Contohcerita.com - Cerita cerpen singkat tema ibu
berikut ini merupakan sebuah kisah yang sangat menginspirasi. Cerita pendek
berjudul “malaikat renta” tersebut bercerita tentang keagungan dan kebesaran
jiwa yang dimiliki oleh seorang ibu. Beban yang sangat berat dengan ikhlas dia
tanggung, tanpa sedikit pun mengeluh.
Sosok ibu yang begitu sempurna, yang mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan pengertian, bekerja keras dan menyimpan pedih rapat-rapat di hati sampai akhirnya ia bisa bahagia melihat anak-anaknya yang mandiri.
Sungguh, sebuah kesempurnaan sosok ibu yang didambakan oleh setiap anak. Tapi sebelum kita nikmati cerita ini silahkan baca juga judul berikut!
1) Ibu yang tersayang
2) Ibu inspiratif
3) Cerpen tentang ibu terbaru dan paling menarik
4) Cerpen Lina dan orang tua yang kejam
5) Cerpen ibu maafkan aku
6) Muara kasih bunda
7) Cinta sang ibu
8) Kasih sayang ayah bunda
Jelas sekali bahwa cerita yang ada begitu banyak memberikan pelajaran, pelajaran bagaimana menjadi seorang anak berbakti dan juga pelajaran bagaimana menjadi sosok orang tua yang bertanggung jawab dan berbelas kasih.
Cerpen ini tidak hanya memberikan nasehat tetapi sangat menarik untuk dibaca. Mulanya, karya ini terlihat sederhana seperti karya lain.
Namun ketika ditelaah dan dihayati ternyata ada rasa yang begitu kuat seolah menjadi ruh dalam cerpen tersebut. Mudah-mudahan saja karya singkat tersebut bisa menjadi tambahan bahan belajar kita bersama.
Malaikatku yang Renta
Cerpen
Singkat tentang Ibu
Ibu adalah sosok manusia yang
sangat kuat, bahkan kadang melebihi kuatnya ayah. Itu yang aku rasakan pada
ibuku. Beban seberat apapun mampu ia pikul sendiri, apalagi semenjak kepergian
ayah beberapa tahun lalu.
Satu orang di pundak saja sudah berat, apalagi ibu menanggung beban 3 anak sekaligus. Aku dan kedua adikku melihat dengan mata sendiri betapa tanggung malaikat itu.
“Sini aku bantu bu…” ucap adikku suatu hari melihat ibu sedang menggendong satu keranjang penuh pakaian untuk dijemur. Ia hanya tersenyum melihat adikku yang membantunya.
Satu orang di pundak saja sudah berat, apalagi ibu menanggung beban 3 anak sekaligus. Aku dan kedua adikku melihat dengan mata sendiri betapa tanggung malaikat itu.
“Sini aku bantu bu…” ucap adikku suatu hari melihat ibu sedang menggendong satu keranjang penuh pakaian untuk dijemur. Ia hanya tersenyum melihat adikku yang membantunya.
Ibu sama sekali tidak pernah
mengeluh padahal kami tahu ibu sangat letih, pusing, bingung dan mungkin juga
takut membesarkan anak-anaknya sendiri. Sama sekali tak pernah terlihat ia
lemah, kecuali melalui tatap matanya yang bening.
“Nak, kamu sudah mulai besar,
bantu ibu cari uang ya, kasihan adik-adik kamu masih sekolah”, ucapnya suatu
malam.
“Iya bu… aku pasti akan membantu
ibu…” ucapku menahan pilu
Meski butuh bantuan, aku tahu
bahwa Ibu sebenarnya tidak ingin meminta bantuan dariku. Jauh di matanya terlihat
jelas bahwa ia hanya ingin mengajariku untuk mandiri, untuk membekali aku
dengan keterampilan.
Sebagai malaikat, ibu selalu bisa
menjadi pelindung dan memberikan solusi atas semua masalah yang kami harapi. Menjadi
tempat mengadu, menjadi tempat melampiaskan sumpah serapah, ibu adalah segala-galanya bagi kami.
“Kak, kasihan ibu, sekarang ibu
sudah tak sekuat dulu…”
“Iya benar… makanya kamu yang
rajin belajar, sudah tidak perlu terlalu banyak main”
“Iya kak, tapi aku ingin membantu
ibu jualan…”
“Tidak usah, biar kakak saja,
kamu belajar saja yang rajin. Lagi pula sebentar lagi kakak lulus kuliah,
mudah-mudahan kakak bisa segera mencari uang untuk kebutuhan kita…”
“Iya kak kalau begitu…”
“Ya sudah, sana kamu jaga adikmu,
ajak dia bermain sambil belajar…”
“Baik kak….”
