Suka Cewek Tapi Tidak Berani Mengungkapkan, 3 Tahun Aku Merasakan Siksa Cinta

Pernah tidak kamu suka sama cewek tapi tidak berani mengungkapkannya? Kalau aku pernah. Bahkan sampai 3 tahun aku merasakan siksa cinta seperti itu. Cerita sedih ini bermula ketika masa pendaftaran siswa baru di sebuah SMA terkenal di daerahku.


Ceritanya, waktu itu aku kurang berminat mendapat di sekolah tersebut. Aku ingin sekolah di tempat lain tapi tidak diizinkan. Akhirnya aku mendaftar dengan setengah hati.

Di hiruk pikuk pendaftaran itu aku mendapat teman baru. Seorang cewek pendiam yang sepertinya mengalami hal yang sama dengan diriku. Ia terlihat tidak semangat mendaftar.

Aku tidak berniat kenalan waktu itu. Setelah menyerahkan berkas lamaran, aku hanya duduk lemas merebahkan badan ke dinding sekolah. Di pojok. Aku tidak sadar ada orang lain di dekat tembok itu.

“Waw’, aku kaget ketika tiba-tiba ia menyapaku. Aku sempat ngobrol sebentar dan saling berkenalan. Selama ngobrol itulah aku menyadari bahwa cewek itu cantik.

Singkat cerita, tanpa disangka aku diterima di sekolah tersebut. Ternyata, dia juga diterima. Saat pengumuman, aku masih sempat berbincang dengan dia. Tapi setelah itu susah sekali mau ngobrol sama dia.

Ternyata kami beda kelas, jadinya agak sulit. Di dalam hati, aku masih penasaran dengan teman baru itu. Dan tanpa sadar aku masih terpesona dengan raut wajahnya yang ayu. Apalagi ketika ia tersenyum, “oh indahnya.”

Waktu berlalu, satu semester aku lewati dan wajah cewek itu masih sering bergelayut di pikiran. Lama kelamaan aku merasakan kangen kalau tidak melihat dia satu hari saja.

Akhirnya rasa itu tumbuh semakin besar dan subur. Apalagi aku sering mencuri pandang, menatap wajahnya dari kejauhan. Saat itulah aku mulai merasakan dadaku yang sesak.

“Kenapa aku tak berani mendekati dia, kenapa tak kuasa untuk mengungkapkan cinta”, keluhku sendiri. “PDKT aja dulu…” pikirku.

Tapi memang tidak berani. Kadang aku bisa beberapa kali papasan dengan dia dalam satu hari. Atau sebenarnya aku yang cari-cari agar bisa bertemu dia. Tapi tetap saja, di depan dia aku tidak bisa berkata apa-apa. Hanya keringat dingin yang menetes.

Ya Alloh perihnya, keadaan itu berjalan satu tahun, tanpa ada kejelasan. Dua tahun berlalu, hatiku juga masih mengingat dia. Bahkan sampai 3 tahun kemudian, sampai di pesta perpisahan sekolah, hari terakhir aku menatap dia dari kejauhan.

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top