Contohcerita.com - Cerpen pendek 8 paragraf berjudul
“menanti pagi menjelang” ini merupakan karya sederhana yang khusus dibuat untuk
bahan belajar bagi rekan semua. Cerpen ini masih jauh dari sempurna karena
dibuat dengan kemampuan yang ala kadarnya. Meski begitu, harapan kami cerita
yang diangkat cukup menarik, silahkan disimak.
Tepat pukul tiga sore, aku sampai
di rumah sahabatku Adrian. Sebuah perjalanan panjang melelahkan, mengawali
libur panjang semester dua ini. Setelah seminggu berjuang menghadapi ujian
semester, aku memutuskan untuk singgah barang semalam di rumah sahabatku.
“Nggi, jadi main ke rumah
enggak?” tanya Adrian. “Jadi, tapi enggak bisa lama Ian, soalnya aku harus
pulang kampung”, jawabku singkat. Hari terakhir semester Adrian tetap pulang
lebih dulu karena aku masih ada beberapa urusan yang belum selesai. Setelah
menyelesaikan urusan, aku segera bergegas menuju rumah Adrian.
Tidak jauh, tapi aku harus dua
kali ganti angkutan kota untuk sampai ke rumah Adrian. Di gang sempit itu aku
turun, Adrian sudah menungguku dengan sepeda motor legenda kesayangannya.
“Kirain enggak sampek sini, kirain nyasar…”, ucap Adrian ketika melihat aku
turun dari angkot. “Enggak nyasar sih, cuma tadi sudah turun di empat
perempatan sebelumnya, he … he…”, jawabku.
Beberapa menit kemudian aku
sampai di rumah Adrian. Disana, aku disambut dengan hangat oleh keluarganya.
Ada orang tua dan kedua adik Adrian, satu masih SMP dan satu sudah SMA. Aku pun
segera santai di teras rumah ditemani secangkir teh dan cemilan. Mulailah kami
memenuhi pembicaraan, seperti biasanya, berdebat tentang apa saja seperti
anak-anak muda lain yang masih sangat idealis.
Sedang asyik berbincang,
tiba-tiba aku mendengar suara bergemuruh, bagai guntur. Aku mencoba tak
menghiraukan suara keras tersebut tetapi selama dua jam di depan rumah aku
mendengar dua kali suara tersebut. Aku pun terusik. “Ian, suara apa sih itu
tadi?”, tanyaku dengan rasa penasaran. “Oh itu, itu suara kereta. Beberapa meter
dari rumahku ini kan da rel kereta api”, jawab Adrian sambil mengunyah kacang
goreng.
“Mapas… kereta?, bakal panjang
deh ni malam”, ucapku lagi. “Ya, yang belum pernah ke sini pasti akan kaget dan
bising. Mudah-mudahan nanti malam kamu bisa tidur…”, ucap Adrian lagi. “Enggak
bisa tidur juga enggak apa-apa Ian, lagi pula aku main ke sini kan bukan untuk
tidur”, ucapku sembari tersenyum tipis.
Obrolan pun terus mengalir tak
henti-hentinya sampai magrib menjelang dan ibu Adrian menyuruh kami mandi. Kami
benar-benar seperti dua sahabat yang sudah terpisah sangat lama. Tak ada satu
momen pun yang terlewat tanpa perdebatan dan gelak tawa. Bahkan di meja makan,
adik – adik Adrian dan orang tuanya pun sangat heran melihat kedekatan dan
keakraban kami.
Kami ngobrol sampai larut, jam
tiga pagi sampai akhirnya Adrian jatuh tertidur, Cerpen 8 Paragraf, Menanti Pagi Menjelang. Tinggal aku yang matanya masih
lebar dengan pikiran menerawang jauh. Melihat sahabatku yang sudah terlelap,
aku pun mencoba menyusulnya. Tak bisa. Suara kereta lewat dan suara tikus yang
berkejaran membuat aku selalu terjaga. Aku tidak bisa tidur, sampai pagi.
Terpaksa aku hanya memejamkan mata sambil berguling ke sana ke mari.
--- Tamat ---