Sate, Tusuknya yang Membekas di Hati

Contoh cerita cinta romantis dan lucu – kisah asmara memang memiliki banyak sekali warna, hitam - putih, terang – gelap, abu-abu, merah dan banyak lagi lainnya. Di dalam asmara ada banyak sekali kejadian-kejadian yang menarik, hal sederhana yang lucu atau bahkan kejadian penting yang menggelikan.


Tak jarang cinta terjadi dalam situasi yang sama sekali tak layak bahkan mungkin situasi yang menjijikkan sekalipun. 

Kadang juga suasana yang sama sekali tak romantis pun melahirkan sebuah kisah cinta yang tak lekang oleh waktu, lucu dan selalu membuat rindu. Tidak bisa disalahkan karena itulah salah satu keindahan cinta.

Untuk melengkapi koleksi yang sudah ada, karya kali ini akan mengambil tema cinta romantis yang terjadi di antara remaja yang sedang kasmaran. 

Karya ini cukup pendek dan singkat serta memiliki alur yang begitu sederhana. Namun begitu kejadian atau peristiwa yang digambarkan begitu menarik.

Inti ceritanya sendiri tentang seputar usaha seorang remaja dalam mendekati dan mendapatkan cinta. Kalau bahasa gaul anak muda-nya biasa disebut masa-masa PDKT sampai nembak cewek. 

Ada suasana serta tak pasti, ada romantisme, ada juga bunga-bunga cinta, manis deh. Baca ya, jangan sampai enggal loh!

Sate, Tusuknya yang Membekas di Hati
Cerita Romantis Oleh Jalal

Hari ini adalah hari yang begitu sial bagi Dini. Bagaimana tidak, hari ini sudah dua dosen yang marah padanya karena dia telat. Dia juga kehilangan pena kesayangan saat dia di kelas. Saat dia pulang, kesialan menjadi lebih lengkap karena ia ketinggalan Bus.

Alhasil, sekarang dia pun hanya bisa duduk sendiri di halte menunggu bus berikutnya lewat.  Dia tahu kalau bus berikutnya akan lewat sekitar satu sampai tiga jam lagi. Menunggu selama tiga jam dengan setia sama sekali bukanlah hal yang menyenangkan bagi Dini.

Saat sedang duduk, Dini kembali melihat jam tangan yang melingkar di tangan untuk kesekian kalinya. Hari sudah mulai larut dan sebentar lagi matahari akan segera tenggelam. Tapi, bus yang Dini tunggu tak kunjung lewat juga.

Dia mulai sedikit frustasi. Ia melingkarkan tangannya ke depan lutut lalu membenamkan wajahnya ke dalam. Tanpa ia  sadari air mata telah menetes dari pelupuk matanya. 

Dia merasa takut. Yah, dia sangat takut akan kegelapan. Kini, langit benar-benar mulai gelap, tanpa mendung tanpa awan.

“Hey! Ngapain lo di sini sendirian?” Teriak Andi yang masih duduk di atas motornya. Dia berhenti di depan halte karena melihat Dini sedang duduk sendirian di sana. Dini adalah teman satu jurusan Andi. Hanya saja hubungan mereka tidak terlalu akrab.

Andi adalah anak yang gaul dan populer di kampusnya. Banyak sekali gadis yang menginginkan Andi. Tapi sayang, dia sama sekali tidak tertarik dengan gadis-gadis itu. dan sampai sekarang dia pun masih belum menemukan seorang kekasih yang cocok untuknya.

Mendengar suara seseorang, Dini pun segera mendongakkan kepalanya. Sisa air mata nya masih ada di sekitar mata. Dengan sigap dia pun langsung mengusap sisa air mata dan mengelengkan kepalanya. Menunjukan bahwa dia tidak apa-apa.

“Lo Dini kan? Teknik sipil 2003?” Ucap Andi sembari turun dari motornya. Kini dia sudah berada di hadapan Dini dan siap memberikan pertolongan untuk Dini.

