Lebih Indah, Cahaya Lain yang Menerangi Hidupnya

Menengadah, Iren menatap langit-langit kamar sembari kadang memejamkan mata sebentar. Boneka teddy bear di sampingnya terkulai lemas, seperti wajahnya yang sendu. Di tangannya, digenggam sebuah foto usang dari masa lalu yang pahit.


“Sudahlah Ren, untuk apa lagi kau pikirkan dia. Dia sudah tidak akan kembali. Meski ingin kembali pun dia tidak akan bisa”. Aku mencoba menghibur saudara kembarku itu. “Sebaiknya kau tutup pintu hatimu untuknya, dia bukan yang terbaik”.

Belum selesai aku menasehatinya, Iren justru menangis, sesengukan. Saat seperti itu, tak ada hal lain yang ia butuhkan kecuali pelukan. Aku segera memeluknya erat. Menyeka air mata dan mengelus rambutnya.

“Aku harus bagaimana? Semakin ku lupakan, masa lalu itu semakin jelas. Hatiku tak mampu memendamnya”

Kalau melihat derita batin yang Iren rasakan, ingin sekali rasanya aku muntah di muka lelaki yang menyakiti hati Iren. Tapi aku tak bisa berbuat banyak.

“Sudah, biarkan semua perih itu luruh sendiri. Besok aku ada acara di kampus. Ada undangan seminar. Kamu ikut ya, aku takut besok tidak punya teman. Soalnya ini dari jurusan lain”. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.

Kebetulan sekali, benar-benar kebetulan. Aku memiliki satu sahabat yang hobi bercanda, pintar melawak. Saat di kampus, temanku yang bernama Gustomi itu duduk disamping Iren. Awalnya mereka saling diam saat di ruangan tapi untungya setelah keluar ruangan, Gustomi mampu mencairkan suasana.

Lewat sedikit ejekan dan pujian, Gustomi mampu memaksa Iren untuk memalingkan muka, menatap ke arahnya.

Cair, suasana hati Iren sedikit terhibur. Meski terlihat terpaksa, Iren bisa membuka mulut, memulas bibirnya dengan senyum tipis.

“Oh cantiknya, senyum irit saja sudah begini manis ya. Aku memang beruntung bisa melihat bidadari di dunia nyata”, ucap Gustomi menggoda Iren. Aku hanya bisa tersnyum simpul. Sambil mengamati bagaimana reaksi saudaraku itu.

Sebulan berlalu, Gustomi merubah segalanya. Sedikit demi sedikit ia terus saja memaksa Iren untuk tertawa. Seperti lagu “lebih indah” milik Adera, kini sahabat sekaligus saudaraku menemukan cahaya lain yang menerangi hidupnya.

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top