Jangan cintai aku apa adanya, mencintai aku seperti itu hanya akan membuatku sakit. Aku bukan mawar yang bisa memberimu sejuta keindahan. Aku juga tak seperti salju yang mampu membelaimu dengan kelembutan.
Rara terus melangkahkan kakinya semakin cepat, seolah ingin sejauh mungkin meninggalkan segala penat di hati. Aneh, dunia ini memang gila, dimana-mana orang akan senang mendapatkan kekasih yang bisa menerima pasangan apa adanya tapi ini justru sebaliknya.
Rara justru begitu tersiksa dengan ketulusan cinta dari Rangga kekasihnya itu. “Kamu yang seperti ini, dengan segala kelebihan dan kekuranganmu, yang aku cintai. Apa adanya dirimu yang membuatku bahagia,” ucap Rangga suatu ketika sambil memegang erat tangan Rara.
Entah apa yang ada dibenak Rara, ia langsung memeluk erat kekasihnya dengan cucuran air mata yang membanjiri pipi. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya.
Rangga yang memang tulus mencintai Rara hanya sedikit heran, kenapa kekasihnya tiba-tiba menangis.
Sejenak, Rara berucap lirih, “aku sama sekali tak sempurna, aku tak layak untuk itu Rangga”. Bibirnya tampak bergetar, matanya tampak menyala dan dadanya terdengar bergemuruh kencang.
“Aku, tulus mencintamu Ra…”
“Tapi aku tak pantas!”
“Tak ada satu makhluk pun di dunia ini yang tak pantas mendapatkan kebahagiaan cinta”
“Ya, tapi maaf, jangan cintai aku apa adanya seperti itu. Kelak, itu pasti akan membuatmu kecewa, sakit”, ucapan itu tertahan di tenggorokan Rara, tak terdengar.
Bagi Rara, untuk orang sebaik Rangga, untuk cinta setulus yang ia miliki, Rara sama sekali tak sebanding dengan hal itu.
Perasaan cinta yang mengalir dalam darah mantan copet itu ternyata begitu kuat, begitu besar dan begitu ikhlas.
Rara sebagai seorang gadis yang pernah terjerumus di dunia hitam sama sekali tak menginginkan Rangga menjadi pendamping hidupnya. “Maafkan aku Rangga, begitu besarnya cintaku padamu hingga aku harus memberimu pilihan yang lebih baik”.