Sebuah contoh cerpen cerpen yang menggambarkan bagaimana perasaan seseorang yang menyesal. Pada cerpen ini kita akan mendapatkan pelajaran dan hikmah atas sebuah kejadian yang membuat seorang pemuda merasa benar-benar menyesal. Sebuah penyesalan selalu menghantui dirinya dan membuatnya tidak bahagia.
Karya cerpen ini alur ceritanya tidak digambarkan begitu jelas namun begitu jelas sekali kaitan antara apa yang sudah terjadi dengan apa yang sedang dialami oleh sang tokoh utama yaitu "aku".
Karya ini akan menjadi tambahan untuk berbagai karya yang sebelumnya telah kita baca bersama. Dengan begitu koleksi cerpen yang sudah ada akan semakin lengkap lagi.
Kalau melihat dari judulnya, "ingin ku putar kembali", seolah terlihat bahwa sang tokoh utama begitu menyesali perbuatan atau sesuatu yang telah terjadi di masa lampau sehingga ada keinginan untuk dapat memiliki kesempatan untuk mengulang apa yang telah lalu.
Hal seperti ini tentu saja menimbulkan rasa penyesalan yang begitu besar. Mungkin rasa sesal seperti ini sangat menyiksa dan bahkan mungkin lebih menyakitkan dari pada putus cinta. Mungkin, masalah bagus tidaknya cerita untuk karya berikut kita serahkan kepada pembaca semua. Mari kita lihat bagaimana kisah selengkapnya berikut!
Karya ini akan menjadi tambahan untuk berbagai karya yang sebelumnya telah kita baca bersama. Dengan begitu koleksi cerpen yang sudah ada akan semakin lengkap lagi.
Kalau melihat dari judulnya, "ingin ku putar kembali", seolah terlihat bahwa sang tokoh utama begitu menyesali perbuatan atau sesuatu yang telah terjadi di masa lampau sehingga ada keinginan untuk dapat memiliki kesempatan untuk mengulang apa yang telah lalu.
Hal seperti ini tentu saja menimbulkan rasa penyesalan yang begitu besar. Mungkin rasa sesal seperti ini sangat menyiksa dan bahkan mungkin lebih menyakitkan dari pada putus cinta. Mungkin, masalah bagus tidaknya cerita untuk karya berikut kita serahkan kepada pembaca semua. Mari kita lihat bagaimana kisah selengkapnya berikut!
Ingin Ku Putar Kembali
Cerpen Oleh Irma
Jangan biarkan kesenangan sesaat membeli masa mudamu,
apalagi merampasnya dari dirimu. Jika kau biarkan maka aku pastikan kamu akan
mengalami penyesalan yang begitu dalam seperti yang aku alami.
Aku adalah seorang remaja yang hanya bisa merenungi nasib
dan menangisi keadaan. Kini dikerasnya dunia yang harus aku lalui, aku tidak
memiliki apapun untuk hidup. Harta warisan kedua orang tuaku telah habis tapi
aku tak kunjung bahagia.
Sejak kedua orang tuaku meninggal, kebahagiaan berangsur
mulai meninggalkanku. Satu demi satu kesulitan mulai muncul dan menjadi teman
yang selalu mengiringi langkah. “Andai bisa ku beli waktu”, aku hanya bisa
berharap ada sebuah keajaiban.
Usiaku kini sudah menginjak 27 tahun tapi tak ada satu
gadispun yang mau aku pinang. Wajahku memang rupawan, tetapi mereka tahu bahwa
aku pasti hanya akan menjadi beban. Hanya penyesalan yang bisa aku peluk setiap
hari.
Pagi berganti siang, siang berganti malam, waktu berlalu
begitu saja tanpa menyisakan setitik asa. Aku hanya sampah yang kini hanya bisa
berharap belas kasih sang pemulung, “seandainya saja ada orang yang berbaik
hati memungutku, aku pasti bisa lebih berguna dari ini”, harapku suatu senja.