“Diih, sok ngga kenal banget si? Kita itu satu kelas!” Ucap Dini dengan wajah manyun.
“Hehe. Biar dramatis dikit.” Dini hanya terdiam mendengar ucapan  Andi. Sebenarnya dia berharap banyak pada Andi. Tapi, dia belum terlalu kenal dengan Andi dan takut jika Andi bukanlah orang yang baik.

“Oh iya, tadi lo belum jawab pertanyaan gue. Lo ngapain di sini sendirian?” Tanya Andi.
“Nunggu bus!” jawab Dini jutek.

“Oh, terus kenapa nangis?” mendengar pertanyaan ini wajah Dini langsung memerah. Ada sedikit malu yang merasuki Dini. Karena tidak dia sangka Andi akan tau kalau dia menangis.
“Buruan naik. Lo laper kan?” Ucap Andi yang kini sudah berada di atas motornya.

Rasa takut yang tadi Dini rasakan pun tiba-tiba menghilang tertimpa rasa lapar yang kini mendera perutnya. Sebenarnya agak malu, tapi ini adalah satu-satunya pilihan. Jika Dini tidak naik bisa-bisa dia mati kelaparan dalam penantian bus yang tak kunjung tiba.

Setelah Dini naik ke atas motor Andi, mereka berdua pun segera berangkat menuju salah satu warung sate langganan Andi.

“Lo suka sate engga?” tanya Andi. Dini hanya terdiam. Baginya saat ini semua makanan sama saja. Karena perutnya benar-benar sudah sangat kelaparan.

“Yeee.. malah diem, yaudah deh gue anggap aja lo suka.” Ucap Andi lagi sembari mempercepat laju motornya.

Sesampainya di warung sate itu mereka berdua pun menyantap sate-sate yang di hidangkan dengan lahap. Mereka juga banyak berbincang di sela-sela makan mereka. 

Dini tidak menyangka kalau Andi ternyata adalah pria yang baik dan asik di ajak bercanda. Wawasannya juga sangat luas. Dan ada rasa nyaman yang Dini rasakan saat dia berbincang dengan Andi.

“Gimana? enak kan sate-nya?” tanya Andi. Dini hanya mengangguk pelan sembari tersenyum ke arah Andi. “Tau engga, di kantin kampus kita juga ada sate yang enak banget lo.”

“Iya tah? Dimana?”
“Hm… besok deh,  gue ajakin loe ke sana. Jamin kagak bakal nyesel.”

“Beneran?”

“Beneran.” Ucap Andi sembari mengacungkan ke dua jarinya. Lalu mereka berdua pun tersenyum bersama. Setelah selesai makan Andi pun segera mengantar Dini pulang menuju rumahnya.

***

Setelah kejadian itu, hubungan Andi dan Dini semakin dekat. Mereka jadi sering berbincang dan juga jadi lebih sering makan bersama, berburu resep sate paling enak. 

Andi telah menepati janjinya untuk mengajak Dini makan sate paling enak di kantin kampus itu. Dan tempat itu kini telah menjadi tempat favorit mereka berdua.

“Din aku mau ngomong sama kamu.” Ucap Andi saat dia sedang duduk di hadapan Dini. Kini mereka sedang makan sate di kantin kampus seperti biasanya.
“Apaan? Tinggal ngomong aja geh ndi.”

“Di hadapan tusuk sate ini, aku mau bilang kalau aku suka sama kamu. Mau ngga kamu jadi pacarku?” Ucap Andi sembari memegang tusuk satenya. Dini tampak terkejut dengan ucapan Andi. Tapi dia juga merasa sangat senang, karena memang dia sudah menunggu Andi mengatakan hal itu.

“Aduh…, gimana ya…?” Ucap Dini pada Andi.
“Tuh… kan. Pasti mau di tolak ya.”
“Eng.. enggak kok enggak enggak. Kalo sekarang aku masih belum bisa ngasih jawaban. Kasih aku waktu ya?” Ucap Dini disertai senyumnya.
“Hm… yaudah deh.”

Dini memang tidak memberi jawaban pada Andi. Tapi sebenarnya, Dini juga memiliki perasaan yang sama dengan Andi. Karena tusuk cinta yang Andi berikan, kini telah menancap lekat di hati Dini.

---oOo---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top