Cerpen yang Singkat Terbaru dan Menarik: Adikku dan Fenomena Bunyi Klakson Telolet Om - “Om telolet om, Ha…ha…ha… Om telolet om…. Ha…ha…ha…
Hahaha…!”, Suara adikku berkali-kali terdengar saat kami sedang berjalan menuju
rumah. Ah, ini lah salah satu hal yang selalu kusesalkan jika mengajak adikku
berbelanja ke mini market. Dia masih
berumur empat tahun dan dia benar-benar anak yang hyper active.
Beberapa bulan yang lalu dia sangat senang dengan kucing
tetangga ku yang baru saja melahirkan. Dua dari enam anak itu mati gara-gara
dia terlalu senang dan gemas dengan kucing-kucing itu.
Sekarang, dia sedang sangat senang dengan bunyi klakson telolet paling bagus. Ku kira virus bunyi klakson ini hanya mewabah di media sosial
saja, tapi ternyata, virus bunyi klakson ‘telolet kini mewabah jauh ke dunia
nyata juga. Bahkan adikku sendiri yang sekarang terkena wabah virus ini.
“Riska…, jangan teriak-teriak gitu sih. Malu di liatin
orang!”, ucapku berusaha menasihati dia. Tapi, dia malah menatapku dengan
tatapan tidak suka. Lalu kembali berteriak-teriak pada mobil-mobil bus
pariwisata yang sedang berseliweran di jalanan.
“Ih, Riska, di bilangin susah bener ini anak.” Ucapku lagi.
Tapi dia hanya kembali menatapku dengan tatapan yang lebih aneh dari
sebelumnya.
“Kak, duduk sana dulu yuk.
Ngeliatin bus lewat.” Akhirnya dia berucap sembari menaik turunkan
alisnya. Aku tidak tau apa maksudnya, tapi dia benar-benar menjengkelkan di
saat seperti ini.
“Ngga boleh. Kita harus cepet-cepet pulang. Mama udah
nungguin belanjaannya.” Bukannya
mendengarkanku lalu menurut dan cepat-cepat pulang, tiba-tiba saja adikku malah
memasang raut wajah sedih.
Dan dia akhirnya mengeluarkan jurus andalannya. Hah, sialan.
Adikku selalu menangis saat keinginannya tak ku turuti. Dan jika terus di
biarkan, aku sendiri lah yang akan kerepotan.
“His… dasar cengeng! Yaudah deh iya, ayok kita duduk di
sana. Tapi jangan nangis lagi ya. Jangan maju-maju ke jalan. Di pinggir aja.
Nanti kamu ketabrak!” ucapku berusaha memarahinya.
Hanya dalam waktu
sekejap, tiba-tiba saja tangisnya reda. Kini dia tersenyum-senyum dan bersikap
sok manis di depanku. Ah, dia benar-benar menjengkelkan.
Dengan berat hati akhirnya aku duduk bersama adikku di salah
satu halte bus dekat komplek rumahku. Ini semua gara-gara Riska. Dia sudah gila
‘telolet’. Agak malu sebenarnya karena aku harus membawa belanjaan bersama
dengan orang-orang yang sedang menunggu bus.
Bayangkan saja, aku sekarang sedang membawa minyak, gula,
dan berbagai peralatan mandi. Juga satu batang es krim yang baru saja kurebut
dari tangan Riska. Dan di sekitar ku ada beberapa orang yang sedang menunggu
bus.
“Riska… bentar lagi pulang ya. Udah mau sore ini.” Ucapku
padanya yang sedang asik bertepuk tangan sembari berteriak-teriak pada Bus-Bus
yang lewat. Dia berbalikbadan dan kemudian menatapku dengan tatapan yang tajam.
Sialan! Apa dia pikir dia bisa menakut-nakuti kakaknya. Lalu
dia segera membalikan badannya karena ada mobil bus yang kembali lewat. “Om
telolet om!” teriak adikku pada bus itu.
Bus itu pun dengan senang hati membunyikan klaksonnya sendiri.
Adik ku kembali bertepuk tangan dan tersenyum kegirangan.
Ah, pemandangan yang ironis. Aku harus duduk di sini dengan hati yang kesepian
sedangkan adikku berdiri di sana denggan sejuta kegirangan. Ah, karena merasa
begitu suntuk aku pun akhirnya mengambil handphone ku sendiri lalu membalas
beberapa pesan yang masuk.
