Sebuah cerpen singkat dengan tema
persahabatan berjudul “mencari cinta sejati”. Semoga bermanfaat. Meringis.
Kulama menahan sakit. Siku sebelah kanannya berdarah sementara kakinya
terkilir. Ia sudah tidak mempedulikan bajunya yang kotor.
“Kamu kenapa Kulama, kok bisa
jatuh seperti itu sih”. Robin langsung duduk di sebelah Kulama dan memberikan
sepucuk sapu tangan. “Aku ada betadin. Sini luka kamu harus segera dibersihkan.
Jangan sampai nanti terkena kuman. Bisa infeksi, bahaya.”
Kulama masih terdiam sambil
memegang tangan kanannya. Ia membiarkan Robin membersihkan luka di tangan dan
kakinya. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Terdiam, membisu. Entah apa
yang ada di pikirannya.
“Sudah. Ayo kita masuk ke kelas.
Sudah jam tujuh lebih, sebentar lagi kelas akan dimulai.” Robin kemudian
memapah Kulama ke dalam kelas.
Di jalan ada beberapa anak lain
yang bersimpati. Atau pura-pura perhatian dengan keadaan Kulama. Melihat Kulama
jalan di papah, guru piket segera menghampiri mereka, “kenapa kamu. Coba bapak
lihat!”
“Tidak apa-apa pak, Kulama hanya
lecet sedikit”, ucap Robin sambil tetap membantu Kulama berdiri. “Segera bawa
ke UKS dulu, bapak periksa. Siapa tahu terkilir kakinya”.
Robin segera menuruti perintah
guru tersebut. Ia membawa Kulama ke ruang UKS. Selesai diperiksa, mereka
dipersilahkan masuk ke kelas.
“Terima kasih ya… Kamu baik”.
Kulama membuka suara. “Tidak perlu sungkan. Sesama sahabat kan memang harus
seperti itu. Saling membantu jika ada yang membutuhkan. Kamu tidak perlu
sungkan.”
Sekilas Kulama melirik ke wajah
Robin. Sosok Robin mengagetkan pikiran Kulama. Sejenak hilang sudah semua nyeri
yang dirasakan. “Ternyata, Robin ganteng juga ya. Andai saja dia bisa menjadi
kekasihku. Bukan sahabat”
Tiba-tiba suasana mendadak
berubah drastis. Perjalanan mereka ke kelas seolah merupakan perjalanan yang
sangat panjang. “Robin, apa kita hanya bisa menjadi sahabat?”
“Ha… kamu bilang apa. Maksud kamu
apa?” Kulama kemudian terdiam tak melanjutkan perkataannya. Robin pun tak tahu
harus berkata apa. Ada sesuatu yang mengganjal di hati mereka.
Robin sadar, ada harapan yang
lebih dalam di hati Kulama. Ia juga tahu, itu bukan karena ia sedang membantu
Kulama dengan luka-lukanya saat itu. Tatapan mata Kulama sering memberikan
isyarat cinta.
Seiring langkah kaki berdetak,
mereka semakin membisu. Degub jantung mereka sampai terdengar keras. Sesekali
ada anak lain yang berpapasan dengan mereka. Mereka pacaran ya, bukankah mereka
sahabatan. Begitu sorot mata murid lain mengatakan pada mereka.