Contohcerita.com - Secara keseluruhan, cerpen berjudul "jalan gelap ini" adalah sebuah kisah yang sangat sedih tentang seorang ibu yang meratapi nasib. Cerpen penyesalan hidup ini menggambarkan betapa perih seseorang menanggung rasa sesal yang dalam. Tapi, begitulah adanya, sesal memang tiada guna jika tidak diikuti dengan usaha untuk memperbaiki diri.
Namun kenyataannya, hidup tak sederhana, apalagi dengan tiga orang anak yang harus dibesarkan. Karerina, seorang ibu tunggal harus rela menanggung dosa demi tiga buah hatinya yang masih keci.
Harapan hidup satu-satunya yang ia perjuangkan adalah agar anaknya bisa tumbuh dewasa dan tidak mengalami pahit seperti yang ibunya rasakan.
Cerpen ini penuh renungan dan nasehat untuk kita semua yang pernah melakukan salah atau dosa. Dalam cerpen ini kita bisa belajar tentang bagaimana kerasnya hidup di dunia. Mungkin saja, melalui kisah ini kita bisa belajar mempersiapkan diri dan membekali diri agar bisa hidup baik.
Contoh cerita cerpen penyesalan seseorang ini mudah-mudahan bukan hanya bisa dijadikan hiburan tetapi diharapkan juga bisa menjadi sumber pengalaman berharga bagi seluruh pembaca.
Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari alur cerita yang disajikan. Sekarang kita baca saja ceritanya berikut!
Harapan hidup satu-satunya yang ia perjuangkan adalah agar anaknya bisa tumbuh dewasa dan tidak mengalami pahit seperti yang ibunya rasakan.
Cerpen ini penuh renungan dan nasehat untuk kita semua yang pernah melakukan salah atau dosa. Dalam cerpen ini kita bisa belajar tentang bagaimana kerasnya hidup di dunia. Mungkin saja, melalui kisah ini kita bisa belajar mempersiapkan diri dan membekali diri agar bisa hidup baik.
Contoh cerita cerpen penyesalan seseorang ini mudah-mudahan bukan hanya bisa dijadikan hiburan tetapi diharapkan juga bisa menjadi sumber pengalaman berharga bagi seluruh pembaca.
Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari alur cerita yang disajikan. Sekarang kita baca saja ceritanya berikut!
Jalan Gelap Ini
Karerina melangkahkan kaki dengan gontai menyusuri pagi yang
dingin. Wajahnya lurus ke depan, tatapan matanya bak belati yang menusuk
keheningan malam itu. Ia baru saja kembali dari pangkalan dengan se-gudang dosa
yang menumpuk, tiada tertebus.
Gemerlap cahaya lampu kota metropolitan itu menampakkan
riasan yang telah pudar. Di pipinya masih terlihat jelas bekas-bekas bedak yang
menempel. Di sudut bibirnya yang tipis terlihat lapisan lipstik yang sangat
tipis, berkerut se-irama dengan bibirnya yang mulai renta.
Dengan tatapan kosong ia kembali ke rumah kontrakan yang ia
sewa. Sesampainya disana, ketika anaknya telah menunggu, bak anak burung yang
seharian ditinggal induknya, mereka menyambut hangat sang wanita malam itu.
“Ibu bawa apa, hari ini ibu banyak rezeki tidak Bu?”, tanya
anak sulungnya sambil menyambut bungkusan plastik hitam yang di bawa Karerina. Sang
ibu tidak menjawab, ia hanya tersenyum kecut melihat ketiga anaknya yang sudah
terbangun dari mimpi indahnya meski hari masih terlalu pagi.
“Kasihan mereka, mungkin dari sore tadi mereka tidak tidur
karena perut mereka yang kosong”, bisik hati Karerina sambil melihat ketiga
anaknya. “Ibu bawa makanan, cepat dimakan keburu dingin”, ucapnya.
Nita dan kedua adiknya pun lalu membuka bungkusan itu, ada
tiga buah nasi bungkus dan beberapa potong roti, mereka pun berebut.
Melihat anak-anaknya yang berebut makan hati Karerina begitu
hancur. Padahal pemandangan seperti itu harus ia lihat setiap harinya selama
bertahun-tahun. Tak ada satu burung dan kumbang pun yang mengetahui bagaimana
derita Karerina.
Kini ia hanya bisa pasrah menerima nasib dan hukuman atas
dosa-dosa masa lalunya. Penyesalan, sudah segunung ia endapkan dihatinya, tapi
itu semua tidak merubah apapun. Ia tetap harus berjuang menahan perih, menanggung
derita dan dosa yang seakan tak pernah meninggalkannya.
“Sekali terperosok apakah tidak ada jalan pulang, tidak
adakah jalan untuk aku bertobat?”, ucapnya mentupi kepedihan itu. Setiap hari,
Karerina harus berselimutkan air mata menyesali segala kesalahannya,
“seandainya saja dulu aku tidak bersalah”, tangisnya di pagi itu.
Ya, Karerina adalah satu dari sekian banyak insan lemah yang
menerima balasan atas dosa masa lalu. Dulu hidupnya bahagia, ketika ia masih
memiliki satu anak. Tetapi kebahagiaan itu tiba-tiba sirna ketika ia tergoda
dengan cinta semu.
Mencurangi kasih sayang yang tulus ia pun akhirnya harus
rela dicampakkan. Setahun kemudian ia menikah dengan cinta barunya. Setelah
memiliki satu anak sementara dia sedang mengandung, ia dinggalkan cinta barunya
itu.
Malang, hidupnya pun berakhir berantakan, selanjutnya ia
diusir dari rumah yang ia tinggali oleh istri muda dari suami keduanya. Hingga
akhirnya, kisah hidup Karerina dan anak-anaknya berakhir di panti dosa.
Semakin lama, Karerina terjerumus semakin dalam, dengan
himpitan ekonomi dan keinginan untuk membesarkan anaknya ia pun menanggung
semua pahit itu. Setiap saat ia selalu mengingatkan kepada tiga putrinya untuk
selalu memilih jalan yang baik.
“Tidak ada gunanya penyesalan Nak, meski rasa sesal mu
melebihi samudra tetapi itu semua tidak akan bisa menghapus kesalahanmu”,
ucapnya memberikan nasehat kepada Nita anak sulungnya.
“Jangan pernah seperti itu yang hanya bisa menerima takdir”,
ucapnya sambil memeluk ketiga putrinya itu.
Kini diujung penyesalan yang ia rasakan ia sudah tidak perduli lagi dengan dosa.
Satu-satunya yang ia pedulikan adalah masa depan ketiga anaknya itu. Pengalaman
hidup yang pahit membuatnya tahu bagaimana harus mendidik anak-anak, meski
sendiri.
Secara rutin ia mengantarkan anak-anaknya untuk ke Masjid. Tak
lupa ia menitipkan anak-anaknya itu kepada pengurus masjid dan memohon kepadanya
agar mendidik anaknya dengan jalan yang benar.
Siapa yang kuasa menolak kehendak pencipta, bahkan seorang
pengurus masjid pun tidak bisa menolak kehadiran tiga bocah itu. Dengan tulus
akhirnya mereka selalu mendapatkan pendidikan agama.
“Nak, setelah kamu besar nanti, kamu akan mengetahui sesuatu
yang sangat mengejutkan”, ucap Karerina suatu malam, “saat itu kalian boleh
membenci dan meninggalkan ibu tetapi pesan ibu jangan pernah kamu meninggalkan
jalan kebaikan”, lanjutnya.
--- Tamat ---
Tag :
Cerpen,
Pengalaman