Cerpen Tentang Ibu, Hutang Kasih

Mau cerpen tentang ibu, "Hutang Kasih". Secara, koleksi cerpen singkat terbaru untuk kategori cerpen keluarga tentang ibu masih sedikit, maka dari itu akan kita tambah lagi dengan satu buah judul lagi yaitu "hutang kasih".

Cerpen Tentang Ibu, Hutang Kasih

Cerpen tentang ibu ini khusus di tulis untuk inspirasi dan juga hiburan bagi pembaca setia situs ini. Mudah-mudahan bisa menjadi hiburan, renungan dan nasehat bagi kita semua. Mungkin kita bisa belajar dari pesan moral yang terkandung dalam cerita ini.

Cerita pendek singkat ini juga saya tulis dengan bahasa yang cukup sederhana menggunakan teknik penceritaan yang tidak terlalu berbelit.

Karena singkat maka tentu saja kisahnya bisa kita baca langsung sampai selesai tidak perlu di cetak atau di salin terlebih dahulu.

Dengan ditambahnya satu judul lagi mudah-mudahan situs ini bisa menjadi rerefensi cerita pendek terpercaya bagi kita semua. Jangan lupa, sebelum kita baca "hutang kasih" tersebut kita lihat juga beberapa judul terbaru di bawah ini.

1) Cerpen singkat kisah cinta luwit
2) Cerpen singkat cinta atau cinta 
3) Cerpen tentang rindu yang terpendam
4) Cerpen sedih ketika cinta harus pergi
5) Antara persahabatan dan cinta
6) Ingin rasakan cinta kirana 

Beberapa judul di atas hanya sebagai pengingat saja, jangan diambil hati ya. Kalau sekiaranya menarik bisa di baca juga namun kalau tidak ya bisa kita lewatkan dan langsung ke cerpen tentang ibu di bawah ini. Berikut cerita yang dimaksud, semoga berkenan!

Hutang Kasih
Cerita oleh Irma

"Kasih ibu sepanjang jalan", saya setuju itu tapi bukan berarti seorang anak tidak memiliki hak hidup dari semua itu bukan? Tak pernah ada sedikitpun keraguan yang pernah terlintas di benak ini bahwa ibu akan memberikan segalanya untuk semua anaknya.

Bahkan meski harus menukar nyawa sekalipun. Ibu adalah sosok yang tak mungkin tergantikan, perannya dalam hidup akan menentukan sejauh mana kesuksesan dan pencapaian seorang anak.

Ibu memberikan semua yang dibutuhkan anaknya bahkan meski sebenarnya mereka tidak mampu. Pernah suatu kali aku merengek meminta sepatu baru, bukan karena sepatu yang ada sudah jelek namun karena aku ingin memiliki banyak sepatu seperti orang lain.

Ibuku mengabulkannya tanpa mengeluh meski sebenarnya untuk makan saja dia harus berhutang dan bekerja keras di kantin sekolah.

"Bu, aku ingin sepatu baru, yang ini sudah jelek, aku malu", ucapku

"Iya nak, besok kita beli sepatu baru, nanti kamu memilih sendiri kamu suka", jawab ibu dengan tersenyum

"Boleh beli sama sandal sekalian tidak bu, boleh ya... nanti kalau ada yang bagus" lanjutku
"Iya boleh..." jawab ibu sambil mengelus kepalaku

Itu hanya satu contoh kecil dimana aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan dari ibu. Tidak peduli ada atau tidak, tidak peduli mampu atau tidak ibu seperti tidak pernah jera di jerat hutang dan perih untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanku. Bahkan sampai aku dewasa, ia selalu bisa tahu apa saja yang aku butuhkan.

"Nak, besok temenin ibu ya..."
"Males ah bu, cape, emang mau kemana sih..."

"Mau belanja, liat geh, baju kamu sudah pada lusuh gitu..."
"Eh.... ibu mau beli baju, emang ibu punya uang apa?"

"Iya, beli baju buat kamu, kamu kan gadis jadi tidak boleh lusuh gitu..."
"Iya deh, asal ibu senang aja..."