“Om telolet om!” Suara adikku terdengar aneh kali ini. Aku
pun mendongakkan kepalaku lalu menatap kea rah adikku. Dan betapa terkejutnya
aku saat kudapati sosok pria yang tinggi dengan postur tubuh yang ideal. Ah,
apa adikku tiba-tiba saja berubah jadi besar lalu berganti jenis kelamin? Ini
benar-benar tidak mungkin.
Pria itu membalikan tubuhnya dan kemudian tersenyum ke
arahku. Aku menengok ke kanan dan ke kiri berusaha memastikan apakah dia
benar-benar tersenyum untukku. Tapi, memang tidak ada siapa-siapa di sini dan
hanya ada aku. Kurasa memang dia tersenyum untukku.
“Haha adik kamu lucu banget ya.” Ucapnya sembari membawa
Riska ke arahku. Aku hanya terdiam sambil memandangi wajah pria itu. Ku rasa
wajahnya sedikit familiar di mataku.
“Andre?” ucapku berusaha meyakinkan diri ku sendiri.
“Haha ya iyalah, siapa lagi coba?” ucapnya sambil terkekeh
padaku.
“Ka, besok beli es krim yang kaya gini ya?” Tiba-tiba Riska
berucap sembari menjilati eskrim yang ada di tanggannya. Aku pun menatapnya
dengan wajah bingung karena aku masih belum mengerti apa yang terjadi.
“Haha, jangan bingung geh. Itu tadi aku yang ngasih es
krimnya. Abis adik kamu lucu banget si. Kayak kamu hehe.” What the ffff?!!! Apa
dia bilang? Riska? Adik kecilku yang sangat menjengkelkan itu dia bilang lucu?!
Yang benar saja, dia sangat jauh dari kata lucu menurutku.
Dia adalah gadis kecil paling menjengkelkan yang pernah ku
temui. Dan apa dia bilang tadi? Seperti ku? Dia bilang Riska lucu seperti ku?
Haha, yang benar saja. Mungkin aku akan
setuju kalau dia bilang aku lucu, tapi jika dia bilang aku mirip dengan Riska. Aah…
sampai mati pun aku tidak akan pernah mau di bilang mirip dengan gadis kecil
itu.
“Kok diem si nis? Ada orang di sini nih. Heey heloo…”
Ucapnya lagi sembari menggerak-gerakan tangannya di depan wajahku. Aku pun jadi
tersadar dari kejenggkelanku yang menjengkelkan.
“Ah, eh, iya ndre. Apa? Kamu bilang apa tadi?”
“Haha engga kok, ngga bilang apa-apa. Kamu gimana kabar?”
“Ah, aku baik kok. Kamu sendiri? Kapan balik? Katanya kamu
di Bandung?”
“Iya aku baik juga kok. Minggu kemaren aku balik. Kan libur
semester, jadi untuk satu setengah bulan ke depan aku bisa santai di rumah.” Ah
benar juga. Sekarang memang sudah libur semester dan sekarang waktunya kami
bersantai di rumah.
Tapi, tidak ku sangka Andre masih ingat denganku. Rumah kami
memang bersebrangan. Tapi, saat SMA dia pergi ke Bandung dan melanjutkan
pendidikannya sampai sekarang. Dan karena itu lah keakrabanku dengan Andre jadi
meredup. Saat SMP kami bisa dibilang sangat akrab.
Bahkan ku akui dulu aku sempat menaruh hati padanya saat
SMP. Sayang, dia sama sekali tidak peka sebagai seorang pria. Dan akhirnya aku
pun harus rela kehilangannya tanpa sempat menjalin cinta.
“Pulang yuk, udah sore ini.” Ucapnya lagi sembari
menggandeng tangan Riska. Dan tangan satunya membawa barang belanjaannya. Kurasa
dia juga baru saja berbelanja di mini market.
“Iya ayuk.” Ucapku sembari tersenyum kerahnya.
Dia membalas senyumku. Ah, senyumnya dari dulu sama sekali
belum berubah. Masih sangat manis. Kurasa aku bisa terkena diabetes setelah
ini. Hari ini aku bahagia sekali. Hari
ini aku telah bertemu dengan cinta lamaku dan kemudian berjalan bersamanya.
Mungkin cintaku saat ini belum bersemi kembali, tapi semoga
saja hari-hari ku setelah ini akan sebahagia hari ini. Terimakasih Riska yang
menjengkelkan, terimakasih juga fenomena telolet yang memuakkan, kalian telah
menemukanku kembali dengan cinta lamaku.
---oOo---