“Maaf pak, ada pekerjaan?”, ucapku mencoba merubah hidup
“Kamu bisa apa?”, jawab pemilik café itu
“Apa saja pak”, ucapku tegas memandang pemilik café itu
“Maaf, kami hanya butuh orang yang berpengalaman”, jawabnya
seketika itu
“Tapi aku punya ijazah pak”, ucapku memelas
“Tidak, kami tidak butuh ijazah”, jawabnya seraya
meninggalkanku
Sejurus kemudian, karena emosi aku hanya bisa memukul dan
membuat keributan di café yang ramai pengunjung itu. Begitulah, selain tak
memiliki keahlian, aku juga tak pernah belajar mengendalikan emosi.
Dulu waktu kecil aku selalu mendapatkan apapun yang aku
inginkan, dan kini sebaliknya, aku selalu berdarah-darah untuk mendapatkan
kesenangan. Aku pun larut dan tenggelam di dunia hitam, mencoba membeli
kebahagiaan dengan jalan curang.
“Wajah kamu sudah berjenggot, sebentar lagi uban akan
menutupi kepalamu tapi kenapa kau tidak pernah mau berubah?”, ucap seorang
lelaki tua saat melihatku tergeletak di pos ronda itu.
“Hei pak, jangan asal bicara ya, siapa bilang aku tidak mau
berubah! Masalahnya aku tak bisa seenaknya berubah seperti manusia super!”,
jawabku ketus sambil menahan emosi
Ia lalu mendekatiku dan berkata “kalau tidak bisa dari yang
sulit cobalah mulai dari yang paling mudah Nak, misalnya dengan merubah tutur
katamu”, ucapnya sambari membalikkan badan dan menghilang.
Sepuluh tahun terakhir ini hanya lelaki itu yang pernah
bertegur sapa dengan ku. Itu pun selalu berakhir dengan amarah yang meledak di
dada. Kadang aku juga heran kenapa orang itu mau usil bertegur sapa denganku.
Suatu hari ia pernah datang seperti setan, tak ku dengar
langkah kakinya, tak ku lihat hitam bayangnya, tiba-tiba ia sudah berada di
sampingku. “Bagaimana pertapaanmu itu Nak, apakah botol-botol itu sudah
memberikan apa keinginanmu?”, ucapnya dengan menatapku tajam.
“Apa pedulimu pak tua, kenapa kamu repot mengurusiku!”
jawabku dengan kesal
“Karena aku adalah bukti masih adanya Tuhan”, ucapnya sambil
menepuk pundakku
Ketika aku merasakan hangat tangannya di pundak, aku pun
kaget dan menoleh ke arahnya. Ajaib, ia sudah hilang entah kemana.
Ingin sekali ku putar kembali waktu, agar aku tak perlu
mendapatkan kehinaan seperti ini. Sudah selama ini kenapa aku tak bisa lepas dari
sesalku. Kenapa aku tak bisa beranjak dan mendapat pintu taubat.
Saat itu, tiba-tiba aku teringat kepada kedua orang tuaku. Tiba-tiba
aku sadar bahwa sekarang ini aku benar-benar sendiri, seandainya aku mati
seperti mereka pun mungkin tak kan ada yang peduli dengan mayatku.
Ku lihat seutas bayang kedua wajah mereka, saat itu juga
kakiku melangkah seolah ada yang menggunakan remote mengendalikan tubuhku. Jauh,
sangat jauh hingga aku sampai di sebuah pemakanan. Aku pun duduk tersimpuh
melihat kedua nama orang tuaku yang tertulis berdampingan.
Saat itulah tak bisa lagi ku bendung mata ini, air mata pun
mengalir begitu deras, membasahi seluruh tanah gersang di pemakaman itu. “Izinkan
aku mengubur semua penyesalan ini bersama kalian”, ucapku serasa memeluk dua
batu nisan.
--- Tamat ---
Tag :
Cerpen,
Pengalaman