Aku menuruti keinginan ibu seolah aku tidak suka jika dibelikan baju baru, padahal aku memang sangat suka dan senang sekali bisa selalu tampil rapih dengan baju yang bagus-bagus.

Tapi, tentu saja aku tidak mau mengakui itu di depan ibu, aku tentu tidak ingin dianggap tidak tahu diri, aku ingin terus seperti ratu, ya seperti ini.

Sepuluh tahu telah berlalu, kini usiaku sudah 27 tahun. Aku sudah dewasa, aku sudah berubah, aku sudah tidak bodoh dan sudah tahu segalanya tapi satu yang tetap sama yaitu aku tumbuh menjadi gadis yang tak bisa sama sekali lepas dari ketiak ibu.

Untuk segala urusan aku sudah terlanjur mempercayakannya pada ibu. Dari hal terkecil bahkan sampai masalah cinta sekalipun.

Pernah suatu kali sikat gigiku di bawa tikus dan aku belum membeli yang baru - tepatnya aku mengandalkan ibu untuk membeli yang baru.

"Bu, mana sikat gigiku yang baru?"
"O...maaf nak, ibu lupa membelinya, tunggu sebentar ya ibu belikan dulu..."

Kebayangkan betapa baiknya ibuku, di usia yang sudah bisa dikatakan tua ibu masih saja melayaniku seperti putri kecilnya dulu. Sungguh menyenangkan sekaligus menyesakkan dada. Bagaimana tidak, saat ini aku sudah cukup matang untuk mengetahui yang namanya hutang budi dan balas budi.

Aku selalu mendapatkan hidup dari ibu meski kadang seringkali mengorbankan kehidupan pribadi ibuku sendiri. Entah mengapa semakin lama hal ini semakin mengganggu perasaanku, entah....

"Gak usah buat sarapan bu, biar aku yang masak...", ucapku suatu pagi
"Udah tidak usah, kamu siap-siap saja sanah, mandi terus ganti baju..." jawab ibu
"Tidak bu, biar aku saja!", jawabku sedikit ketus.

Sejak hari itulah aku memiliki perasaan yang mengganjal, menggangguku, membebaniku.
"Aku sudah dewasa bu, sudah saatnya aku melakukannya sendiri!!, jangan perlakukan aku seperti ini terus"

Malam itu aku begitu kesal dengan ibu, entah, aku merasa ibu tidak memberiku ruang untuk menata diriku sendiri. Aku benar-benar benci tidak bisa menentukan sendiri arah hidupku, aku benci tergantung pada ibu.

Perasaan tak menentu semakin lama semakin menjadi, aku tidak lagi bisa menahan diri atas semua yang selalu saja ibuku lakukan dengan semurna untukku.

"Aku bisa menyiapkan semuanya sendiri bu", ucapku
"Sudah tidak apa-apa, sini ibu bantu beresin..."
"Sudah bu, jangan perlalukan aku seperti ini..."
"Lara.... maksud kamu apa, tentu saja ibu memperlakuka anaknya dengan baik..."

"Cukup bu..... aku tidak mau lebih banyak hutang budi sama ibu!!" jawabku, "kelak aku tidak bisa untuk membayar semua ini bu", ucapku seraya pergi meninggalkan ibu.

Aku benar-benar kesal, aku sudah tidak tahan lagi dengan semua perlakuan ibu yang selalu saja baik denganku. "Aku memang tidak bisa hidup tanpa ibu, tapi aku tidak mau tergantung dan berhutang pada ibu....

"Maaf kan ibu nak, ibu tidak bermaksud membuatmu tergantung pada ibu, ini semua karena ibu sangat sayang padamu..." tiba-tiba ibu telah berdiri di sampingku yang sedari tadi termenung.

"Ibu memperlakukanmu seperti ini karena kamu adalah anak ibu, perlakuan seorang ibu tidak akan berubah pada anaknya, tidak akan pernah berubah...", lanjutnya, "Ibu melakukannya ikhas, ibu tidak menuntut apapun sebagai pengembalian, melihat kamu tersenyum adalah kebahagiaan terbesar dalam hidup ibu", terusnya.

