Berhenti Berharap Cinta Sucimu

Cerpen Sakit Hati karena Cinta - haruskah tetap berharap, cinta suci dari dirimu? Pagi yang cerah aku sedang termenung di depan rumahku. Tak seperti orang lain yang sedang merayakan hari minggu dengan begitu bahagia, aku justru melewati hari minggu dengan termenung karena cintaku bertepuk sebelah tangan.

Berhenti Berharap Cinta Sucimu

Aku duduk di bawah pohon yang ada di depan rumahku. Sambil memperlihatkan muka yang begitu syaub dan tidak bersemangat. 

Dengan dagu yang menyandar di tangan aku terus terbayang dengan wanita pujaanku. Aku berfikir bagaimana caranya ku bisa mendapatkan cinta darimu sedang kau tak pernah mencintaiku.

Dedaunan berguguran tertiup angin dan menerpa tubuhku. Aku hanya terdiam dan terus terfokus dengan angan dan hayalanku. 

Sementara burung mendarat dan berkicau di atas dahan dan seolah hendak menghiburku. Awalnya hanya satu lama-kelamaan burung bertambah banyak. Aku tidak melihat sama sekali burung yang sedang bebunyi di atas dan terus berfikir tentang dirimu.

Hari semakin siang dan aku belum juga selesai berangan tentang dirimu. Seolah bayangmu telah melekat di pikiranku dan tidak bisa dipisahkan. 

Aku berdiri dan masuk ke rumah dengan muka yang tanpa senyum. Aku membuka pintu ruma dan masuk ke dalamnya.

Setelah itu aku berjalan ke ruangan makan untuk mengisi perut yang sudah berbunyi dari tadi. Dengan begitu tidak semangatnya aku mengambil nasi dan lauk. Setelah itu aku biarkan terlebih dahulu dan ku tinggalkan menggelar khayala tentang dirimu lagi.

Tak lama kemudian ibuku datang dan duduk di sampingku untuk makan bersama denganku. Ibuku melihatku dan berkata,”Kamu kok bengong si Ardi, ayo dimakan”, ungkap ibuku. Sementara itu aku langsung memakan makanan yang sudah aku siapkan di dalam piring. 

Dengan begitu lambannya aku memasukann makanan ke dalam mulutku. Setelah itu aku mengunyah dengan begitu pelan.

Makanan ini begitu pahit di lidahku hingga aku merasa ingin muntah memakannya. Tetapi aku terus memakannya dan terus mengunyahnya untuk mengisi perutku yang sudah sedari tadi berbunyi. Begitu lama aku makan dan tidak juga habis makanan yang sudah aku ambil.

Padahal aku tidak mengambil banyak makanan yang hendak aku makan. sementara itu ibuku sudah menghabiskan makanan yang diambilnya dan sudah nambah 2 kali. 

Sementara aku belum habis sama sekali. Hingga tak lama ibuku menghabiskan makanan yang sudha di ambilnya. Dia membawa pirngnya ke belakang. Sementara itu aku belum juga menghabiskan makanan yang sudah aku ambil.

Hingga tak lama kemudian habislah makanan yang sudah aku ambil. Aku minum air dan kemudian diam sejenak. Setelah itu aku membawa piring tersebut ke belakang. Aku duduk kembali di ruangan tamu dengan perasaan yang juga belum lebih baik.

“Apa yang kamu pikirkan Di.?”, ungkap ibuku.
“Aku sedang memikirkan seseorang ma”, ungkapku.
“Siapa..?”, ungkap ibuku.
“Dia teman kelasku”.

“Ada apa dengannya?”, ungkap ibuku.
“Dia tidak juga membalas cintaku, padahal aku begitu cinta denganya”.

“Mungkin dia bukanlah jodohmu, ketahuilah nak jodoh itu tidak bisa dipaksakan dan jodoh itu sudah di atur oleh sang pencipta. Jadi kita sebagai manusia tidak bisa memaksakan jodoh yang memang bukan menjadi hak kita”, ungkap ibuku.

“Tapi ma”. Memotong pembicaraan,”Gak ada tapi-tapian, lebih baik kamu cari perempuan lain dari pada kamu harus memikirkan orang yang tidak mencintaimu”, ungkap ibuku.

