Tak bisa menunggu, akhirnya semua
impian cinta kandas karena tidak ada komitmen yang cukup kuat untuk
mempertahankannya. Jalal akhirnya harus memutuskan kekasihnya yang sudah 10
tahun terakhir menemaninya dalam suka dan duka sejak SMP.
Bukan tanpa alasan, sang kekasih
harus pergi ke luar negeri bersama keluarganya yang pindah tugas. Matanya
memerah, Jalal mencoba menahan perih ketika harus mengambil keputusan berat
itu.
“Kamu pasti ingat bahwa aku tidak
bisa pergi dari sini dengan semua yang ada. Jika keputusanmu sudah bulat maka
aku tak bisa menunggu lebih lama tanpa komitmen yang jelas”, ucapnya dengan
tatapan kosong.
Tentu saja, Airin sang kekasih
tak bisa menahan tangis itu. Air matanya meleleh mengetahui kenyataan yang
sangat pahit itu. “Apa tidak ada jalan lain…? ucap Airin sambil menahan isak
tangis.
“Kalau aku menikahimu dalam waktu
dekat, apa mungkin keluargamu merestui kamu tinggal disini?”, ucap Jalal.
Airin terdiam, ia tahu benar
bahwa saat ini tidak mungkin baginya untuk menolak kehendak orang tuanya. Ia
juga sadar bahwa apa yang dikatakan Jalal memang benar, situasi dan kondisi
mereka saat ini sangat sulit.
Tak ada yang bisa mereka lakukan,
kisah asmara mereka harus tergantung tanpa kepastian. Meski mereka sudah saling
kenal sangat lama, tapi ada perbedaan adat dan kebiasaan keluarga yang tak
mudah untuk mereka abaikan.
“Andai aku bisa segera kembali,
apakah kamu masih mau menerima dan melanjutkan kisah cinta kita?”, ucap Airin
setengah memohon kepada Jalal.
Jalal terdiam begitu lama,
“entahlah, aku tidak bisa memastikan sesuatu yang tak dapat kupastikan, sesuatu
yang aku sendiri tak yakin”, ucapnya lirih.
Sesungguhnya, kehidupan Jalal
pasti akan jauh berbeda tanpa adanya Airin. Airin adalah sosok gadis yang bukan
hanya menjadi sumber inspirasi tetapi juga sumber kekuatan bagi Jalal.
“Aku tidak mungkin bisa hidup
tanpamu, kamu pasti tahu itu…”, ucap Jalal mengakhiri pembicaraan mereka untuk
yang terakhir kalinya.
Tiga hari kemudian, Airin dan
keluarga terbang ke luar negeri meninggalkan sebagian nyawa hidupnya di
Jakarta.
Dunia seperti runtuh, seluruh kehidupan Jalal menjadi gelap gulita tanpa cahaya, “semoga, kita masih berjodoh”, ucapnya sambil menyeka air mata yang menetes di pipinya. Jauh dilubuk hatinya ia masih berharap ada keajaiban yang bisa mempersatukan cinta mereka.
Dunia seperti runtuh, seluruh kehidupan Jalal menjadi gelap gulita tanpa cahaya, “semoga, kita masih berjodoh”, ucapnya sambil menyeka air mata yang menetes di pipinya. Jauh dilubuk hatinya ia masih berharap ada keajaiban yang bisa mempersatukan cinta mereka.