Cinta Menghancurkan Persahabatan

Kisah tentang Cinta yang Menghancurkan Persahabatan - Cinta telah menerbangakanku ke angkasa hingga menghanyutkan ke dasar samudra dan hingga telah lupa ku dibuatnya. Lupaku dengan keluarga, lupaku dengan sahabat dan lupa ku dengan semua orang terdekatku.


Cinta pula telah membuatku tidak bisa berfikir tentang masa depan yang banyak orang lain impikan. Orang lain banyak berfikir ketika mereka sudah tumbuh dewasa mereka ingin menjadi orang yang berguna bagi negara mereka, entah itu pejabat, entah itu presiden, ataupun kaum intelek yang keintelekannya sangat berguna bagi orang lain.

Entah otaku belum sampai berfikir sampai ke situ, atau entah karena cinta yang telah membalut otaku hingga aku tidak bisa berfikir seperti orang lain. Usiaku baru belasan tahun tetapi aku sudah diracuni dengan serbuk-serbuk cinta hingga aku lupa semua tujuan hidupku yang ada di masa depan.

Pagi yang cerah ku lihat gadisku berjalan menuju pintu kelas, menghampiri garis pintu dan berhenti sejenak. Kakiku melangkah hendak mendekatinya sekedar meberikan candaan untuk mendapatkan senyuman manis darinya.

"Hey" – berdiri tepat di sampingnya.
"Hey Juga" – dia membalas dan memperlihatkan senyum cantiknya.

Belum sempatku melemparkan candaanku tetapi dia sudah memberikan senyum cantiknya kepadaku. Tetapi candaanku akan tetap ku berikan kepada gadis manis yang ada di sampingku untuk bisa melihat senyumnya yang elok itu lebih lama lagi.

"Mau masuk kelas tah..?" ucapku kepada gadis cantik yang ada di dekatku.
"Iya dong" jawabnya matanya melihatku seolah bingung mengapa aku mengucapkan kalimat itu.

"Jangan..!" teriaku menyuruhnya agar tidak masuk ke kelas.
"Jangan, Kenapa kau melarangku untuk masuk ke kelas..?" jawabnya menambah rasa penasaran di hatinya.

"Kau tak boleh masuk ke kelas, di dalam kelas sudah begitu banyak anak-anak, masuklah ke dalam hatiku, hatiku masih kosong dan selalu berharap agar kau masuk ke dalam hatiku" ucapku kepadanya.

Wajahnya memerah sedangkan bibirnya merapat, dia tersenyum lebih lama dari sebelumnya, ternyata candaanku berhasil dan telah membuatnya tersenyum sangat elok.

"Sudah ah, aku mau masuk kelas sebentar lagi mau jam masuk kelas" ucapnya dan masuk ke dalam kelas.

Hatiku bahagia telah bisa membuatnya tersenyum sangat elok pagi ini, semoga di pagi-pagi selanjutnya aku masih bisa melihat senyum elok yang memanjakan mata itu.

Akupun masuk ke dalam kelas, hingga senyuman itu sudah hilang, ya aku tidak menghiraukan, aku bisa membuatnya tersenyum lagi di lain waktu. Aku meletakan pantatku di bangku sedangkan bel berbunyi tanda pelajaran pagi ini siap untuk dimulai.

Siang yang cerah dan bertambah cerah membuat cerah hati dan fikiranku, sementara di sana ada wajah yang lebih cerah dari pada sinar matahari. Elina wajahnya cerah lebih cerah dari pada sinar matahari.

Bel sekolah tanda proses belajar berakhir sudah dibunyikan, dan kami para murid segera bergegas untuk pergi dari kelas kami kemudian beranjak pulang. Aku berjalan dengan Elina gadis cantik idamanku. Kami berjalan sangat pelan hingga kami membiarkan anak lain berjalan lebih cepat dari pada kami.

Ini adalah jalan yang palin baik yang pernah ku temui dan ku rasakan, karena jalan seperti inilah yang akan membuatku berlama-lama bersama Elina sebelum hingga akhirnya dia benar-benar tidak ada di depan mataku. Bahkan ketika para murid sudah sampai di depan gerbang kami masih asyik berjalan dengan begitu lambatnya.

Matahari yang begitu terik dan membakar apa saja yang dipaparnya seoalah bukan halangan untuk kami berjalan dengan sangat pelan. Sesampainya aku dan Elina di depan gerbang, kami menunggu jemputan dengan duduk manis menghadap ke jalan ramai yang ada di depan kami.

Tidak lama kemudian orang tua Elina telah datang untuk menjemput Elina, sementara itu orang tuaku belum juga menjemputku.

