Cinta pertamaku berakhir perih.
Kekasihku meninggalkan aku tanpa kepastian, digantung begitu saja. Yang kedua, aku
terpaksa menerima getir akibat perselingkuhan antar teman. Aku mendapati kekasihku
duduk mesra disamping seorang sahabat yang biasa bertukar baju denganku.
Perih seolah tak sudi
meninggalkan aku yang mendamba kesempurnaan cinta. Minggu kemarin, aku harus
putus cinta karena kekasihku dipaksa menikah oleh orang tuanya.
“Nak, ibu tahu kamu dekat dengan
Dinda. Karena itu, ibu minta tolong agar kamu bisa menjaga anak ibu. Dinda
sebentar lagi mau menikah.” Malam itu Dinda keluar membawakan secangkir teh
sambil menyembunyikan matanya yang merah.
Habis menangis, pasti, karena aku
tahu benar Dinda tidak akan tega memperlakukan aku seperti itu. Dinda adalah
figur perempuan yang sangat sempurna untuk jadi seorang istri. Tentu wajar jika
banyak orang yang ingin menjadikannya istri.
“Tapi kenapa, kenapa harus
seperti ini akhirnya?” Dengan hati yang hancur aku meninggalkan kekasihku. Diiringi
lagu kesempurnaan cinta Rizky Febian, aku menyerat harapanku yang terkoyak.
Kini aku hanya bisa pasrah,
mengalah pada takdir cinta yang pahit. “Jika ada cinta yang sempurna, pasti aku
akan mendapatkannya. Meski perih, aku harus bisa hidup dengan kenangan pahit
ini.”
Ku tenggelamkan wajahku di
bantal. Ku peluk erat guling. Ku lantunkan lagu sedih putus cinta. Berharap,
segera lelap.
“Malam, bawalah duka ini pergi. Tuntun
aku pada sebuah bintang yang akan terus berpijar memberi terang”
Semakin keras aku memejamkan
mata. Semakin lekat bayangan Dinda. Kata-kata sang ibu, terngiang dengan volum
yang memekakkan telinga. Aku benar-benar tak sanggup. Ku raih headset, ku ambil
ponsel. Ku putar lagu itu keras. Sangat keras sampai tak terdengar lagi suara
lain.
Dengan telinga yang tertutup.
Suara Dinda justru semakin jelas. Sungguh perih, setelah bertahun-tahun
bersama, kesempurnaan cinta yang aku harapkan pun sirna.