Linda terdiam. “Menurutku, cinta yang
kalian ucapkan itu adalah omong kosong, sesuatu yang sama sekali tak berguna”, Wanto
menatap tajam Linda yang tertunduk. “Bohong kalau kamu mengatakan cinta pada
dia. Buktinya, kamu menangis saat dia bahagia.”
Wanto kembali berucap, “yang kamu
rasakan itu semu Linda, itu bukan cinta. Jadi untuk apa kau sibuk mengurai air
mata?”
Linda banjir dengan air mata. Apa
yang ia dengar lebih berat dan menyakitkan dari pada apa yang sedang dialami
hatinya. Hatinya sedang hancur, tapi perkataan sahabatnya itu membuatnya lebih
perih.
Taman kembali lengang, hanya ada
beberapa orang disana, termasuk Wanto dan Linda yang sedari tadi duduk di satu
bangku. Itu adalah kuliah umum tentang cinta yang diberikan oleh seorang
sahabat.
Wanto ingin memberikan sesuatu
yang bisa membuat sahabatnya Linda bertahan hidup. Ia meraih tangan Linda, “kamu
harus tahu definisi cinta yang sesungguhnya Linda”.
“Kamu tidak membantu, hanya
membuatku semakin perih. Sahabat macam apa kamu ini!”
“Terserah, aku hanya ingin
merubah pola pikir kamu. Ingat, cinta itu agung, suci dan yang kamu rasakan itu
hanyalah ketertarikan semata”
“Ah, kamu mulai membual lagi!”
“Kamu thu apa artinya cinta?
Ingat Linda, cinta adalah kasih sayang yang tulus. Wujud cinta itu sendiri
adalah berkorban, sebuah aksi atau tindakan nyata yang dilakukan untuk orang
lain yang dicintai. Kalau kau memberi tanpa pamrih, itu bisa dikatakan cinta.
Kalau kau menolong tanpa mengharapkan imbalan, itulah cinta. Semua pengorbanan
diri yang kau lakukan untuknya, itulah cinta. Lalu kenapa kamu menangis jika
memang kamu mengatakan bahwa kamu cinta padanya? Bukankah dia sekarang bahagia?
Tidakkah itu yang kau inginkan untuk seseorang yang kamu cintai”
Kali ini Linda terdiam. Ia
meremas tangannya kuat. Menahan air mata yang hampir kering. “Sudahlah Lin,
belajar ikhlas, itu akan membuatmu tegar. Itu juga yang akan menghantarkanmu
pada cinta yang sesungguhnya, yang mampu membuat duniamu penuh bunga dan
kupu-kupu”
Wanto kembali memegang tangan
Linda. “Bagiku, cinta yang kau pertahankan itu adalah omong kosong, tak berguna.
Mari bangkit, masih ada aku. Aku janji, akan mencarikan cinta sejati yang
membuat kamu bahagia. Asal kamu mau menyeka air matamu dan bangkit”
Linda menengadah. Kali ini ia
menatap tajam mata pria yang ada disisinya itu. Dilihatnya tatapan pria itu
begitu tegas, bening dan menyejukkan. Perasaan kalut di hatinya menahannya
untuk berkata lebih banyak.
“Apapun itu, mari kita tatap
dunia ini dengan senyuman. Sekarang, lebih baik kita nikmati sunset di sudut
kota, sebentar lagi ada pelangi, yang seindah senyummu”, bujuk Wanto pada
Linda.
Mereka pun berlalu, meninggalkan
tisu yang berserakan di tanah. Dengan mantap, Wanto menggandeng sahabatnya
Linda, “tak kan ku biarkan orang lain membuatmu menangis lagi”. mereka hilang
di sudut taman kota itu.