Cerita persahabatan dan cinta, "teman tak sejahat cinta" - rinai hujan kembali turun hari ini. Tetesan air yang turun
membuat semua anak-anak berlarian menuju gerbang sekolah. Aku yang sedari tadi
berjalan santai pun kini mulai mempercepat langkahku.
Ku tarik topi jaketku agar butiran hujan tak membasahi
wajahku. Sedikit risih mulai terasa ketika butiran hujan mulai masuk ke
sela-sela sepatu dan membasahi kaos kaki. Benci sekali rasanya aku dengan hal
ini.
Sesampainya di sekolah, aku langsung mencari ruangan kelas
baruku. Tampak sebuah papan di atas
pintu kelas bertuliskan “XI IPA 2” dengan penuh keyakinan aku pun masuk ke
dalam kelas itu. Belum banyak siswa yang datang ke kelas, mungkin karena hujan
juga lah mereka menjadi tidak semangat untuk bersekolah.
Aku memilih meja di pojok yang dekat dengan jendela. Dengan
begini aku tidak akan terlalu di
perhatikan. Aku bukanlah orang yang pandai berteman, juga bukan orang yang
mudah mendapatkan musuh. Bahkan sering aku dianggap tidak ada oleh orang-orang
sekitarku.
Sebagai murid pindahan, aku merasa cukup nyaman karena tidak
banyak masalah di hari pertama sekolahku, namun ada satu hal yang mengganjal di
benakku. Seorang pria yang sejak awal kedatanganku terus memperhatikanku.
Dia adalah pria yang tampan dengan kumis tipis, postur tubuh
yang tinggi dan juga nampaknya dengan otak yang cukup cerdas. Awalnya aku
merasa risih dengan setiap tatapan matanya kearahku, namun semakin lama entah
kenapa aku malah merasa senang karena akhirnya ada juga yang memperhatikanku.
Hari ini adalah hari kamis, hari ke empat aku masuk ke
sekolah baruku. Belum banyak orang yang aku kenal, apa lagi menjadi teman.
Hanya Annisa yang kebetulan mau duduk bersama dengan ku, dan juga Reno pria
yang selalu memperhatikanku dalam diamnya.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, seperti biasa aku pulang
dengan berjalan kaki karena jarak
rumahku ke sekolah tidaklah terlalau jauh. Belum sempat aku keluar dari gerbang
sekolah, sudah ada sosok pria tampan yang menghadangku dengan senyum manisnya.
“Hey del, aku minta pin bbmmu dong?” pintanya dengan sedikit senyum simpul yang
memang manis.
“buat apa?” tanyaku
“ya biar aku bisa nge-chat kamu sampe rumah nanti geh”
“Iya, tapi aku jarang pegang hp” jawabku berusaha mencari
alasan agar aku tidak menyerahkan pinku padanya.
“Iya enggapapa geh. Yang penting punya dulu” ujarnya dengan
sedikit memaksa. Aku mencoba untuk mencari alasan lain tapi dia terlalu tangguh
dan juga terlalu tampan. Dengan ikhlas akhirnya ku berikan pin bbmku padanya.
Sesampainya aku dirumah dia langsung mengirimiku pesan
singkat via bbm, “hey del, lagi sibuk engga?”, ucapnya lewat
pesan itu. Aku sebenarnya merasa senang sekali mendapatkan pesan dari pria
sekeren dia.
Tapi aku merasa bingung bagaimana aku harus membalas
pesannya. Sehingga aku hanya membiarkan pesannya begitu saja.
Keesokan harinya ketika aku bangun pagi, aku lihat ponselku
dan ternyata sudah ada pesan yang masuk dari Reno. Pesannya hanya berisi ucapan
selamat pagi biasa. Tapi entah kenapa hatiku sedikit bergetar ketika membaca
pesannya.
Entah kenapa meskipun aku senang aku juga tidak membalas
pesannya. Sesampainya disekolah dia langsung menghampiriku, dia menanyakan
kenapa aku tidak membalas pesannya. Sebisa mungkin akupun mencari alasan untuk
berkelit.
Tapi tetap saja akhirnya aku pun minta maaf dan harus rela membiarkan
dia berjalan bersamaku menuju kelas. Dia memang tidak menggandeng tanganku,
tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang menjagaku.
Seakan takut kehilangan dengan terus menatapku. Sesampainya
dikelas, aku langsung menaruh tas dibangku. Namun aku merasa ada yang aneh
dengan teman sebangku ku Annisa.
Tatapannya terlihat sedikit berbeda ketika melihat aku
berjalan dengan Reno. Mungkin karena dia juga menaruh hati pada Reno. Aku pun
tidak terlalu memikirkannya karena bagiku Reno belum sepenuhnya masuk ke dalam
hati ini.
Di malam hari ketika aku hendak beristirahat, aku kembali
menatap ponselku dan kudapati pesan singkat dari Reno. Kali ini pesannya berisi
ucapan selamat malam yang romantis.
Entah ada angin apa kali ini aku merasa aku harus membalas
pesan singkat dari dia. Akhirnya tanpa perintah dariku, tangan ini bergerak
untuk membalas pesannya. Awalnya kami hanya saling berkirim pesan biasa, tapi
lama kelamaan pesan kami mulai sedikit menjurus kearah perasaan.
Sejak saat itu pun aku mulai rutin memegang ponselku. Dan
bahkan aku juga jadi sering menunggu balasan pesan dari Reno.
