Bintang di Sudut Kelas

Bintang di Sudut Ruang Kelas - Tak ada yang istimewa, semua berjalan pada jalur yang membosankan. Anak – anak berlari ke dalam kelas, guru yang berkacak pinggang mengawasi sudut – sudut sekolah dan kerumunan geng zaman now yang tak pernah bosan dengan gosip.

Bintang di Sudut Ruang Kelas

Derai hujan tampak malu-malu membasahi sudut bumi – sesekali bersembunyi di bali awan yang menggumpal. 

Bayu berhembus malas, mengiringi rintik hujan yang bosan menyirami tanah tak pernah basah karena airnya hanya mengalir ke satu tempat. 

Tanah di bumi sekolah ini pun demikian, tak lagi mampu menyerap hujan – karena terlalu indah dengan hiasan papping block disekujur tubuhnya. 

Seorang pria kecil berdiri termangu di sudut pintu – yang mengarah ke kelas itu. Tanggannya tampak sibuk mengair origami sementara bahu kirinya menjerit menenteng tas besar berisikan tumpukan buku cetak. 

“Ah, suasana kelas hari ini pasti akan sama membosankannya dengan yang lain…!” gumam pria kecil tersebut. 

Bak anak itik yang menuju sarang, satu persatu murid kelas X SMA itu masuk ke ruang kelas masing-masing. Tak terkecuali dengan teman dan sahabat si pria mungil bernama Anjar.

Air selalu mampu mencari jalannya, begitu pula rasa bosan yang semakin menggunung dalam dada di Anjar. Kelas dimulai, di keluarkannya buku catatan dan pensil. 

Dalam beberapa detik, meja miliknya sudah penuh berantakan, berisi buku-buku berserakan – seperti pikirannya yang tak bisa fokus ke pelajaran.

Di pegangnya pensil 2b miliknya yang tinggal 5 cm. Jari-jarinya mulai menari, menorehkan guratan-guratan di kertas tulis itu. 

Sama sekali tak terdengar ocehan guru di depan kelas. Ia terus sibuk meraut imajinasi dalam otaknya. Satu dua sketsa mulai tampak – sketsa wajah beberapa murid lain di dalam kelas yang menyita perhatiannya. 

Ia terdiam. Memandang beberapa bentuk wajah di buku tulis itu. Ia kemudian menyapukan pandangan ke sudut lain kelas. 

Pelan, ia mengamati sesuatu sampai matanya berhenti di pojok ruang kelas bagian kiri. Sesuatu menyita perhatiannya. “Siapa dia?”

Bola matanya kembali mengitari ruang untuk beberapa detik dan kembali di titik yang sama, di sudut ruang kelas. 

Imaji-nya berhenti sampai disitu. Anjar kemudian memandang sejenak kertas di atas mejanya. Sesaat kemudian, tangannya kembali menari – nari dengan indah. Sesekali matanya berlari ke sudut itu lagi. 

Gores demi gores tercipta dari tarian pensil ditangannya. Sebuah sketsa mulai terwujud, tapi… kali ini berbeda dengan beberapa goresan sebelumnya. “Aneh…” Anjar bergumam dan melanjutkan kembali goresan itu. 

Tak lama, tiba-tiba menghela nafas panjang, seolah tidak percaya dengan apa yang ia lihat dalam coretan itu. “Bagaimana mungkin ada bintang di sudut kelas ini?” ucapnya dalam hati.

---oOo---

Back To Top