Sebuah kisah cinta antara dua orang sahabat, awal janji terucap. Kertas garis berwarna pink telah
penuh dengan ukuran rasa. Lexi melipat kertas tersebut dengan rapi. Memasukkan nya ke dalam amplop. Tangan kirinya kemudian mengambil sebuah
perangko yang dari tadi menunggu giliran.
Bersama sebuah harapan, ia
titipkan untaian kata cinta nan indah kepada seseorang yang jauh disana.
Tersembunyi, tak pernah ia menyadari sebelumnya tentang bagaimana rasa itu
terbentuk.
“Aku berjanji akan selalu setia”,
kalimat itu selalu menjadi nyawa dan penggerak hidupnya yang sunyi. “Aku akan
menunggumu pulang, mengikatkan benang kuning di jari manisku, kapanpun itu”.
Air mata menetes halus. Tak
terasa dada Lexi berdebar kencang. Rindu yang terasa begitu berat. Hampir
membuatnya tak bisa berdiri.
Selesai membuat surat cinta, Lexi
merebahkan badannya dipembaringan. Ia memeluk boneka teddy bear pemberian Mohe.
Tiga tahun lalu, mereka adalah sahabat yang saling terikat dengan rasa yang
membingungkan.
Antara pria dan wanita, sahabat
acapkali diikat dengan perasaan kasih yang tulus. Tidak ada orang ketiga. Lexi
dan Mohe mengakui masing-masing dari mereka selalu merajut rindu. Tak ada ikrar
yang mudah bagi mereka berdua.
Lexi tak bisa menyatakan cinta,
ia perempuan yang sadar diri. Mohe, tertahan dengan ikatan persahabatan yang
sudah terlanjur erat, tak terpisahkan. Sampai suatu ketika angin membawa kabar
duka. “Lexi sakit mas, sudah satu bulan ia dirawat. Kondisinya sekarang parah,
semua keluarga sudah pasrah…!”
Saat itulah Mode datang sebagai
malaikat pemberi semangat. “Kamu harus sembuh Lex, harus. Tidak ada tawar
menawar. Aku tidak mungkin bisa menjalani hidup ini sendiri tanpa kamu.”
“Kelak, kamu juga harus
meninggalkan aku Moh. Kamu harus menikah dan membangun keluargamu sendiri”
“Itu tidak mungkin. Jika menikah
akan memisahkan aku dengan kamu maka aku tidak akan menikah. Jika satu-satunya
jalan agar aku tak kehilangan kamu adalah meminangmu maka aku akan
melakukannya. Toh selama ini aku tak bisa hidup tanpa senyum kamu”
Panjang. Percakapan waktu itu di
rumah sakit membuat Lexi terpaksa mengartikan kasih sayang Mohe dengan cara
berbeda. “Apa benar kamu sayang sama aku Mohe?”
“Tentu saja benar”, Mohe menjawab
diplomatis. “Sayang sebagai seorang pria pada seorang wanita, bukan hanya
karena kita sahabatan sejak lama”. Kata-kata itu berakhir dengan kecupan di
jari tangan Lexi.
Ikrar cinta telah terucap. Mode mengikat Lexi dengan rasa rindu yang sangat kuat. “Aku akan menyelesaikan studi dan membereskan beberapa urusan. Setelah itu aku akan menjemputmu, ke rumah kita sendiri. Sebagai satu keluarga, suami istri.
Ikrar cinta telah terucap. Mode mengikat Lexi dengan rasa rindu yang sangat kuat. “Aku akan menyelesaikan studi dan membereskan beberapa urusan. Setelah itu aku akan menjemputmu, ke rumah kita sendiri. Sebagai satu keluarga, suami istri.