“Prahara Pertemanan di Ujung Semester”, adalah contoh cerpen pendidikan yang merupakan hasil belajar kita dalam membuat karangan fiksi. Masih banyak kekurangan disana sini namun setidaknya bisa membuka niat kita untuk belajar menulis.
Yang paling sulit dalam menulis, apapun tulisannya, adalah memulai. Seringkali kita ragu atau bahkan takut jika hasilnya tidak sesuai atau buruk. Akhirnya kita tidak pernah berani untuk mencoba.
Membaca bisa menjadi salah satu alternative untuk memupuk keberanian kita dalam menuangkan ide di dalam tulisan. Lewat membaca kita bisa belajar bagaimana memulai sebuah karangan.
1) Cerpen pendidikan lucu
2) Cerpen pendidikan moral
3) Cerita tentang pendidikan
4) Download cerpen pendidikan
5) Cerpen pendidikan karakter remaja
6) Cerpen tentang pendidikan karakter
7) Cerpen pendidikan moral di sekolah
8) Cerpen pendidikan dan unsur intrinsiknya
Dengan membaca kita juga akan menambah kekayaan bahasa baik itu berupa pilihan diksi, susunan dan permainan kata. Jadi, tidak salah dong kita banyak membaca. Yuk kita baca langsung cerpen tersebut!
Prahara Pertemanan di Ujung Semester
Cerpen Pendidikan oleh Irma
“Ah… sebenarnya aku tidak suka ada ujian –ujian di sekolah. Enak belajar saja dan ulangan biasa. Seperti ini bikin grogi saja!” Sigi berjalan sambil ngedumel tak karuan.
Di sisinya ada kedua sahabatnya, Lidi dan Cega yang tampak tenang. Mereka hening sejenak, beberapa langkah kemudian Lidi menyahut, “Sudahlah Gi, santai saja. Dunia tidak akan kiamat kok, bahkan meski kita gagal sekalipun.”
Belum sempat Cega menimpali atau Sigi menjawab tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka.
“Woi… tunggu! Seragam kita sama, kalian murid Prima ya? Kenalkan, aku Galang, murid pindahan dari Wonosobo”, ucap pemuda tadi sok akrab.
Tanpa menunggu tanggapan dari mereka, pemuda tadi langsung berjalan beriringan mengikuti ketiga remaja putri tersebut.
Sigi yang berada tepat disamping pemuda itu langsung melirik ke arahnya. “Hem…”, ucapnya lirih. “Eh… kalian tingkat berapa, aku tingkat satu?” Tanya Galang sambil menoleh ke arah Sigi.
Sigi masih terdiam. Ia kemudian melirik ke arah dua temannya yang juga sama-sama membisu.
Tak seperti remaja lain, Sigi, Lidi dan Cega memang sedikit menjaga jarak dengan cowok. Mereka berkomitmen untuk fokus belajar dan tidak ingin diganggu perasaan – perasaan yang tak jelas.
“Sebentar lagi kelas di mulai. Ayo buruan!”, Cega mempercepat langkah. Lidi tak mau ketinggalan, ia pun ikut mengekor di belakang Cega di ikuti oleh Sigi.
Sesampainya di kelas, ternyata eh ternyata, cowok yang sok dekat tersebut satu kelas dengan mereka. Tak ada pilihan, mereka pun tak bisa menolak untuk kelas dengan teman baru tersebut.
Bulan berlalu, pesona Galang akhirnya meruntuhkan ego dan komitmen mereka. Satu persatu dari mereka mulai tergoda, menikmati kebersamaan dengan Galang yang ternyata cowok yang sangat asyik.
Apalagi, Galang termasuk salah satu cowok yang memiliki tampang cukup rupawan. Teman lain di kelas juga menjadi banyak yang cari perhatian di depan Galang.
Kedekatan mereka semakin jauh. Pelan, Sigi mulai memendam rasa aneh pada si Galang. Bukan Cuma Sigi, Lidi dan Cega ternyata juga memiliki ketertarikan khusus pada Galang.
“Eh… di mana Galang?”
“Ha… nanyain Galang terus kau Gi…?”
“Ya memang kenapa. Enggak boleh?”
“Ih… kok malah nyolot sih…”
“Ya lagian, cuma ditanya begitu saja …”
“He…! Kalian ini kenapa sih. Baru datang sudah kayak anjing dan kucing. Galang tadi pamit pulang duluan, aku dan dia tadi habis makan bakso bareng di kantin…”
“Apa… makan bareng. Parah kamu Ga!”
“Parah apanya sih kamu ini Gi!”
Tak bisa dipungkiri, di ujung semester itu saat mereka seharusnya lebih fokus belajar, tercium aroma persaingan tak sedap.
Di hati mereka masing-masing mulai tumbuh perasaan iri dan tidak suka jika salah satunya lebih dekat dengan Galang.
Suasana persahabatan itu semakin panas. Lidi mencoba untuk tetap waras dan terus menekan sekuat mungkin rasa aneh di dadanya. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, ia sadar bahwa apa yang terjadi pasti akan menghancurkan persahabatan mereka.
“Hei… sudah lama ya kita enggak ngumpul bareng. Gimana kalau nanti sore santai di rumahku?”, ucap Lidi
“Ada yang enggak bisa lah. Kan sudah sibuk dan ada janji dengan cowok…” jawab Sigi
“Eh… maksud kamu apa sih Gi, kamu nyindir aku?”, ucap Cega
“Enggak nyindir sih, untuk yang ngerasa aja!” jawab Sigi
“Hei… kalian ini sudah enggak beres ya. Sudahlah, enggak penting!” teriak Lidi
Puncak keretakan terjadi dua minggu sebelum ujian semester. Cega ketahuan sedang duduk mesra bersama Galang di sebuah café.
Sigi yang sudah sangat memendam rasa dengan Galang tak bisa mengendalikan emosi lagi. Sigi yang sebenarnya dalam hatinya juga sakit tak bisa lagi berbuat apa-apa. Akhirnya, akhir semester hanya berisi nyanyian kebencian dalam hati.
---oOo---
Menghadapi akhir semester, baik itu akan melaksanakan ujian semester maupun ujian akhir tentu harus ekstra hati-hati. Kita harus pandai-pandai menjaga emosi dan motivasi agar semua berjalan lancar.
Apapun itu, baik kecil maupun besar, tidak boleh ada satu kejadian pun yang bisa mengganggu dan menyurutkan konsentrasi kita dalam belajar. Nanti menyesal.
Kejadian dalam cerpen tentang pendidikan atau cerpen sekolah di atas tentu bisa menjadi pelajaran bagi rekan pelajar semua. Jangan sampai hal seperti itu terjadi. Jangan sampai menyesal.
Mudah-mudahan kita bisa menarik kesimpulan dan mengambil hikmah atas apa yang baru saja kita baca. Semoga, karangan sederhana di atas bisa berkenan di hati rekan semua. Salam sukses dari kami!