Cara Cepat Dapat Uang, Rini Habiskan 10 Tahun Menuju Sukses – “Mencari uang, ingin cepat dapat uang. Ah, semua itu sudah menjadi sangat lumrah menjadi harapan semua orang – mungkin” Bondan ngedumel sendiri di depan meja kerjanya.
“Cepat… bilang tahu bagaimana cepat sukses tapi dirinya sendiri hidup masih setengah!”, tambah Bondan, “begitu kok di bilang sukses, ngibul kali!”, lanjutnya.
Bukannya sibuk dengan tugas-tugas kantor yang menumpuk, Bondan justru asyik surfing di dunia maya. Ia mencari informasi tentang cara menjadi kaya. Maklum, Bondan adalah pria muda yang masih sangat terobsesi dengan kekayaan, harta benda.
Tangannya terus lincah mengulak-alik berkas digital di depan laptop. Matanya berpindah dari satu artikel ke artikel lain. Tak puas seolah, ia sampai beberapa kali mengganti frasa pencarian.
“Ah… semua sama. Hanya kulitnya saja. Mau sukses, harus sabar. Semua orang juga tahu itu. Itu bukan cara yang dibutuhkan bego!”, sekali lagi Bondan kecewa dengan apa yang ia dapatkan.
Hari tinggal setengah. Bondan semakin jauh tertinggal. Sebagian besar pekerjaannya terbengkalai. Semua itu akibat dari perasaannya yang sudah jengah dengan rutinitas yang itu-itu saja – terutama dengan besaran rupiah yang ia dapatkan perbulan. Bondan semakin setengah hati dalam bekerja.
“Ah… semua sama. Hanya kulitnya saja. Mau sukses, harus sabar. Semua orang juga tahu itu. Itu bukan cara yang dibutuhkan bego!”, sekali lagi Bondan kecewa dengan apa yang ia dapatkan.
Hari tinggal setengah. Bondan semakin jauh tertinggal. Sebagian besar pekerjaannya terbengkalai. Semua itu akibat dari perasaannya yang sudah jengah dengan rutinitas yang itu-itu saja – terutama dengan besaran rupiah yang ia dapatkan perbulan. Bondan semakin setengah hati dalam bekerja.
Hari berganti, minggu berlalu. Semakin banyak file yang tidak dikerjakan. Siang itu, Bondan duduk termenung memahani layar monitor.
Tangan kirinya di atas meja menghadap keyboard, tangan kanannya sibuk memainkan mouse. Ia tenggelam dalam dunia maya, sampai sebuah suara keras memanggil namanya mengagetkannya.
Tangan kirinya di atas meja menghadap keyboard, tangan kanannya sibuk memainkan mouse. Ia tenggelam dalam dunia maya, sampai sebuah suara keras memanggil namanya mengagetkannya.
“Bondan…! Cepat kemari kamu!”
“A… aduh… iya bos!”
“Mana laporan bulan ini. Ini sudah deadline!”
“Iya bos, anu… anu…!”
“Anu – anu apa! Cepat bawa sini laporannya!”
“Begini bos… laporannya belum selesai. Masih ada beberapa point yang belum jelas…”
“Apa…! Saya tidak mau tahu. Sore ini kamu harus bawa laporan itu ke meja saya!”
Bondan menelan liurnya yang pahit. Ini adalah kesekian kalinya ia mendapatkan omelan dari atasannya. “Tidak bisa terus begini. Aku benar-benar sudah tidak betah!” ucap Bondan dalam hati, “lebih baik aku keluar saja dari pada seperti ini!” lanjutnya.
Sore itu, sebelum ia memutuskan untuk mengundurkan diri, Bondan sudah mendapatkan topan amarah dari sang atasan. “Kamu saya pecat!”, kalimat itu memaksa Bondan angkat kaki dari kantor itu.
Ada sedikit getir di hatinya, tapi apa yang bisa Bondan lakukan, tidak ada. Ia melangkah pulang dengan hati kosong. Penyesalan mulai membayangi tapi amarah menutupinya dengan rapat.
Esok paginya, Bondan tampak santai. Jam sepuluh siang, ia baru bangun. Tanpa mandi, pagi itu ia menikmati mentari bersinar dengan secangkir kopi di depan rumah.
“Loh… Bondan kamu kok di rumah, tumben. Enggak kerja tah?”
“Endak pakde, aku sudah keluar dari pekerjaanku. Sudah endak betah!”
“Loh… kamu ini. Kok keluar, sekarang ini cari kerjaan susah loh…!”
“Biarlah pakde, aku mau wirausaha saja, biar bisa sukses!”
“Kamu kira sukses itu gampang… wirausaha itu juga butuh kesabaran. Kamu baru bekerja dua tahun di kantormu itu saja sudah endak betah, apalagi mau wirausaha…”
“Ah pakde ini… bukannya memberi semangat!”
“Iya tapi benar Bondan… semua itu perlu waktu. Tidak ada cara cepat dapat uang. Kamu tahu tidak, anak ku yang bungsu, si Rini… dia itu menghabiskan sepuluh tahun lebih baru bisa beli baju sendiri!”
“Ah masa…?”
“Kalau tidak percaya, kamu tanya saja sendiri!”
“Tapi nasib orang kan beda-beda pakde…”
“Iya benar sekali… ya mudah-mudahan kamu bernasib lebih baik dari anakku itu ya…”
“Amin… iya pakde, makasih…”
Obrolan berjalan santai dan ringan. Pakde Sukidi berbincang dengan Bondan mengenai banyak hal. Sesekali mereka bercanda, sesekali Pakde Sukidi juga menyelipkan wejangan kepada Bondan yang masih muda.
Satu yang terngiang dalam hati Bondan, tidak ada cara cepat untuk mendapatkan kekayaan. Semua kesuksesan perlu waktu dan kerja keras, serta kesabaran.
---oOo---