"Ziz, kamu mau ikut denganku tidak..? orang tuaku sudah menjemputku" ucap Elina sebelum dia pergi.
"Tidak, orang tuaku juga nanti menjemputku" ucapku kepada Elina.

"Ya sudah aku pulang dulu ya" ucap Elina dan kemudian pergi menghampiri orang tuanya yang sudah menunggu sambil memegang kemudi yang bulat.

Aku sendiri di depan pintu gerbang sekolahku tidak ada orang di sampingku, yang ada hanya orang berlalu lalang yang melintas di depan mataku yang tidak aku kenal sama sekali. Kini aku hanya bisa duduk sabar sambil menunggu jemputan dari orang tuaku, serta sambil membayangkan betapa indahnya berjalan lambat dengan Elina.

Sayang, Elina belum menjadi kekasihku, mungkin aku perlu fikirkan waktu yang tepat untuk bisa ungkapkan perasaanku kepada Elina, agar perasaan cinta yang sudah bersemayam di dalam hatiku tidak terus meledak karena meminta untuk dituruti.

Malam minggu yang terang, bukan terang karena bintang dan bulan yang selalu di puja-puja orang masyarakat jaman dulu ketika lampu listrik belum ditemukan, tetapi terang karena lampu listrik yang terpasang di sepanjang jalan, yang banyak ku temui di depan-depan gedung dan rumah di kota ini.

Malam ini aku hendak menemui Elina di rumahnya untuk menyatakan semuanya yang ada di dalam hatiku. Hatiku sudah tidak sanggup lagi menahan perasaan cinta kepada Elina. Aku tidak menghubungi Elina, katika hendak pegi ke rumahnya, biarlah aku ingin memberikan kejutan untuknya.

Ketika aku sudah sampai di depan rumah Elina, aku melihat motor besar terparkir di depan rumahnya. Sepertinya motor besar itu tidak asing bagiku, aku seperti telah mengenal sangat dekat motor itu. Ya, motor itu milik Ronald teman satu kelasku yang juga merupakan teman sekelas Elina.

Lalu ada apa Ronald datang ke sini malam ini. Aku berjalan mendekati jendela untuk mencari tahu sedang apa mereka di dalam. Dengan perlahan aku mengintip di kaca jendela yang transparan milik Elina.

Benar bahwa yang datang adalah Ronald, mereka sedang bercanda dengan begitu asyiknnya, sambil cubit-cubitan, dan tertawa riang hingga sampai luar rumahpun terdengar. Ternyata aku salah menetapkan hari untuk menyatakan cinta kepada Elina, ini bukan malam dan waktu yang tepat seperti yang ada di dalam khayalanku.

Hari Senin yang tidak begitu indah setelah ku lewati masa liburan yang begitu membosankan. Berharap minggu ini aku sudah bisa mengungkapkan perasaanku kepada Elina, tetapi malah justru temanku sendiri sudah datang menemui Elina malam minggu.

Pagi ini aku berangkat sekolah seperti biasa tetapi dengan hati yang tidak sebahagia dari hari kemarin. Fikiranku juga tidak tertarik untuk bisa cepat-cepat smapai ke sekolah, karena tentu aku masih begitu kecewa dengan kejadian minggu malam. Bagiku itu adalah malam yang sangat kejam bagiku.

Sesampainya aku di sekolah, Ronald memasuki gerbang sekolah dengan menggunakan motor besarnya. Aku tidak tertarik untuk menyapanya, tetapi dia justru yang menyapanya, aku tidak membalas sapaan itu dan membuang mukaku seolah tidak sama sekali melihatnya.

Sesampainya di kelas Ronald menghampiriku yang sedang duduk di bangku kelas.
"Ziz kamu kenapa si jadi sombong seperti ini, apa aku punya salah sama kamu..?" ucap Ronald kepadaku.

"Kamu pikirin salah kamu apa..?" ucapku dan kemudian pergi.
Ronald mengejarkan dan mencegahku untuk pergi dan berkata,"Kamu gak bisa seperti ini dong, kamu ngomong gak usah seperti pengecut, ngomong sama aku".

"Oke aku jelasin salah kamu apa, kamu kan tau aku cinta sama Elina tapi kenapa Elina masih saja kamu deketin, apa ini yang dinamakan teman" ucapku dan pergi.

Sementara Ronald berdiam diri dan tidak membalas perkataanku dengan ucapan menyesal atau ucapan yang berkaitan dengan isi hatinya dengan Elina. (Arif Purwanto)

Back To Top