Jiwa yang Kesepian, Puisi Sosial

“Jiwa yang Kesepian”, puisi sosial kali ini mencoba mengangkat tema kehidupan sosial dalam masyarakat kita. Tema yang diusung mungkin merupakan gambaran atau cerminan sebuah kejadian atau keadaan yang ada di sekeliling penulis.


Tentu yang kita harapkan karya ini bisa bermanfaat bagi pembaca semua khususnya adik-adik rekan pelajar yang sedang belajar puisi. 

Kehidupan sosial saat ini memang menunjukkan sebuah keragaman yang sangat mencolok. Ada kesenjangan, ada juga persaingan dan hal lain yang menjadi warna kehidupan masyarakat umum. 

Tidak bisa dipungkiri, kehidupan masyarakat dipengaruhi banyak hal. Reaksi dan tingkah atau perilaku yang ada pun bisa merupakan hasil dari keadaan yang sedang dihadapi. 

Refleksi keadaan bisa tercermin dalam prilaku, yang mungkin tak biasa dan mungkin menyedihkan. Apakah isi karya ini juga gambaran refleksi, mari kita simak bersama-sama. 

Jiwa yang Kesepian
Puisi Sosial oleh Irma 

Kau laksana pangeran 
Mengurung diri di puri emas 
Keluargamu bangsawan 
Tak bergaul kebanyakan 

Kau kau 
Memagari kami dengan jeruji 
Meski gerbang tak terkunci 
Kami ciut nyali 

Kau kau kau, tak sepi 
Seperti kurasakan 
Ku intip istana lengang 
Bak tak ada kehidupan 

Aku kesepian 
Kau himpit tembok bangunan 
Kau kau kau dan kau 
Hanya sebagai bayang 

Seperti ada aroma protes atau penyesalan mungkin. Ya, kalau dilihat dari nada secara keseluruhan memang mengetengahkan hubungan antara orang yang satu dengan yang lain. Sederhana tapi menghibur. 

Karya puisi di atas sama dengan yang lain masih jauh dari sempurna, bahkan mungkin jelek. Puisi tersebut adalah hasil belajar seorang pemula yang suka dan menikmati karya puisi. 

Untuk rekan pelajar yan kebetulan sedang mencari puisi 4 bait mungkin yang ini bisa dicoba juga. Dengan tema sosal, karya kita kali ini tidak terlalu berat untuk dijadikan bahan bacaan saat santai. 

Atau, mungkin ada yang ingin belajar menulis puisi? Meski sedikit tak sempurna namun karya di atas bisa dijadikan contoh untuk langkah awal. 

Menyentuh tema-tema yang tak popular ternyata bisa memberikan keleluasaan tersendiri. Tidak ada beban dalam menuangkan ide seni. Rekan pelajar bisa mencobanya sendiri di rumah. 

Kembali ke puisi di atas, ada satu hal yang menarik yang bisa kita tangkap. Apa itu? Ya benar, ada pengulangan kata “kau” yang cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. 

Kata “kau” yang dipilih seolah memberikan penekanan khusus dalam puisi tersebut. Hal ini terlihat adanya penggunaan kata tersebut secara konsisten di setiap baitnya. 

Larik pertama dalam setiap bait selalu diawali dengan kata “kau”, seolah ingin menegaskan bahwa isi puisi tersebut ditujukan untuk “kau”. 

Yang menarik lagi, kata tersebut juga dituliskan berulang bergandengan (kau kau). Kata “kau” adalah kata ganti untuk orang tunggal sedangkan pengulangan kata tersebut menunjukkan ada lebih dari satu orang. 

Ini menarik bagaimana penulis lebih memilih menggunakan kata “kau” dari pada memilih diksi lain seperti “kalian”. Mungkin artinya sama, atau mungkin ada maksud khusus penulis dalam memilih kata tersebut. 

Yah, perlu dikaji lebih jauh tentunya. Sudah, sudah. Kita berikan kesempatan ini untuk rekan pembaca semua. Rekan semua bisa menafsirkan bagaimana isi, pesan dan nasehat yang terkandung dalam puisi sosial tersebut. 

Satu yang pasti, kami berharap apa yang diberikan melalui puisi tersebut bisa berkenan dan bermanfaat untuk pembaca semua. Tak lupa kami mengundang rekan semua untuk terus berkunjung ke situs ini. Salam hangat dari penulis. 

Back To Top