Tak Seburuk Itu, Cerita Pendek tentang Bersyukur

“Tak Seburuk Itu”, menjadi cerita pendek terbaru tentang bersyukur atas apa yang menimpa diri kita. Cerita kali ini khusus memberikan pesan moral bahwa hendaknya apapun yang terjadi pada diri kita kita tetap bersyukur.

cerpen tentang bersyukur

Rasa syukur atas apa yang ada itu sangat penting. Bersyukur ketika mendapatkan rejeki, yang tak cukup, akan memberikan barokah dan nilai positif atas rejeki tersebut. 

Bersyukur ketika mendapat sesuatu yang tak sesuai harapan akan memberikan kelapangan dada dan memudahkan kita dalam menghadapi situasi sulit. 

Tidak ada ruginya, bahwa rasa syukur dapat memberikan ketenangan dalam hidup. Tentu, sejak dari kecil kita tahu bahwa hal itu tidaklah mudah. Mungkin saja kita bisa belajar dari kisah berikut ini. 

Tak Seburuk Itu 
Cerita Pendek tentang Bersyukur 

“Tak perlu memandang dari sisi yang menyakitkan. Ambil positifnya saja”, kalimat itu menjadi penyambut curhat dan keluh kesahku pada Nadin. 

Dengan nada serius, Nadin kembali berucap, “jangan lihat perihnya, lihat bagaimana kamu bisa istirahat dengan kejadian itu”. Nadin menatapku dengan sorot mata penuh makna. 

Sejuk tapi klasik. “Kamu seolah tak mengerti apa yang aku rasakan. Mungkin kamu belum pernah berada di posisi ini”, ucapku tak terima. 

“Manusia memang selalu neko-neko. Mereka kebanyakan lebih memilih jalan yang sulit dari pada memilih jalan yang mudah dan sederhana. Bukankah semua itu tergantung bagaimana kita merasakannya Lan?” 

“Kalau kita menilai dari sudut pandang yang berbeda, kita pasti akan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula.

Bukankah semua makanan itu saja, hanya beda di lidah. Kalau kamu bisa mengendalikan lidahmu maka makanan seburuk apapun pasti bisa masuk ke perut dengan baik. Benar tidak?” 

Aku mendapatkan perumpamaan yang tak pernah aku dengar sebelumnya. “Semua tergantung pada diri kita sendiri”, Nadin kembali menekankan bahwa ada cara lain yang lebih menyenangkan untuk menyikapi sebuah musibah. 

Tak bisa lagi mengelak. Menyerah, akhirnya aku harus terdiam. Aku tak mau terlihat terlalu bodoh di depan kekasihku itu. 

Setelah ia pulang, aku mulai memikirkan semua perkataannya itu. Aku mulai mencoba melihat hikmah dari kejadian yang sedang aku alami.

“Benar juga. Dari pada sibuk memikirkan hal yang menyakitkan, kenapa tidak memilih hal lain yang lebih menyenangkan”, gumamku. 

“Hal menyenangkan apa yang bisa aku lakukan sembari berbaring di tempat tidur seperti ini?”, pikirku, “ah… main game aja asyik nih”, teriakku kegirangan. 

Beberapa detik berikutnya aku mulai sibuk dengan smartphone di tangan. Waktu berlalu. Aku mendapatkan tantangan dan kenikmatan tersendiri dari game yang aku pilih. “Ah… sial. Kenapa kalah lagi. Aku harus bisa…!” 

Setengah hari berlalu cepat. Perlahan hilang sudah gundah, kesal dan bosan harus terdiam di pembaringan menunggu luka-lukaku mongering. “Ah, tak pernah aku sepuas ini bermain game…” batinku. 

---oOo--- 

Semua orang pasti memiliki kegelisahan dan kegundahan tersendiri. Itu pasti. Tapi benar juga apa yang disampaikan di atas, kita memiliki seribu jalan dalam memandang dan menilai sesuatu. 

Tak semua yang pahit itu harus dirasakan pahit. Tak semua yang tidak kita inginkan tidak baik bagi kita. Buktinya, dibalik pahitnya sebuah obat ada harapan untuk sembuh. 

Nyatanya, semua memang tergantung bagaimana kita menyikapinya. Contohnya, mendapatkan rejeki seratus juta pun belum tentu menyenangkan bahkan mungkin menyebalkan jika kita tidak bersyukur.

Back To Top