Ngantri Ke Sorga, Pemuda Ini Rela Meninggalkan Gemerlap Dunia

Apa cita-citamu? “Ingin masuk surga”, itulah jawaban yang keluar dari mulut Bayu ketika di tanya oleh guru Fisika di sekolah. Sontak seluruh siswa menertawakan jawaban yang ia berikan.

Foto: Ilustrasi

“Bukan, cita-cita di dunia maksud Bapak, apa kamu tidak ingin jadi pengusaha sukses seperti Ayahmu Bayu?”, tanya pak Parman mencoba mencari jawaban yang ia inginkan.

Ternyata, jawaban Bayu juga sama membingungkan seperti jawaban pertama, “mau pak, tapi jika menjadi pengusaha sukses akan menghalangi saya masuk surga maka saya lebih baik jadi petani”, ucap Bayu.

“Sungguh mulia pikiran bocah ini”, pikir pak Parman. “Jika itu benar-benar dari hatimu Bayu maka bapak berdoa untukmu semoga kamu jadi orang sukses yang masuk surga”, ucap sang guru lagi.

Sang guru kemudian melemparkan pertanyaan ke anak-anak lain, “Hayo, siapa yang ingin masuk surga bersama Bayu?”, tanya pak Parman dengan tegas.

Murid-murid pun serentak menjawab dengan antusias bahwa mereka juga ingin masuk surga dan mendapatkan doa yang sama seperti yang Bayu dapatkan dari sang guru.

Pak Parman kemudian melanjutkan penjelasan pelajaran Fisika itu dengan menghubungkannya dengan surga. “Kalian bisa ikut ngantri ke sorga bersama Bayu dengan menggunakan ilmu Fisika untuk membantu banyak orang”, ucapnya mengakhiri kelas.

Tampaknya, Bayu memang tidak main-main dalam memilih cita-cita untuk masuk surga. Tidak seperti anak orang kaya lain yang menghabiskan waktu untuk belajar, Bayu justru lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman di pondok pesantren.

Ia berbeda dengan anak orang kaya lain, karena itulah ia diterima dengan baik. Ia tak segan jalan kaki, ia juga tak segan memakai baju ala kadarnya. Tak hanya itu, ia juga sering memberikan uang jalan miliknya untuk membantu teman-teman di pondok pesantren.

Suatu ketika, orang tua Bayu mengetahui apa yang dilakukan anaknya. Sang ayah sangat kecewa, ia mendapatkan ocehan dan omelan. Tapi, berbeda dari sang ayah, sang ibu lebih sabar dan mencoba memberi pengertian bahwa kelak ia harus sukses seperti sang ayah.

Sifat, tekad dan tabiat Bayu terpelihara dengan baik sampai dia masuk ke perguruan tinggi. Saat itulah ia mendapatkan tantangan yang begitu besar. “Mau jadi apa kamu kalau kuliah terus ditinggal seperti itu, tidak serius!”, sang ayah begitu marah dengannya.

Ia tahu, saat seperti itu yang terbaik adalah diam. Ia tidak mungkin membantah orang tuanya karena ia tahu benar dosa yang akan ia dapat. Tekanan terus saja terjadi sampai puncaknya ketika ada satu mata kuliahnya yang tidak lulus.

Marah besar, sang ayah pun mengharuskan Bayu untuk memilih antara bergaul dengan teman-teman pondok pesantren atau melanjutkan kuliah dan meneruskan usahanya.

Sungguh pilihan yang sulit, tapi Bayu tidak bisa membohongi hati nurani dan tidak ingin salah jalan. Dengan memohon restu dari ibunya, akhirnya ia memberanikan diri memilih tetap bergaul dengan teman lamanya.

Dengan konsekuensi yang sangat besar, akhirnya sang ayah mengusirnya. Tidak ingin mengecewakan orang tuanya, Bayu berjanji kepada ibunya untuk melanjutkan kuliah dan sukses dengan cara yang ia pilih.

Langkah pertama yang ia lakukan adalah cuti kuliah karena ia tidak mungkin memiliki biaya untuk membayar kuliah di kampus ternama di kota itu.

Ia akhirnya hidup di pesantren, menimba ilmu agama lebih jauh dan menularkan kemampuan yang pernah ia dapat ketika masih aktif kuliah.

Ia mulai mengajarkan teman-temannya ilmu bisnis yang ia kuasai sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mencoba mendirikan sebuah usaha untuk membantu perekonomian pesantren.

Meski awalnya tidak diizinkan oleh pengasuh pesantren, usaha Bayu pun akhirnya berdiri, sebuah jasa pesan antar untuk kalangan sendiri.

Mungkin ia memiliki warisan jiwa bisnis dari sang ayah hingga apa yang ia jalankan tersebut bisa berkembang pesat.

Dengan bantuan semangat dan dorongan dari santri lain ia mampu memberikan laba yang cukup lumayan untuk pesantren hingga akhirnya ia ditawari untuk melanjutkan kuliah lagi dengan bekal usaha tersebut.

Meski awalnya tidak suka, pengurus pesantren akhirnya turun tangan memberi arahan dan asuhan pada para santrinya yang berbakat itu.

Akhirnya, Bayu bisa kembali kuliah, menjalankan bisnis kecil-kecilan dan terus menimba ilmu agama. Dengan bekal itu, kini ia berpacu dan siap antri masuk surga bersama teman-temannya.

Back To Top