Sebagai seorang anak, kami
merasakan benar bagaimana perih dan pahit yang ibu rasakan. Bayangkan saja,
tiga anak yang masih sekolah, satu di perguruan tinggi, di sma dan smp.
Tapi dialah malaikat kami, yang bahkan sampai mulai renta seperti saat ini ia terus berjuang dan berkorban.
Tapi dialah malaikat kami, yang bahkan sampai mulai renta seperti saat ini ia terus berjuang dan berkorban.
Bukan hanya memenuhi kebutuhan
kami, tapi juga mendidik dan memberikan tauladan. Ibu dengan sabar dan pandai
selalu memberikan contoh yang baik hingga kami bertiga tidak cengeng seperti
anak lain.
Aku sebagai anak tertua sudah
tidak takut letih, bahkan sampai malam aku terus membantu ibu membuka warung
makan.
Di kampus aku juga tidak kalah dengan yang lain, sering mendapatkan nilai terbaik, bahkan sudah ditawari untuk bekerja di perusahaan ternama.
Di kampus aku juga tidak kalah dengan yang lain, sering mendapatkan nilai terbaik, bahkan sudah ditawari untuk bekerja di perusahaan ternama.
Adikku yang masih SMA pun cukup
mandiri, ia tidak pernah berontak dan meminta sesuatu yang tidak berguna.
Padahal anak seumur dia, apalagi cowok, biasanya banyak tingkah tetapi dia tidak. Ia bahkan dengan setia membantu ibu mencuci piring, bahkan menyapu lantai.
Padahal anak seumur dia, apalagi cowok, biasanya banyak tingkah tetapi dia tidak. Ia bahkan dengan setia membantu ibu mencuci piring, bahkan menyapu lantai.
Si bungsu pun dari kecil sudah
mandiri, hanya saja ia sedikit manja, terutama kepada kakak-kakaknya. Tapi
begitulah, kami semua mendapatkan pendidikan yang sangat baik dari sang
malaikat.
Kini masa kejayaan ibu sudah
mulai surut, langkahnya kian tertatih. Kulitnya kini sudah mulai keriput,
bahkan pendengarannya pun mulai berkurang. Sakit dan perih sebenarnya melihat
sang malaikat renta-ku itu.
Waktu berlalu, aku kini sudah
bekerja, aku ingin segera menikah agar tak jadi beban pikiran lagi. Tapi ibu bersikeras. Ia tidak memaksaku menikah.
Ia sadar benar usianya sudah tak lama, “biarlah nak, tidak usah dipaksakan, kalau jodoh kamu sudah datang ibu akan ikhlas, tapi sekarang kami tidak akan pernah menjadi beban ibu.
Ia sadar benar usianya sudah tak lama, “biarlah nak, tidak usah dipaksakan, kalau jodoh kamu sudah datang ibu akan ikhlas, tapi sekarang kami tidak akan pernah menjadi beban ibu.
Tapi kami sepakat, ibu harus istirahat,
mengurangi semua aktivitas. Akhirnya, aku meminta adikku untuk lebih banyak
meluangkan waktu mengurus warung makan, sementara si bungsu aku tugaskan untuk
lebih sering bersama ibu.
Segala kebutuhan hidup kini aku
yang menanggung dari hasil kerja di kantor, sehingga ibu sudah bisa sedikit
tenang dan tak takut kurang uang.
Aku dan kedua adikku bertekad dan berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi masa tua malaikat kami itu. Dan kini, senyuman malaikat renta itu selalu menghiasi kehidupan keluarga kami.
Aku dan kedua adikku bertekad dan berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi masa tua malaikat kami itu. Dan kini, senyuman malaikat renta itu selalu menghiasi kehidupan keluarga kami.
---
oOo ---
Jangan lupa,
setelah membaca kisah di atas jangan lewatkan juga beberapa cerita tentang ibu
lainnya dibagian bawah.
Anda bisa melihat beberapa judul cerita yang menarik yang sudah disiapkan. Kalau ada yang sekiranya bagus bisa langsung dibaca saja.
Kami harap karya cerpen sederhana ini bisa menjadi bahan hiburan dalam menghabiskan waktu luang kita. Kan lebih bermanfaat, benar tidak?
Tak lupa kami ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada anda rekan semua yang sudah menjadi pembaca setia situs ini. Untuk anda kami akan terus berusaha memberikan yang terbaik.
Anda bisa melihat beberapa judul cerita yang menarik yang sudah disiapkan. Kalau ada yang sekiranya bagus bisa langsung dibaca saja.
Kami harap karya cerpen sederhana ini bisa menjadi bahan hiburan dalam menghabiskan waktu luang kita. Kan lebih bermanfaat, benar tidak?
Tak lupa kami ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada anda rekan semua yang sudah menjadi pembaca setia situs ini. Untuk anda kami akan terus berusaha memberikan yang terbaik.