Cerita Pengalaman Pelajar Sekolah - Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu pelajaran
yang ku sukai. Meskipun tak bisa ku pungkiri mata pelajaran ini sering membuat
aku malu menjadi bangsa Indonesia karena nilaiku selalu jelek.
Orang-orang selalu bilang sukai dulu mata pelajarannya, baru
kau akan lebih mudah mempelajarinya. Sejak SD aku juga sudah suka dengan bahasa
Indonesia. Mulai dari menulis pantun, sajak, sampai menulis puisi.
Tapi, teman-teman sekelas ku selalu saja memasang wajah aneh
ketika mereka mendengar aku membacakan puisi atau pantunku. Yaah, memang tak
bisa ku pungkiri kalau puisi dan pantun buatan ku sangat jauh dari kata bagus.
Meskipun aku sudah mencoba menulisnya dengan sepenuh hti,
mencampurnya dengan kata-kata sastra, juga memberikan sedikit sentuhan diksi modern,
puisi dan pantunku tak pernah mendapat pengakuan yang spektakuler.
Satu alis terangkat dan satu sudut bibir yang juga
terangkat. Itulah ekspresi dari Andi teman sebangku ku.
Hari ini adalah hari rabu. Ini artinya ada mata pelajaran
yang paling aku sukai hari ini. Yaah, Bahasa Indonesia! Aku sudah menyiapkan
diriku sejak subuh untuk mengikuti pelajaran ini.
Semua tugas bahasa Indonesia sudah aku kerjakan dengan
sepenuh hati. Bahkan aku juga merasa kekurangan tugas. Aku rela bangun lebih
awal dari biasanya hanya untuk hari rabu.
Aku bahkan sarapan lebih banyak dari biasanya di hari rabu
ini. Aku tidak mungkin membiarkan diriku loyo saat mengikuti pelajaran bahasa
Indonesia. Dan jangan tanya siapa yang paling awal berangkat sekolah di hari
rabu.
Belum ada siswa yang berhasil datang lebih awal dari ku di
hari rabu. Yaah, aku adalah singa di hari rabu. Buas, tangguh, dan lapar akan
ilmu.
Saat kami semua warga kelas sedang asik dengan urusan kami
sendiri-sendiri, tiba-tiba Bu Ning masuk kedalam kelas dengan ucapan
salam.Beliau adalah guru yang cantik dengan pembawaan yang begitu lembut.
Dia belum terlalu tua, baru berumur sekitar 25 tahun. Belum
punya anak dan juga belum menikah. Setiap sebelum berangkat sekolah, aku selalu
mendapat titipan salam yang harus ku sampaikan pada Bu Ning dari para bujang
disekitar rumahku.
Bahkan, abangku yang sudah punya pacar pun juga tak jarang
ikut-ikutan titip salam untuk Bu Ning.
Seperti biasa, begitu
beliau masuk kelas kami langsung disuruh untuk mengumpulkan tugas. Setelah itu,
beliau menjelaskan materi tentang cerpen. Beliau adalah guru yang pandai
bercakap.
Kemampuannya berkomunikasi dan mengatur suasana, membuat
kami semua tanpa disuruh juga akan diam ketika mendengarnya berbicara. Tak
jarang di sela-sela pembicaraannya dia sengaja membelokan arah pembicaraannya
agar tercipta tawa diantara kami.
Ini lah salah satu hal yang kami suka dari Bu Ning. Pandai
membuat kami semua tertawa didalam kelas. Mengencerkan suasana dan membuat kami
lebih nyaman berada didalam kelas bersamanya.
Seandainya saja semua guru disekolah ini sama seperti dia,
sudah pasti aku akan jadi siswa paling rajin di kelas. Tidak akan ada lagi
siswa yang bolos sekolah, malas mengerjakan tugas, atau pun tidur di dalam
kelas.
Kami semua begitu lapar dengan kata-kata dari Bu Ning.
Ucapannya laksana sumur ilmu yang menyembuhkan kehausan kami akan ilmu. Mungkin
dia lah sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Muda, cantik,
energik, dan pandai.
Tanpa terasa dua jam berasama bu Ning pun berlalu. Entah
kenapa dua jam mata pelajaran bahasa Indonesia terasa seperti dua menit mata
pelajaran Sejarah. Yaaah, dua mata pelajaran ini memang bertolak belakang.
Jika mata pelajaran bahasa Indonesia menawarkan paras cantik
seorang guru muda yang energik dengan segala kelembutan dan kepandaianya, maka
mata pelajaran sejarah menawarkan sosok pria berparas garang berperut puncit
dengan segala kekasaran dan kebodohannya.
Mungkin guru sejarah itu lah wujud sebenarnya homo
sapiens modern. Tapi tetap saja kami semua harus bersikap takdim pada guru
kami bagaimana pun bentuknya.
Sebelum selesai mengajar, Bu Ning tak lupa memberikan kami
tugas untuk menulis cerpen. Tentu saja kami semua semangat dan merasa tak sabar
untuk segera pulang dan mengerjakan tugas ini.
Tapi begitu kami mendengar tugas menulis cerpen ini harus
dikumpul dalam bentuk hasil print out dan harus di lengkapi dengan
beberapa hiasan, kami semua langsung merasa lemas.
