April dan Secuil Rindu yang Masih Mengganggu

Hujan rintik. Kabut berayun tepat di atas kepala Denny. Smartphone di tangannya digenggam begitu erat. Bibirnya terkatub, bisu. Matanya nanar menatap sosok berambut panjang yang berjalan membelakanginya.


Gadis itu membawa koper, berjalan tergesa menghampiri rombongan di depannya. Tiba-tiba petir menyambar, halilintar bergemuruh, badai pun turun di hati Denny. Sekuat tenaga ia menahan tetes air di matanya. Tak mampu. Ia menangis di bandara itu. Melepas kepergian April, sang kekasih.

Lima tahun lebih. Waktu berlalu tak memperdulikan luka di hati. Denny masih merasakan perih itu. Ketika kekasihnya, terpaksa pergi pindah ke New York bersama keluarganya.

Masih bergelayut kenangan itu. Setiap akhir pekan, mata Denny selalu menerawang. Angannya terbang menyusuri laut dan samudra. Menembus batas menghampiri kekasih. Masih ada gurat rindu yang terpancar di matanya.

April, gadis manis anak pengusaha batubara, kini menjadi kenangan. Meninggalkan rindu yang selalu mengganggu. Menyisakan asa yang tak pernah nyata.

Di derasnya angin, sore itu Denny menitipkan rindu pada kekasih. “Apakah kau merasakan yang aku rasakan, adakah disana kau merindukan aku?”

Secuil, nampak di permukaan. Akarnya menancap kuat di hati Denny. Ia tak pernah menyangka berpisah dengan April. Ia bahan sudah pernah berjanji akan selalu menjaganya.

Jangankan menjaga dia, melindungi hatinya sendiri saja sekarang ia tidak mampu. Hatinya sudah mulai berkarat. Sebentar lagi mungkin akan hancur berkeping. Adakah April akan menjadi cinta terakhirnya?

Tag : Cerpen, Cinta, Remaja
Back To Top