Aku pulang, pasti aku akan pulang
untuk mewujudkan cita cinta kita berdua. Sebuah janji yang terucap tulus,
diikat dengan kesucian cinta ternyata mampu menerangi jalan hidup dua remaja
yang terpisah jarak dan waktu. Setelah lama berpisah, akhirnya cinta kembali
bersatu.
Tujuh tahun silam, Luky dan
Aminah dengan ikhlas berpisah untuk mencari bekal hidup bagi kehidupan mereka
kelak. Dalam satu ikatan, Luky dan Aminah berjanji untuk bertemu kembali
setelah semuanya memungkinkan.
Luky harus melanjutkan kuliah di
Yogyakarta sementara Aminah harus bertahan di kampung halaman.
Aminah menitipkan sekeping hati
miliknya untuk menemani Luky meraih mimpi dan masa depan. Luky menanamkan tekad
untuk bisa kembali dan menyatukan kembali perasaan mereka.
Sebuah perjalanan yang sangat
panjang bagi dua orang remaja di tengah kehidupan sosial yang terus berkembang.
Ajaibnya, di hati kecil mereka berdua masih tertanam kuat janji mereka
masing-masing.
Entah itu kebetulan atau memang
sebuah komitmen kuat dari cinta yang suci, janji yang pernah mereka ucapkan
terpelihara dengan baik.
Lima tahun berlalu, Luky sudah
menyelesaikan pendidikannya. Aminah sudah mulai gelisah menantikan kepulangan
seseorang yang dulu sangat dekat di hatinya.
Sekali dua kali percakapan manis
masih terdengar sama dengan waktu mereka masih sekolah. “Kamu masih ingat janji
kita dulu kan, tidak lama lagi aku akan mewujudkannya”, ucap Luky pada Aminah.
Dengan mata berkaca-kaca, Aminah
hanya bisa mengangguk terharu. Meski dalam hatinya ada rasa takut akan apa yang
nanti mereka hadapi, tapi ia mencoba untuk tetap yakin dan berpegang teguh pada
perasaannya.
Ini mungkin sebuah kisah yang
sangat langka dan mungkin mustahil terjadi. Tetapi, Luky mampu membuktikan
semua itu, ia mampu menepati janji yang pernah ia ucapkan.
Luky adalah laki-laki sejati yang
mampu memelihara cinta monyet-nya menjadi cinta tulus di mahligai pernikahan.
Pertama, ia berani meninggalkan
kehidupan mewah yang ia miliki hanya untuk bersanding dengan kekasihnya. Sebuah
perusahaan besar yang diwariskan ayahnya ia tolak, kesempatan kuliah S2 dan S3
dari orang tuanya juga ia abaikan.
Bermodal dua buah kedai gorengan
di ibu kota Jakarta, ia melamar Aminah untuk menjadi istrinya. Itu pun tidak
mulus, orang tua Aminah belum menghendaki anaknya menikah.
Meski akhirnya bisa menikah, mereka harus menghadapi himpitan ekonomi yang sangat sulit untuk hidup di ibu kota. Untungnya, niat dan kepercayaan mampu menyelamatkan hidup mereka.
Meski akhirnya bisa menikah, mereka harus menghadapi himpitan ekonomi yang sangat sulit untuk hidup di ibu kota. Untungnya, niat dan kepercayaan mampu menyelamatkan hidup mereka.