Kami memang benar-benar tidak tahu banyak masalah komputer.
Jika kau ingin tenar dan punya nama di sekolahku, maka caranya sangat lah
gampang. Cukup berlagak menjadi seorang yang tau dan benar-benar paham masalah
komputer, maka gadis-gadis akan langsung mendekati mu tanpa disuruh.
Komputer dengan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
adalah sesuatu yang masih asing bagi kami. Berbeda dengan siswa-siswi SMP di
kota, kami jarang sekali bermain komputer.
Tidak banyak rental komputer yang bisa kami temui di kampung
kami. Hanya ada satu saja, itu pun letak nya cukup jauh. Hanya orang-orang
menengah ke atas saja yang bisa punya komputer sendiri.
Atau anak-anak yang beruntung punya kakak sedang kuliah di
kabupaten seperti aku ini yang bebas belajar komputer. Tugas membuat cerpen ini
pun menjadi langkah baik bagiku untuk melakukan pendekatan pada bidadari
kecilku.
Yaah, tanpa perlu disuruh sudah pasti Intan-temansekelasku-
akan segera menghampiri ku dan meminta untuk mengerjakan tugas ini bersama. Dan
benar saja, begitu Bu Ning mengucap salam dan segera pergi dari kelasku, Intan
langsung menghampiriku dengan wajah sumringah.
“Ren.. kayak biasa ya, ntar pulang sekolah lo ngga sibuk
kan?” Ucap Intan semangat padaku.
“Oke Intan, santai aja. Gue ngga pernah sibuk kok kalo lo
butuh bantuan gue.” Ucapku sembari memberikan senyuman termanisku untuknya.
Pipinya sedikit memerah mendengar ucapanku.
Yaah, sepertinya dia memang memiliki perasaan yang sama
denganku, tapi aku sama sekali tak berani untuk mengungkapkan perasaanku ini.
Cukup dengan bisa membuatnya tersenyum dan terus mengagumi nya dari jauh saja
aku sudah sangat bahagia.
“Siip deh. Yaudah entar balik sekolah gue ke rumah elo ya.”
Ucap Intan. Dia langsung berbalik sembari memberikan senyuman termanis nya
padaku. Aku pun membalas senyumannya itu dengan senyuman terbaik yang aku
punya.
***
Setelah pulang sekolah aku dan Intan langsung berangkat
menuju rumahku. Sesampainya di rumah aku langsung mencari abangku dan segera
meminjam laptopnya. Beruntung dia sedang di rumah hari ini.
Jadi selain bisa meminjam laptop, aku juga bisa sekalian
meminta nya mengajariku mencetak cerpen yang aku ketik di Microsoft word. Cukup
lama aku dan Intan mengetik cerpen, akhirnya kami berdua selesai membuat cerpen
hanya dalam waktu satu setengah jam.
Cerpenku bercerita tentang kisah cintaku dengan Intan. Kisah
cinta yang diam-diam dan juga begitu indah. Aku pikir Intan juga akan menulis kisah
cinta yang tidak berbeda denganku. Tapi ternyata aku salah.
Ternyata dia malah justru menulis cerpen religi tentang
seorang gadis yang mati-matian memperjuangkan jilbabnya. Meskipun aku masih
kecil tapi aku tau apa yang ingin ia sampaikan lewat cerpen itu.
Singkatnya, dengan menggunakan jilbab, seorang gadis akan
menjadi jauh lebih terhormat, dan dengan jilbab juga, seorang gadis akan tampak
jauh lebih cantik dari sebelumnya.
Jilbab membuat seorang wanita menjadi lemah lembut, santun, dan juga tampak teduh. Yaah, kurang lebih itu lah nilai esensi yang aku peroleh setelah membaca cerpen karya bidadari kecilku ini.
Jilbab membuat seorang wanita menjadi lemah lembut, santun, dan juga tampak teduh. Yaah, kurang lebih itu lah nilai esensi yang aku peroleh setelah membaca cerpen karya bidadari kecilku ini.
Setelah kami berdua selesai menulis cerpen, aku langsung
memanggil abangku untuk mengajari kami mencetak hasil kerjaan kami lewat printer.
Dengan sabarm, dia pun menjelaskan langkah demi langkah yang harus kami tempuh.
Dia juga menjelaskannya dengan begitu detail. Mulai dari
berapa lembar yang akan dicetak, ukuran hasil cetakannya, sampai bagaimana cara
mengganti tinta di printer.
Yaah, untuk bocah sepertiku, tidak sulit memahami semua
penjelasannya. Sepertinya aku memiliki gen orang-orang jenius didalam darahku
sehingga aku merasa jenius seperti ini.
Dan aku pun tidak menyia-nyiakan moment ini. Ini adalah
salah satu moment terbaik untuk menunjukan betapa hebatnya aku di depan Intan.
Dan sepertinya cukup berhasil.
Perpaduan yang benar-benar perfect. Saudara, ilmu, dan juga
cinta. Tiga hal itu lah yang sekarang sedang mengepungku dalam dunia yang
indah. Dan mungkin inilah yang sering di sebut oleh orang-orang dengan kata
Bahagia.
---oOo---