Baru lima menit, aku berlari
menuju gerbang yang belum sepenuhnya tertutup. Baru satu langkah kaki ini
melewati gerbang, aku sudah dikejutkan oleh suara seorang guru yang
menghentikan gerak kaki ini.
Telat, sudah jelas. “Hei kamu, kamu
telat, sini!”, ucap pak guru piket tersebut. “Tapi pak, kan baru lima menit…”
ucapku mencoba membela diri.
“Iya, baru 5 menit tapi coba
lihat itu!”, ternyata aku bukan satu-satunya siswa yang terjerat jaring
laba-laba yang sengaja dipasang bapak guru untuk membuat kami disiplin.
Aduh, aduh, aduh, mana belum
kenal sama guru piket itu lagi, terpaksa deh aku menyerah dan segera meletakkan
tas di punggungku. “Iya pak,” sambil sekilas melihat kumis bapak itu yang
sangat menakutkan, aku pun melangkah bergabung dengan anak lain.
“Sekarang kalian bersihkan
halaman depan sekolah, semua sampai bersih!”, terdengar bapak itu mulai
memberikan komando tanda hukuman kami di mulai.
Sebelum anak-anak mulai menyebar,
aku sempat mendengar ada satu anak yang protes, “tapi pak, ini grimis pak, nanti
kami flu…”, ucapnya.
Meski suaranya agak keras tapi
sepertinya bapak itu tidak dengar, atau pura-pura tidak dengar mungkin. Aku
langsung saja berjalan ke tempat yang tidak ada sampahnya, mencoba menjauh dari
jangkauan bapak itu.
“Eh kamu, kamu cari apa di situ,
yang dibersihkan yang ada sampahnya, malah jalan-jalan…”, ucap bapak itu
melihat aku dari jauh.
Sial memang, tadinya aku akan
menuju parkiran tapi terpaksa deh. Saat itu aku sebel karena gerimis. Aku cuma
kepikiran saja kalau sampai aku flu atau pilek, padahal besok aku akan mewakili
lomba karya tulis ilmiah remaja.
Emang dasar kami yang sial
mungkin, begitu gerimis reda kami langsung diperbolehkan masuk ke kelas. Ya
itulah, BT pokoknya kalau harus dihukum karena terlambat. Apalagi dengan cuaca
dan keadaan yang tidak mendukung.
Gara-gara telat dan dihukum, aku
jadi tidak bisa bertemu Robbie, padahal aku sudah janji akan mengembalikan buku
cetak yang aku pinjam sebelum jam pelajaran di mulai.