"Tapi bu, ...."

"Nak, tidak ada yang namanya hutang kasih diantara seorang anak dan ibunya. Hidup seorang ibu memang hanya untuk anaknya, apalagi semenjak ayahmu pergi, kamulah satu-satunya yang paling berharga dalam hidup ibu". ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Mendengar perkataan ibu, dan melihat bening tatapan matanya, aku tak dapat menahan diri, langsung saja ku jatuhkan tubuhku di pelukan ibu yang hangat. "Aku tidak akan pernah rela berpisah dari ibu...."ucapku sambil terisak.

Tiba-tiba ibu melepas pelukannya padaku dan bertanya dengan nada yang sangat serius, baru kali ini aku mendengar nada perkataan ibu seperti itu.

"Ada satu peristiwa besar yang kamu sembunyikan di balik ucapanmu tadi, ada apa nak..?" tanya ibu
Dari tatapan matanya terlihat seperti ada sebuah kekhawatiran dalam diri ibu.

"Iya bu, Anton melamarku...."
"Apa, dr Anton maksudmu?"
"Iya bu, si dokter ganteng yang selalu saja bisa mencuri perhatian ibuku tersayang..."
"Lalu, terus, trs,....kamu bilang apa nak?"
"Aku menolak lamarannya bu..."

"Lho, kenapa??" tanya ibu sangat tidak percaya. "bukannya dia lelaki yang baik?" kejar ibu
"Iya bu, aku memang suka sama dia, dia muslim yang ta'at dan baik untuk imam.." jawabku
"Lalu...." ibuku semakin bingung
"Kalau aku menikah siapa yang akan menemani ibu, gak ada lagi dong yang ngerepotin ibu?"

"Lara....... kamu ini ada-ada saja, ingat kamu kan sudah dewasa, kamu harus menikah... kalau ibu mati kamu mau hidup sama siapa coba?"
"Ibu..... iya...iya, tapi....."
"Tapi apa lagi....kamu ini"

"Iya bu, aku bilang sama dia, tidak ada satu orangpun yang boleh memisahkan aku sama ibu, jadi jika dia tidak akan memisahkan aku dari ibu maka aku mau menerima lamarannya.
"Lalu, dia berkata apa...." tanya ibu lagi
"Diam bu, hanya diam.... kita lihat saja seberapa jauh niatnya..."

Begitulah, tak seorang pun yang akan aku berikan kesempatan untuk membuatku berpisah dengan ibu bahkan meski aku harus menikah.

Aku sudah mengatakan kebenaran kepada Anton dan jika dia tahu serta benar-benar dan bersungguh-sungguh maka ia pasti akan datang menemui ibuku.

Benar saja, semua yang aku perkirakan terwujud. Anton datang menemui ibu dan mengutarakan semuanya, bahkan ia tahu apa yang aku inginkan setelah menikah. Ia meminta ibu untuk bersedia tinggal dengan kami dan ikut menjaga istri dan anak-anakku kelak. Ia memintanya dengan tulus dan ibu pun bisa merasakannya.

Beberapa bulan kemudian aku pun menikah. Ibu kami ajak pindah ikut ke rumah kami yang baru. Kebahagiaanku semakin lengkap dengan adanya ibu di sisiku.

"Bu, aku mungkin memang tak akan mampu membayar hutang kasih yang engkau berikan namun mulai detik ini aku akan menyicilnya agar ibu mendapatkan buah dari kasih sayang ibu yang selama ini ibu berikan kepadaku. "Aku sayang ibu"

--- Tamat ---

Pokoknya kalau rutin berkunjung ke situs ini kita bisa sampai bosan, pasalnya disini akan terus ditambah berbagai koleksi cerpennya. Selain Cerpen Tentang Ibu, Hutang Kasih ini tentu kita bisa memilih berbagai cerita menarik lainnya.

Sangat lengkap, ada cerita humor, ada cerita lucu, sedih, sangat menarik, cerpen singkat, cerita sangat singkat dan banyak lagi lainnya, dijamin pusing milihnya deh.

Tag : Cerpen, Ibu, Keluarga
Back To Top