Cerita Pendek Anak Durhaka, Nasehat Nenek

Dari sebuah cerita kita bisa mendapat banyak pelajaran, misalnya dari cerita pendek anak durhaka seperti yang akan kita baca kali ini. Cerpen seperti ini biasanya merupakan cerpen yang kaya akan nasehat dan pesan moral.

Cerita Pendek Anak Durhaka, Nasehat Nenek

Kisah yang diangkat biasanya lebih fokus dalam memberikan ajakan untuk kebaikan. Kalau di cerpen berjudul “nasehat nenek” berikut intinya kita sebaiknya memperhatikan nasehat orang tua. Jangan sampai menjadi anak durhaka yang melawan dan berbuat tidak pantas kepada orang tua.

Kami berharap, cerpen tentang anak durhaka ini bisa menjadi sebuah inspirasi dan peringatan bagi kita seorang anak. Bukan hanya berisi nasehat, kisah dalam cerpen pendek berikut menarik dan sangat menghibur.

Ceritanya diangkat berdasarkan inspirasi kehidupan sehari-hari. Gaya bahasa yang digunakan sederhana sehingga pesan dan makna yang ada dalam cerpen tersebut mudah dipahami. Mudah-mudahan kita tidak akan menjadi anak durhaka. Yuk kita baca saja cerita selengkapnya di bawah ini.

Nasehat Nenek
Cerpen oleh Irma

“Ayah tidak pernah sama sekali mendengarkan nasehat nenek, kenapa sih Yah?”, tanya Ayu yang tampak sangat iba melihat neneknya yang terbaring tak berdaya. “Apa ayah tidak kasihan melihat nenek seperti itu?”, tanya Ayu selanjutnya.

Raden hanya terdiam mendapat pertanyaan seperti itu dari sang anak. Sesungguhnya, dalam hati kecilnya ia sendiri tidak tahu nasehat mana yang Ayu maksud. Sampai setua ini, Juminten ibunya telah memberikan begitu banyak nasehat, bahkan tak terhitung jumlahnya.

Sebagai seorang anak, Raden sebenarnya penurut dan selalu mendengarkan perintah orang tua, apalagi sang ibu. Hanya satu dalam hidup Raden yang tidak sejalan dengan keinginan Juminten yaitu ia memasuki dunia politik dan menjadi pejabat.

“Aku suka anak-anakku bekerja sebagai apapun, bahkan tukang sapu sekalipun asal jangan menjadi pejabat, apalagi ikut partai politik”, ucapnya suatu kali ketika mendengar anak kebanggannya ingin menjadi gubernur.

“Apa salahnya Bu, menjadi gubernur juga kan bisa beribadah, bisa berbuat baik kepada banyak orang”, ucap Raden waktu itu. “Untuk yang lain boleh, tetapi untuk yang satu ini aku tidak akan menuruti nasehat ibu”, tegas Raden.

Ucapan Raden ternyata menyinggung hati sang Ibu, Raden sama sekali tidak tahu betapa takutnya sang ibu jika anaknya terjerumus dalam lembah dosa.

“Ibu yakin kau akan menjadi pemimpin besar yang bertanggung jawab, tapi jika kamu dipilih dan bukan haus akan kekuasaan seperti ini”, kadang Raden masih ingat kata-kata terakhir perdebatan dia dengan sang ibu.

Semenjak itu, sejak ia terpilih menjadi gubernur sang ibu kesehatannya mulai menurun. Juminten yang dulu sangat perkasa terlihat tak berdaya menanggung beban pikiran yang begitu besar. Ada trauma yang masih membekas di ingatannya kala dulu kakek Juminten sendiri meninggal dalam kubangan dosa.

Melalui Ayu sang cucu ia mencoba mengingatkan bagaimana Reden harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Ia bahkan menasehati cucunya itu bahwa kekuasaan tidak boleh dikejar sama sekali.

Kini, waktu berjalan terus, Raden sudah semakin tua dan anaknya yang bernama Mikael sudah mulai terlihat gelagat yang kurang baik. Juminten pun semakin takut, sampai suatu hari ia memutuskan untuk meminta yang terakhir kalinya agar anaknya bisa keluar dari panggung mengerikan itu.

“Jangan jadi anak durhaka Yah, coba bicara sama nenek, jangan sampai Ayah menyesal nantinya”, ucap Ayu kepada ayahnya. “Umur nenek mungkin sudah tak lama lagi, nanti untuk sekedar meminta maaf pun Ayah tidak akan bisa”, lanjut Ayu.

Melihat sang anak yang bersikeras akhirnya hati Raden pun luluh. Ia pun menemui sang ibu, Juminten pun mengatakan bahwa keinginan terakhir dia adalah melihat anaknya kembali bekerja seperti dulu, menjadi seorang wirausaha yang mapan dan mulia.

Tentu saja Raden yang sedang menikmati masa puncak kepemimpinan pun tak menggubris keinginan sang ibu. Juminten pun hanya bisa meratap sedih sampai ajal menjemput.

Seratus hari setelah kepergian Juminten Ayu pun menikah. Raden kini hanya tinggal bersama Mikael karena memang Istri Raden sudah lama meninggal.

Bumi berputar, kehidupan pun berbalik arah. Raden yang dulu menjadi pemimpin yang jujur kini mulai tergoda dengan kehidupan duniawi. Ia mulai sangat suka mengumpulkan harta, kesombongan pun bersarang di hatinya. 

Ayu hidup bahagia dengan sang suami sementara Mikael menjadi ujian pertama Raden. Tiga bulan setelah Ayu menikah Mikael ditangkap karena kedapatan menggunakan barang haram. Ia pun harus mendekam di jeruji besi selama beberapa hari.

Dengan bekal kekuasaan dan harta, Raden membebaskan anak kesayangannya tersebut. Tahun berganti, jabatan yang Raden pegang pun harus berganti, kini ia sudah tidak menjabat sebagai gubernur.

Saat itulah, bekal kebiasaan buruk yang ia peroleh saat bergaul sebagai pejabat pun tak bisa ditinggalkan. Tiap hari ia menghamburkan uang hanya untuk bersenang-senang. Sampai akhirnya, ia pun jatuh sakit.

Berbulan-bulan dirawat, penyakitnya tak kunjung sembuh sampai akhirnya hartanya mulai habis. Disaat yang sama, Mikael yang tidak mendapatkan perhatian pun semakin tak terkendali hingga akhirnya ia pun tidak bisa lepas dari barang haram.

Mikael berakhir di penjara rehabilitasi sementara Raden menghabiskan sisa hidupnya di kursi roda. Ayu menjadi satu-satunya anak yang merawat sang ayah.

Melihat kondisi ayahnya yang mengenaskan suatu hari ia mengajak sang ayah untuk berkunjung ke pusara neneknya. “Yah, besok ke makan nenek ya, aku antar”, ucapp Ayu.

Raden tidak menjawab, saat itulah ia sadar bahwa ia memiliki dosa yang sangat besar pada ibunya. Akhirnya tanpa kata, di makan Juminten ia menghabiskan air mata penyesalan.

--- Tamat ---

Tag : Cerpen, Ibu, Keluarga
Back To Top