Waktu terus berlalu dan hari terus berganti. Hubungan
kedekatan ku dengan Reno pun semakin erat. Aku merasa kalau Reno adalah pria
yang baik, bahkan aku juga mulai merasa kalau dia adalah orang yang tepat untuk
menjadi ayah untuk anak-anakku kelak.
Namun disaat kedekatanku dengan Reno mulai semakin erat, ada
pihak yang kurasa menaruh rasa iri dan juga cemburu. Parahnya lagi pihak itu
adalah seorang wanita yang duduk disebelahku, juga orang yang pertama kali
berkenalan denganku disekolah ini.
Aku sudah mencoba untuk tidak merisaukannya karena semakin
kesini aku juga sudah mulai memiliki banyak kenalan. Terlebih sudah ada Reno
yang kurasa mau selalu menghiburku dan tetap berada disampingku dikondisi
apapun.
Aku dan Reno mulai sering berjalan bersama dari gerbang
menuju kelas, dan bahkan sempat juga beberapa kali aku dan Reno berangkat
sekolah bersama dengan motor tunggannya.
Suatu hari ketika aku sedang berdiskusi dengan temanku di
kelas, Annisa mengahmpiriku dan mengajakku keluar kelas.
“Del, gue boleh minta waktu lo sebentar engga? Gue pengen
ngomong nih” Ujarnya dengan sedikit lengus menurutku.
“Oh iya mau ngomong apa?” tanyaku
“Ya adalah, tapi ngga enak kalau mau ngomongin disini.”
“Oh yaudah deh ayok” Jawabku sembari beranjak dari bangku
dan berjalan menuju belakang kelas.
“Lo lagi deket sama Reno ya?” Tanya nya dengan tatapan mata was-was. Aku
sedikit bingung harus menjawab apa. Sampai akhirnya aku harus berkata apa
adanya ke dia.
“Em.. iya, kenapa emang?” tanyaku
“Gue kasih tau lo ya, mendingan lo jauh-jauh aja deh dari
Reno.” Ucapnya dengan nada mengancam.
“Emang kenapa? Lo cemburu?” Ucapku dengan sedikit bentakan
karena merasa terancam. “Ya bukannya gitu, gue cuma mau ngasih tau aja kalo…”
“Ngasih tau apa? Ah udah deh gue tau lo suka juga sama Reno
kan? Makanya lo bilang gini ke gue”, ucapku memotong omongan Annisa yang belum
selesai. Aku pun pergi meninggalkannya begitu saja karena merasa sedikit
dongkol.
Sejak saat itu hubunganku dengan Reno masih dekat seperti
biasanya. Tapi hubunganku dengan Annisa benar-benar renggang. Seperti ada
tembok besar yang berdiri kokoh diantara aku dan Annisa.
Dia bahkan memutuskan untuk pindah tempat duduk. Aku tau dia
memang bukan tipe wanita sok keren dan sok penguasa. Dia adalah tipe wanita
yang baik dan bahkan bisa dibilang sedikit pendiam juga cerdas.
Meskipun berada satu kelas dengan Annisa, aku sama sekali
tidak pernah mengobrol dengannya. Bahkan kami cenderung saling menghindari.
Sampai akhirnya hal paling tragis menimpa hidupku. Saat itu adalah hari ulang
tahun Reno.
Aku yang sudah merasa sangat nyaman dengannyapun menyiapkan
kado dan kartu ucapan untuknya. Sepulang sekolah aku berniat untuk menghampiri
nya di parkiran dan memberikan kado yang sudah aku siapkan seminggu yang lalu.
Betapa hancurnya perasaanku ketika sampai di parkiran aku
melihat Reno sedang duduk bersama dengan seorang wanita yang sama sekali tak ku
kenal. Wanita itu membawa sebuah kue ulang tahun.
Lebih sakitnya lagi adalah ketika aku melihat langsung
dengan mata kepalaku sendiri Reno mengecup kening wanita sialan itu. Hatiku
benar-benar hancur. Ku masukan kado yang sudah kusiapkan itu ke dalam kotak sampah.
Dunia serasa berhenti berputar, bahkan aku merasa dunia
mengecil dan kemudian menghimpit jantungku. Napasku sedikit sesak. Kutahan
sekuat mungkin agar tidak ada air mata yang jatuh.
Sampai tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dan
berkata “Sabar, aku juga udah pernah ngerasain hal yang sama, bahkan dari pria
yang sama juga”. Betapa terkejutnya aku kalau ternyata wanita itu adalah
Annisa.
Teman yang beberapa waktu lalu sempat beradu mulut denganku.
Tanpa ragu langsung kupeluk dia dan tanpa terasa air mata mulai turun perlahan
membasahi pipiku.
Aku tak henti-hentinya mengucapkan kata maaf pada Annisa.
Dan hebatnya lagi Annisa dengan lapang dada menerima maafku dan terus
memberikan suntikan energy agar aku tetap tegar.
Sejak kejadian itu aku dan Annisa menjadi semakin dekat dan
bahkan sangat akrab, Teman Tak Sejahat Cinta. Aku dan dia kembali
duduk bersampingan dan jadi lebih sering ngobrol dan bercanda. Bahkan setiap
hari libur pun tak jarang dia main ke rumahku.
Begitu juga sebaliknya, aku juga jadi sering main
ke rumahnya. Meskipun sakit, aku tetap akan mengucapkan terimakasih pada Reno.
Karena berkat rasa sakit yang ia berikan, aku bisa menemukan
seorang teman yang kurasa cukup mengerti aku. Yang jelas aku belum pernah
mendapatkan teman sebaik Annisa selama ini. Sekali lagi terimakasih.
---oOo---