Berkata dalam hati,”Bener juga ya kata mama, buat apa aku mikirin ornag yang tidak mencintai aku”. “Nah kamu mau melupakan gadis tersebut kan..?”, ungkap ibuku. “Iya, ma insyaallah aku akan coba ngelupain dia”, ungkapku kepada ibuku.

“Biar kamu mudah ngelupain perempuan itu mending kamu ikut dengan mama ke tempat bude, di sana kita mancing di kolamnya yang luas”, ungkap ibuku.

Dengan begitu semangatnya aku berkata,”Boleh itu ma, ayo berangkat”. “Ya ganti dulu dong”, ungkap mamaku.

Aku berlari ke kamar dan langsung mengganti bajuku. dengan perasaan riang aku mengganti bajuku dan hendak pergi ke tempat budeku. Aku keluar dari kamarku usai mengganti bajuku. dengan begitu semangatnya aku berkata,”Ayo ma”. Ibuku tersenyum dan berkata,”Ayo”, kami berjalan bersama menuju garasi mobil.

Aku membuka pintu mobilku dan masuk ke dalamnya. Sementara itu ibuku menghidupkan mobilnya dan bernagkat untuk menuju tempat bude. 

Perasaan sedikit menjadi lebih baik berkat sebuah nasehat dari ibuku. Kini aku akan mencoba melupakan gadis tersebut dan akan berhenti berharap mendapatkan cinta suci darinya.

Kami mampir di toko penjual pancing yang tidak jauh dari tempat pakdeku. Aku membeli 2 pancing, untukku dan untuk ibuku. 

Setelah membeli pancing kami berjalan lagi menuju tempat bude yang tidak jauh lagi. kami sampai di tempat bude dan turun dari mobil.

Aku dan ibuku berjalan ke arah pintu dan mengetuk pintu. “Assalamualikum”, ungkap ibuku. Tak lama kemudian budekku membukakan pintu untuk kami.

“Eh Ardi, silahkan masuk”, ungkap budeku. Kami masuk dan duduk sejenak di ruangan tamu. “Ikannya masih banyak gak bude..?”, ungkapku dengan begitu tidak sabar ingin segera memancing di kolam bude”. Dengan tersenyum dia berkata,”Iya masih banyak tenang saja”.

Kalau mau mancing langsung saja berjalan ke belakang lewat jalan samping sini. Aku melihat ibuku dan berkata,”Ayok bu”. Ibuku berdiri dan berkata,”Ayok”. Aku berdiri dan bejalan menuju belakan untuk memulai memancing.

Setelah sampai belakang aku melihat ikan-ikan yang sudah menujukan kepalanya. Sepertinya aku datang di saat momen yang tepat, di lihat dari prilakunya ikan ini lapar, sehingga memudahkan aku saat menangkapnya.

Aku mulai menyiapkan pancing dan memasang umpannya. Setelah itu aku melemparnya ke kolam. Aku menunggu sejenak sampai ikan yang ada di kolam ini memakan umpannya. Tidak lama kemudian umpanku tertarik sepertinya ada ikan yang memakan umpanya.

Dengan segenap tenaga aku menariknya dan menggulung senar dalam pancing. Aku mengangkat ikan tersebut ke permuakaan dan terlihat ikan gurameh yang begitu besar memakan umpanku. 

Aku memegang ikan tersebut dan melepaskan kailnya. Setelah itu aku meletakan ikan tersebut ke ember dan menutupinya dengan sebuah dedaunan agar tidak lepas.

Aku melempar lagi umpan ke dalam kolam dan menunggu lagi sampai umpan dikmakan. Aku duduk dengan santai di pinggir kolam sambil menikmati angin yang begitu sejuk meniup. 

Sementara itu ibuku belum juga mendapatkan ikan dan masih sabar menunggu hingga umpannya dimakan. Dengan sabar aku menunggu sambil melihat ke kanan dan ke kiri hingga umpan berhasil di makan.

Aku bahagia sekali dengan keceriaan ini sedikit demi sedikit bayang wanita yang aku cintai lenyap. Mungkin berat menghilangkan bayangnya dari pikiranku secara langsung. 

Untuk itulah dengan sangat perlahan aku berhenti berharap. Melupakan dia dan cintanya. Aku benar-benar bisa melupanyannya. Tuhan berilah kemudahan untuku agar bisa melupakan orang yang aku cintai.

--- oOo ---

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top