lagi akan ada SBMPTN, yakni seleksi masuk ke perguruan tinggi negeri lewat jalur Tes. Aku kembali mendaftar seleksi ini dengan tujuan PTN yang masih juga sama. Yakni Universitas Indonesia.

Jurusan yang aku ambil juga masih tetap sama. Aku yakin aku memiliki peluang yang besar kala itu. Bagitu hari tes tiba, aku kembali mengerjakan soal-soal dengan segala kemampuanku.

Aku  juga tak lupa memohon agar Tuhan mengabulkan mimpi ku ini. Sampai sebulan berikutnya, hasil ujian seleksi pun keluar. Kembali aku di temani oleh Intan melihat hasil pengumuman seleksi ini. Dan hasilnya. Aku kembali di tolak.

Aku hampir menangis kala itu. Kalau saja tidak ada Intan yang menemani ku, sudah pasti aku akan menangis saat itu juga. Beruntung, Intan kembali menyemangatiku dan menyuruhku agar tidak menyerah.

Karena masih ada satu ujian terakhir yang tersisa agar aku bisa masuk dan kuliah di Universitas Indonesia. Yakni ujian SIMAk. Dengan dorongan semangat dari Intan, aku kembali mengikuti ujian seleksi ini. Ini adalah seleksi terakhir.

Waktu, tenaga, dan pikiranku ku fokuskan hanya untuk ujian ini. Sampai akhirnya hari untuk ujian seleksi pun tiba. Aku kembali mengerjakan soal-soal ini dengan segenap kemampuanku. Aku benar-benar ingin masuk UI.

Aku tidak akan membiarka segala pengorbanan ku berakhir sia-sia. Begitu ujian seleksi ini selesai, aku tak henti-hentinya mengucap do’a. memohon pada Yang Maha Kuasa agar aku kali ini di terima di UI.

Begitu hari pengumuman tiba, kembali Intan menemaniku untuk melihat hasil pengumuman seleksi. Dan seolah hidupku sudah berakhir saat itu juga. Aku kembali di tolak oleh mimpiku. Seolah segala perjuangan dan pengorbanan ku benar-benar sudah sisa-sia.

Aku benar-benar hampir menyerah. Intan tampak bersedih ketika melihat ku bersedih. Tapi dia tetap terus menguatkan aku dan memberi ku semangat baru. Akhirnya dengan berat hati karena semua perguruan tinggi negeri sudah tutup, aku pun memilih untuk masuk ke Universitas Muhammadiyah.

Ini lah Universitas Swasta terbaik yang di rekomendasikan oleh kedua orang tuaku. Letaknya juga lah tidak terlalu jauh dari rumahku. Dan kali ini aku mengambil jurusan yang benar-benar aku ingin kan.

Ku renungkan kembali apa cita-cita ku. Dan sampai akhirnya aku pun mengambil jurusan PGSD. Jurusan yang sama sekali tidak akan di perhitungkan oleh manusia lainnya. Yaah, aku memang ingin menjadi guru

***

Aku sedang duduk di meja kerjaku, lalu tampak ada orang berpakaian PNS datang menghampiri ku. Sebenarnya dia teman ku saat masih kuliah, tapi karena jabatannya berada di bawahku, maka dia berusaha untuk menjadi sesopan mungkin.

“Pak, saya mau ngajuin proposal. Tolong di baca terus di tangganin ya pak.” Ucapnya sembari tersenyum.

“Biasa aja dong bro, jangan pak-pak’an lagi ngga ada orang lain ini.” Ucapku terkekeh. Dia pun akhirnya tertawa juga dan suasana menjadi begitu cair.
“Oh iya, gimana hubungan rumah tangga lo sama Intan? Udah isi belom dia?” tanyanya.

“Lancar kok. Yaudah dong. Cowok tulen haha” Ucapku kembali terkekeh. Dia hanya tertawa mendengar ucapanku.

Yaah, dan ini lah akhir kisah ku. Aku berakhir menjadi kepala sekolah di salah satu SD  di desa ku. Dan Intan, seorang teman yang cintanya tak pernah kusadari, berakhir sebagai pendamping hidupku.

Entahlah, mungkin ini lah rencana Tuhan yang sudah di siapkan untuku. Aku percaya, segala sesuatu pasti memiliki hikmahya. Jik aku kuliah di UI, mungkin aku tidak akan pernah menggapai cita-citaku yang sebenarnya, dan jika aku kuliah di UI, mungkin aku juga tidak akan pernah sadar kalau ada seorang teman yang cinta nya begitu besar padaku.

---oOo---

Back To Top